MAKALAH OBSERVASI
“ TARI TOPENG
PANJI CIREBON ”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Filsafat Umum
Dosen Pengampu : Iffan
Ahmad. G, M.Phil
Disusun Oleh :
Misbahusurur
Sithi Nurani
Ridwan Tri Sabila
Umi Kulsum
INSTITUT AGAMA
ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN GURU
MADRASAH IBTIDAIYAH
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami
panjatkan kehadirat Alloh SWT. Yang mana telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga Kami dapat menyusun laporan hasil observasi ini tepat pada
waktunya. Kami senang karena dapat menyajikan laporan ini kepada para pembaca,
meskipun laporan ini Kami susun untuk memenuhi tugas Observasi Mata Kuliah
Filsafat Umum, namun kami juga berharap laporan ini dapat membantu kami dan
pembaca agar mengetahui lebih lanjut mengenai “ TARI TOPENG PANJI CIREBON “ di
Sanggar Seni Kencana Ungu, Desa Mertasinga Kecamatan Gunung Jati Kabupaten
Cirebon yang mana akan menjadi topik persembahan Kami kali ini.
Namun Kami menyadari,
laporan ini tidak akan tersusun dan terselesaikan dengan baik tanpa dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Kami ingin mengucapkan banyak
terimakasih kepada :
1.
Bapak Iffan Ahmad
Ghufron, M.Phil selaku Dosen Filsafat Umum yang telah menugaskan observasi ini
kepada Kami.
2.
Bapak Panji Jaya selaku
pemandu dan pemilik sanggar seni yang bersedia menjadi narasumber untuk
memberikan informasi seputar Tari Topeng Cirebon.
3.
Bapak dan Ibu selaku
orang tua yang telah memberikan dukungan besar baik berupa material maupun
spiritual.
4.
Dan teman-teman yang
telah memberikan banyak informasi dan masukan, juga kepada semua pihak yang
tidak bisa Kami sebutkan satu persatu.
Saran dan kritik dari
pembaca sangat Kami harapkan untuk perbaikan laporan observasi ini, karena Kami
menyadari bahwa laporan observasi ini masih banyak terdapat kekurangan.Semoga
laporan ini memberi manfaat bagi para pembaca semuanya. Aamiin. Terimakasih.
Cirebon, 8 Januari 2018 Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................
i
DAFTAR ISI..........................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah....................................................................................... 2
C.
Tujuan Penelitian ........................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Apa itu Topeng ? ........................................................................................ 3
B.
Apa itu Tari Topeng Cirebon ? ...................................................................3
C.
Bagaimana Sejarah Tari Topeng Cirebon ?
................................................4
D.
Untuk apa Tari Topeng itu ? .......................................................................7
E.
Apa itu Tari Topeng Panji ? ........................................................................8
F.
Apa makna Tari Topeng Panji ? .................................................................9
G.
Apa makna dari gerakan tari topeng panji ? ............................................. 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................................... 12
B.
Kesan kesan…………………………………………….......................... 12
C.
Lampiran ……………………………………………….......................... 13
1.
Foto-Foto Observasi …………………………………………………13
2.
Wawancara Narasumber ………………………………………….. ..18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
..19
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL............................................................................................
i
KATA
PENGANTAR............................................................................................
ii
DAFTAR
ISI..........................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang......................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.................................................................
2
C.
Tujuan Penilitian...................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Definisi Tari Topeng Cirebon
.................................................. 3
B.
Sejarah Perkembangan Tari Topeng Cirebon……………….
4
C.
Filosofi Tari Topeng Cirebon……… ........................................4
D.
Tari Topeng Cirebon Bertahan Dari Kepunahan…….........
10
E.
Jenis Jenis Tari Topeng Cirebon…………………………. 13
F.
Alat Musik Pengiring Tari Topeng ....................
…… 16
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan..........................................................................
19
B.
Kesan kesan……………………………………………. 19
C.
Lampiran ……………………………………………….20
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................
..24
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur Kami
panjatkan kehadirat Alloh SWT. Yang mana telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga Kami dapat menyusun laporan hasil observasi ini tepat pada
waktunya. Kami senang karena dapat menyajikan laporan ini kepada para pembaca,
meskipun laporan ini Kami susun untuk memenuhi tugas Observasi Mata Kuliah
Filsafat Umum, namun Kami juga berharap laporan ini dapat membantu Kami dan
pembaca agar mengetahui lebih lanjut mengenai ‘SANGGAR TARI TOPENG KENCANA
UNGU, Desa Mertasinga kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon’ yang mana akan
menjadi topik persembahan Kami kali ini.
Namun Kami menyadari,
laporan ini tidak akan tersusun dan terselesaikan dengan baik tanpa dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Kami ingin mengucapkan banyak
terimakasih kepada :
1.
Bapak Iffan Ahmad
Ghufron, M.Phil selaku Dosen Filsafat Umum yang telah menugaskan observasi ini
kepada Kami.
2.
Bapak Panji Jaya selaku
pemandu dan pemilik sanggar seni yang bersedia menjadi narasumber untuk
memberikan informasi seputar Tari Topeng Cirebon.
3.
Bapak dan Ibu selaku
orang tua yang telah memberikan dukungan besar baik berupa material maupun
spiritual.
4.
Dan teman-teman yang
telah memberikan banyak informasi dan masukan, juga kepada semua pihak yang
tidak bisa Kami sebutkan satu persatu.
Saran dan kritik dari
pembaca sangat Kami harapkan untuk perbaikan laporan observasi ini, karena Kami
menyadari bahwa laporan observasi ini masih banyak terdapat kekurangan.Semoga
laporan ini memberi manfaat bagi para pembaca semuanya. Aamiin. Terimakasih.
Cirebon, 8 Januari 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masyarakat
senantiasa berubah seiring dinamika sosial, ekonomi, budaya dan politik,
realitas semacam inilah yang harus diperhatikan dandiantisipasi secara cepat dan
tepat.Dalam konteks pembangunan untuk kesejahteraan masyarakatnampaknya
perubahan tersebut harus selalu mempertimbangkan potensi dantradisi lokal
masyarakat karenanya, penguatan masyarakat melalui pemberdayaan adalah
salah satu diantara ikhtiar yang kiranya dilakukan.
Dalam
perkembangannya di masyarakat umum, Tari Topeng Cirebonkemudian memperoleh dan
memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik,yang selanjutnya dikenal
dengan istilah Topeng Babakan atau dinaan. Adapun kekhususan dari perkembangan
Tari Topeng di masyarakat umum tersebutadalah berupa penampilan 5 atau 9 Topeng
dari tokoh –tokoh cerita panji.
Sebagai
hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yangmengandung pesan –
pesan terselubung, karena unsur – unsur yangterkandung didalamnya mempunyai
arti simbolik yang bila diterjemahkansangat menyentuh berbagai aspek kehidupan,
sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek
kehidupan manusia sepertikepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan
angkara murka sertamenggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan
hingga menginjak dewasa.
Dalam
hubungan itu, tidaklah mengherankan bahwa Tari TopengCirebon dapat dijadikan
media komunikasi untuk dimanfaatkan secara positif.Pada masa Cirebon menjadi pusat
penyebaran agama Islam, Sultan Cirebon;Syekh Syarif Hidayatulah yang juga
seorang anggota Dewan Wali Sanga yang bergelar Sunan Gunung Jati, bekerja
sama dengan Sunan Kalijagamemfungsikan Tari Topeng dan 6 (enam) jenis kesenian
lainnya sebagai bagian dari upaya penyebaran agama Islam dan sebagai
tontonan dilingkunganKeraton. Adapun Keenam kesenian tersebut adalah Wayang
Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Jauh
sebelum Tari Topeng masuk ke Cirebon, Tari Topeng tumbuh dan berkembang sejak
abad 10 –11 M. Pada masa pemerintahan Raja Jenggala diJawa Timur yaitu Prabu
Panji Dewa. Melalui seniman jalanan ( pengamen )Seni Tari Topeng masuk ke
Cirebon dan kemudian mengalami perpaduandengan kesenian rakyat setempat.Dewasa
ini, kecenderungan menggunakan metode kualitatif dikalangan keilmuan sosial
makin berkembang pesat, di Indonesia penggunaan pendekatan kualitatif
dalam menganalisis gejala kemasyarakatan relatif belum begitu lama, barang
kali mulai tumbuh subur sekitar pertengahan tahun 70-an.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Definisi Tari Topeng Cirebon ?
2.
Bagaiman Sejarah Perkembangan Tari Topeng Cirebon ?
3.
Apa Filosofi Tari Topeng Cirebon ?
4.
Apa Tari Topeng Cirebon Bertahan Dari Kepunahan ?
5.
Apa saja Jenis Jenis Tari Topeng Cirebon ?
6.
Apa saja Alat Musik Pengiring Tari Topeng ?
C. TUJUAN PENILITIAN
1.
Untuk
mengetahui makna tari topeng
2.
Untuk
mengetahui sejarah tari topeng Cirebon
3.
Untuk
mengetahui jenis jenis tari topeng cirebon
4.
Dan
untuk mengetahui alat apa saja yang mengiringi seni tari topeng cirebon
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TARI TOPENG CIREBON
Tari topeng adalah salah satu tarian
tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika
beraksi sang penari memakai topeng. Konon jauh sebelum Tari Topeng masuk
Cirebon, telah tumbuh dan berkembang sejak abad ke 10-16 masehi di Jawa Timur.
Pada masa pemerintahan Raja Jenggala, yakni Prabu Amiluhur atau Prabu Panji
Dewa.
Melalui seniman jalanan (pengamen)
seni Tari Topeng akhirnya masuk ke Cirebon dan kemudian mengalami
perpaduan dengan kesenian setempat. Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran
Agama Islam (zaman Wali Songo) , Syekh Syarif Hidayatullah yang bergelar Syekh
Sunan Gunung Jati bekerjasama dengan Syekh Sunan Kalijaga memfungsikan Tari
Topeng sebagai bagian dari upaya penyebaran Agama Islam yang juga sebagai
tontonan dilingkungan keratin disamping 6 (enam) jenis kesenian lainnya
seperti, Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Dalam perkembangannya di masyarakat
umum, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya
yang spesifik, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tari Topeng
Rahwana/Kelana, Tari Topeng Tumenggung,Tari Topeng Rumyang,Tari Topeng samba
dan Tari Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai penutup muka dengan 5
jenis topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda (berarti lima wanda atau
lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba dan Panji.
Beberapa orang beranggapan bahwa
Tari Topeng Cirebon adalah suatu seni tradisional yang dilakukan secara turun-temurun.
Namun, didalamnya ada sedikit unsur mistik, tetapi hal ini tidak akan berdampak
terhadap hidup kita, melainkan hanya sekedar pertunjukan seni semata.
B.
SEJARAH PERKEMBANGAN TARI TOPENG CIREBON
Sebagai hasil kebudayaan, Tari
Topeng mempunyai nilai hiburan yangmengandung pesan–pesan terselubung, karena
unsur–unsur yang terkandungdidalamnya mempunyai arti simbolik yang bila
diterjemahkan sangatmenyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai
nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia
sepertikepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan angkara murka
sertamenggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga
menginjak dewasa.
Dalam hubungan itu, tidaklah
mengherankan bahwa Tari TopengCirebon dapat dijadikan media komunikasi untuk
dimanfaatkan secara positif.Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran agama
Islam, Sultan Cirebon;Syekh Syarif Hidayatulah yang juga seorang anggota Dewan
Wali Sanga yang bergelar Sunan Gunung Jati, bekerja sama dengan Sunan
Kalijagamemfungsikan Tari Topeng dan 6 (enam) jenis kesenian lainnya
sebagai bagian dari upaya penyebaran agama Islam dan sebagai tontonan
dilingkunganKeraton. Adapun Keenam kesenian tersebut adalah Wayang Kulit,
GamelanRenteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Jauh sebelum Tari Topeng masuk ke
Cirebon, Tari Topeng tumbuh dan berkembang sejak abad 10 –11 M. Pada masa
pemerintahan Raja Jenggala diJawa Timur yaitu Prabu Panji Dewa. Melalui seniman
jalanan ( pengamen )Seni Tari Topeng masuk ke Cirebon dan kemudian mengalami
perpaduandengan kesenian rakyat setempat.
C.
FILOSOFI TARI TOPENG CIREBON
Sudah lama tari Topeng Cirebon
mengundang tanda tanya akibat daya pesonanya yang tinggi, tidak saja di
Indonesia tetapi juga di luar negeri. TariPanji, yang merupakan tarian pertama
dalam rangkaian Topeng Cirebon,adalah sebuah misterium. Sampai sekarang belum
ada koreografer Indonesiayang mampu menciptakan tarian serupa untuk
menandinginya. Tarian Panjiseolah-olah “tidak menari”. Justru karena tariannya
tidak spektakuler, maka iamerupakan sejatinya tarian, yakni perpaduan antara
hakiki gerak dan hakikidiam. Bagi mereka yang kurang peka dalam pengalaman
seni, tarian ini akanmembosankan.
Inilah teka-teki Tarian Panji dalam
Topeng Cirebon. Bagaimana penduduk desa mampu menciptakan tarian semacam
itu? Penduduk desa yangtersebar di sekitar Cirebon hanyalah pewaris dan bukan
penciptanya. Penduduk desa ini adalah juga penerus dari para penari
Keraton Cirebon yangdahulu memeliharanya. Ketika Raja-raja Cirebon diberi
status “pegawai” olehGubernur Jenderal Daendels, dan tidak diperkenankan
memerintah secaraotonom lagi, maka sumber dana untuk memelihara semua kesenian
Keratontidak dimungkinkan lagi. Para abdi dalem Keraton terpaksa dibatasi
sampaiyang amat diperlukan sesuai dengan “gaji” yang diterima Raja
dariPemerintah Hindia Belanda.
Begitulah penari-penari dan penabuh
gamelan Keraton harus mencarisumber hidupnya di rakyat pedesaan. Topeng Cirebon
yang semula berpusat diKeraton-keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat
petani pedesaan. Danseperti umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga
dengan cepatmengalami transformasi-transformasi. Proses transformasi itu
berakhir dengankeadaannya yang sekarang, yakni berkembangnya berbagai “gaya”
TopengCirebon, seperti Losari, Selangit, Kreo, Palimanan dan lain-lain.
Untuk merekonstruksi kembali Topeng
Cirebon yang baku, diperlukanstudi perbandingan seni. Berbagai gaya Topeng
Cirebon tadi harusdiperbandingkan satu sama lain sehingga tercapai pola dan
strukturnya yangmendasarinya. Dengan metode demikian, maka akan kita peroleh
bentuk yangmendekati “aslinya”. Namun metode ini tak dapat dilakukan tanpa
berbekaldasar filosofi tariannya.
DARI MANA FILSAFAT TARI TOPENG CIREBON ITU DAPAT DIPASTIKAN?
Tentu saja dari serpihan-serpihan
tarian yang sekarang ada dandipadukan dengan konteks budaya munculnya tarian
tersebut. Konteks budayaTopeng Cirebon tentu tidak dapat dikembalikan pada
budaya Cirebon sendiriyang sekarang. Untuk itu diperlukan penelusuran historis
terhadapnya.
SIAPAKAH EMPU PENCIPTA TARIAN INI?
Sampai kiamat
pun kita tak akan mengetahuinya, lantaran masyarakatIndonesia lama tidak akrab
dengan budaya tulis. Meskipun budaya tulisdikenal di Keraton-keraton Indonesia,
tetapi tidak terdapat kebiasaan mencatat pencipta-pencipta kesenian,
kecuali dalam beberapa karya sastranya saja.
DI ZAMAN MANA?
Kalau pencipta tidak dikenal, sekurang-kurangnya
di zaman mana Topeng Cirebon ini telah ada? Kepastian tentang ini tidak
ada. Namun adadugaan bahwa di zaman Raja Majapahit, Hayam Wuruk, tarian ini
sudahdikenal. Dalam Negarakertagama dan Pararaton dikisahkan raja ini
menaritopeng (kedok) yang terbuat dari emas. Hayam Wuruk menarikan topeng
emas(atapel, anapuk) di lingkungan kaum perempuan istana Majapahit. Jadi
Taritopeng Cirebon ini semula hanya ditarikan para raja dengan
penonton perempuan (istri-istri raja, adik-adik perempuan raja, ipar-ipar
perempuan raja,ibu mertua raja, ibunda raja).
Dengan demikian dapat diduga bahwa
Topeng Cirebon ini sudah populer di zaman Majapahit antara tahun 1300
sampai 1400 tarikh Masehi.Mencari dasar filosofi tarian ini harus dikembalikan
pada sistem kepercayaanHindu-Budha-Jawa zaman Majapahit. Tetapi mengapa sampai
di KeratonCirebon? Setelah jatuhnya kerajaan Majapahit (1525), tarian ini
rupanyadihidupkan oleh Sultan-sultan Demak yang mungkin mengagumi tarian
iniatau memang dibutuhkan dalam kerangka konsep kekuasaan yang tetapspiritual.
Dalam babad dikisahkan bahwa Raden Patah menari Klana di kakiGunung Lawu di
hadapan Raja Majapahit, Brawijaya. Ini justru membuktikan bahwa Topeng
Cirebon erat hubungannya dengan konsep kekuasaan Jawa.Bahwa hanya Raja yang
berkuasa dapat menarikan topeng ini, ditunjukkanoleh babad, yang berarti
kekuasaan atas Jawa telah beralih kepada RadenPatah, dan Raja Majapahit hanya
sebagai penonton.
Dari Demak tarian ini terbawa
bersama penyebaran pengaruh politik Demak. Demak yang pesisir ini
memperluas pengaruh kekuasaan danIslamisasinya di seluruh daerah pesisir Jawa,
yang ke arah barat sampai diKeraton Cirebon dan Keraton Banten. Inilah sebabnya
berita-berita Belandamenyebutkan keberadaan tarian in di Istana Banten. Banten
dan Cirebon,sedikit banyak membawa kebudayaan Jawa-Demak, terbukti dari
penggunaan bahasa Jawa lamanya. Sedangkan Demak sendiri dilanjutkan oleh
Pajang yang berada di pedalaman, kemudian digantikan oleh Mataram yang
juga di pedalaman.
Topeng Majapahit ini, dengan
demikian, hanya hidup di daerah pesisir Jawa Barat, sedangkan di Jawa
pedalaman topeng tidak hidup kecuali bentuk dramatik lakon Panjinya. Kalau
topeng tetap hidup dalam fungsi ritualnya,tentunya juga berkembang di
kerajaan-kerajaan Islam Jawa pedalaman.Rupanya topeng dipelihara di Jawa Barat
karena pesona seninya. Topengsangat puitik dan kurang mengacu pada mitologi
Panji yang hinduistik.Topeng lebih dilihat sebagai simbol yang mengacu pada
realitas transenden.Inilah sebabnya sultan-sultan di Jawa Barat yang kuat
Islamnya masihmemelihara kesenian ini.
Topeng Cirebon adalah simbol
penciptaan semesta yang berdasarkansistem kepercayaan Indonesia purba dan
Hindu-Budha-Majapahit. Pahamkepercayaan asli, di mana pun di Indonesia, dalam
hal penciptaan, adalahemanasi. Paham emanasi ini diperkaya dengan kepercayaan
Hindu dan Budha.Paham emanasi tidak membedakan Pencipta dan ciptaan, karena
ciptaanadalah bagian atau pancaran dari Sang Hyang Tunggal.
SIAPAKAH SANG HYANG TUNGGAL ITU?
Dia adalah ketidak-berbedaan.
Dalam diriNya adalah ketunggalanmutlak. Sedangkan semesta ini adalah
keberbedaan. Semesta itu suatu aneka,keberagaman. Dan keanekan itu terdiri dari
pasangan sifat-sifat yang saling bertentangan tetapi saling melengkapi.
Pemahaman ini umum di seluruhIndonesia purba, bahkan di Asia Tenggara dan
Pasifik. Dan filsuf-filsuf Yunani pra-Sokrates, filsuf-filsuf alam, juga
mengenal pemahaman ini. Bolehdikatakan, pandangan bahwa segala sesuatu ini
terdiri dari pasangan kembar yang saling bertentangan tetapi merupakan pasangan,
adalah universalmanusia purba.
Sang Hyang Tunggal Indonesia purba
ini mengandung semua sifatciptaan. Karena semua sifat yang dikenal manusia itu
saling bertentangan,maka dalam diri Sang Hyang Tunggal semua pasangan oposisi
kembar tadihadir dalam keseimbangan yang sempurna. Sifat-sifat positif melebur
jadi satudengan sifat-sifat negatif. Akibatnya semua sifat-sifat yang dikenal
manusia berada secara seimbang dalam diriNya sehingga Sifat itu tidak
dikenalmanusia alias Kosong mutlak. Paradoksnya justru Kosong itu
Kepenuhansejati karena Dia mengandung semua sifat yang ada. Kosong itu Penuh,
Penuhitu Kosong, itulah Sang Hyang Tunggal itu. Di dalamNya tiak ada
perbedaan, tunggal mutlak. Di Cina purba, Sang Hyang Tunggal ini disebut
Tao.
Topeng Cirebon menyimbolkan
bagaimana asal mula Sang HyangTunggal ini memecahkan diriNya dalam
pasangan-pasangan kembar saling bertentangan itu, seperti terang dan
gelap, lelaki dan perempuan, daratan danlaut. Dalam tarian ini digambarkan
lewat tari Panji, yakni tarian yang pertama.Tarian Panji ini merupakan masterpiece
rangkaian lima tarian topeng Cirebon.Tarian Panji justru merupakan klimaks
pertunjukan. Itulah peristiwatransformasi Sang Hyang Tunggal menjadi semesta.
Dari yang tunggal belahmenjadi yang aneka dalam pasangan-pasangan.
Inilah sebabnya kedok Panji tak
dapat kita kenali secara pasti apakahitu perwujudan lelaki atau perempuan.
Apakah gerak-geriknya lelaki atau perempuan. Kedoknya sama sekali putih
bersih tanpa hiasan, itulah Kosong.Gerak-gerak tariannya amat minim, namun
iringan gamelannya gemuruh.Itulah wujud paradoks antara gerak dan diam. Tarian
Panji sepenuhnya sebuah paradoks. Inilah kegeniusan para empu purba itu,
bagaimana menghadirkanHyang Tunggal dalam transformasinya menjadi aneka, dari
ketidakberbedaanmenjadi perbedaan-perbedaan. Itulah puncak topeng Cirebon, yang
lainhanyalah terjemahan dari proses pembedaan itu.
Empat tarian sisanya adalah
perwujudan emanasi dari Hyang Tunggaltadi. Sang Hyang Tunggal membagi diriNya
ke dalam dua pasangan yangsaling bertentangan, yakni “Pamindo-Rumyang”, dan
“Patih-Klana”. Inilahsebabnya kedok “Pamindo-Rumyang” berwarna cerah, sedangkan
“Patih-Klana” berwarna gelap (merah tua).
Gerak tari “Pamindo-Rumyang” halus
keperempuan-perempuanan,sedangkan Patih-Klana gagah kelaki-lakian.
Pamindo-Rumyangmenggambarkan pihak “dalam” (istri dan adik ipar Panji) dan
Patih-Klanamenggambarkan pihak “luar”. Terang dapat berarti siang, gelap dapat
berartimalam. Matahari dan bulan. Tetapi harus diingat bahwa semuanya itu
adalahPanji sendiri, yang membelah dirinya menjadi dua pasangan
saling bertentangan sifat-sifatnya. Inilah sebabnya keempat tarian setelah
Panjimengandung unsur-unsur tarian Panji. Untuk hal ini orang-orang tari tentulebih
fasih menjelaskannya.
Topeng Panji menyimbolkan peristiwa
besar universal, yakniterciptanya alam semesta beserta manusia ini pada awal
mulanya. TopengPanjing atau topeng Cirebon ini mengulangi peristiwa primordial
umatmanusia, bagaimana “penciptaan” terjadi. Tidak mengherankan kalau dizaman
dahulu hanya ditarikan oleh para raja. Raja mewakili kehadiran SangHyang
Tunggal itu sendiri, karena dalam paham kekuasaan Jawa, Raja adalahDewa itu
sendiri, yang dikenal dengan paham dewa-Raja.
Topeng Cirebon adalah gambaran
sangat puitik tentang hadirnya alamsemesta serta umat manusia. Sang Hyang
Tunggal yang merupakanketunggalan mutlak tanpa pembedaan, berubah menjadi
keanekaan relatif yang sangat berbeda-beda sifatnya. Tari Panji adalah
tarian Sang HyangTunggal itu sendiri, dan tarian-tarian lainnya yang empat
adalah perwujudandari emanasi diriNya menjadi pasangan-pasangan sifat yang
saling bertentangan.
Topeng Cirebon adalah tarian ritual
yang amat sakral. Tarian ini samasekali bukan tontonan hiburan. Itulah sebabnya
dalam kitab-kitab lamadisebutkan, bahwa raja menarikan Panji dalam ruang
terbatas yang disaksikansaudara-saudara perempuannya. Untuk menarikan topeng
ini diperlukan laku puasa, pantang, semedi, yang sampai sekarang ini masih
dipatuhi oleh paradalang topeng di daerah Cirebon.
Tarian juga harus didahului oleh
persediaan sajian. Dan sajian itu bukan persembahan makanan untuk Sang
Hyang Tunggal. Sajian adalahlambang-lambang dualisme dan pengesaan. Inilah
sebabnya dalam sajiansering dijumpai bedak, sisir, cermin yang merupakan
lambang perempuan,didampingi oleh cerutu atau rokok sebagai lambang lelaki.
Bubur merahlambang dunia manusia, bubur putih lambang Dunia Atas. Cowek batu
yangkasar sebagai lambang lelaki, dan uleg dari kayu yang halus sebagai
lambang perempuan. Pisang lambang lelaki, buah jambu lambang perempuan.
Air kopilambang Dunia Bawah, air putih lambang Dunia Atas, air teh lambang
DuniaTengah. Sesajian adalah lambang keanekaan yang ditunggalkan.
D.
TARI TOPENG CIREBON BERTAHAN DARI KEPUNAHAN
Menurut Eyang Panji, tradisi yang
ada pada tari topeng sudah tidak samadengan waktu ketika ia menari dulu. Selain
banyak orang yang hanya asal bisamenarikan dan tuntutan masyarakat agar tari
topeng diubah atau dimodifikasi,ternyata ada banyak tata cara dan tradisi yang
harus dihilangkan mengikutiarahan pemerintah. Ada tiga hal yang harus diubah
oleh Sujana besertakelompok tarinya, yaitu ketentuan tidak boleh ngamen dari
rumah ke rumahatau lazim dikenal dengan istilah bebarang, tidak boleh pakai
kaus kaki ketikamenari, dan harus mengganti baju berwarna hitam dengan baju
yang lebihmeriah. Menyebarkan agama
Pada awalnya, tari topeng digunakan
untuk menyebarkan agamadengan datang ke rumah seseorang dengan mengharapkan
pemilik rumah bisamembawakan doa syahadat. Namun dalam perkembangannya,
pembacaansyahadat memang tidak dikembangkan lagi, tapi diganti dengan
bebarangketika musim panen padi tiba. Bila musim panen tiba,Sujana dan
kelompok tarinya datang dari rumah ke rumah untuk mengamen. Ketika itu,
merekadibayar dengan padi sistem bakdeng, satu bedeng atau sekitar 30
kilogram padi untuk satu babak.
Selain itu, pemakaian kaus kaki
putih juga dilarang. Pasalnya, pemerintah menganggap kaus kaki putih
adalah simbol orang-orang penganutkomunis. Padahal, kaus kaki putih tersebut
merupakan simbol kesucianseseorang, lebih dari sekadar aksesoris. Seorang
dalang yang akan menariharus suci hati dan pikirannya. Dalam hal ini
disimbolkan dengan kaus kaki berwarna putih. Sedangkan aturan baru lainnya
adalah perihal baju yang harusdibuat lebih berwarna, tidak polosan dengan warna
hitam.
Padahal awalnya, warna polos itu
menyimbolkan kesederhanaan bagidalangnya agar nantinya para penonton tari
tersebut dapat meniru cara hidupsederhana. "Saya waktu itu sampai sekarang
ikut saja. Padahal, saya tahukalau diubah, pastinya ada pesan tertentu yang
akan hilang. Tapi mau bagaimana lagi namanya juga orang takut," ujar
Sujana Arja.
Akan tetapi, gagasan perubahan yang
digulirkan tidak sejalan dengannasib tari topeng Cirebon. Akhir-akhir ini,
sajian tari topeng Sujana besertakelompok tari Panji Dharma mulai ditinggalkan
masyarakat. "Terakhir kalimenerima order bayaran Rp 30 juta. Tapi sekarang
uangnya sudah habiskarena harus dibagi rata dengan personel lainnya yang
jumlahnya sekitar 30orang. Kalau sudah begitu, saya terpaksa utang tetangga
karena sudah tidak ada yang tersisa dari saya untuk membiayai hidup
sehari-hari," katanya. Harus bersaing Menurut Inu Kertapati-dalang
tari topeng lainnya-berbeda dengandulu, setiap hari selalu saja ada orang yang memintanya
untuk menarikan taritopeng. Baik khitanan, pernikahan, maupun selamatan rumah,
biasanya taritopeng selalu hadir dan diminati masyarakat."
Kami sangat sadar kalau sekarang
kami harus bersaing dengankesenian yang kata orang lebih baru seperti modern
dance atau organ tunggal.Tapi apakah suatu kesalahan bila kami ingin tetap
pertahankan tradisi turun-temurun ini" ujar Inu, anak ketiga dari Sujana
Arja. Selain itu, menurut Inu,kepunahan tari topeng bisa saja lebih cepat
terjadi. Pasalnya, selama ini taritopeng Cirebon hanya ditampilkan pada waktu
tertentu. Akibatnya minat dan pengetahuan masyarakat terhadap tari topeng
semakin berkurang.
Tari topeng biasanya hanya muncul
saat even kejuaraan dan acara yangdiselenggarakan pihak Keraton di Cirebon. Di
luar itu, tari topeng masih sulitditemukan. Biaya yang mahal dan adanya
kesenian lain yang lebih modernmembuat masyarakat mulai meninggalkan tari
topeng Cirebon. Kesenian diJawa Barat setidaknya memiliki 35 rumpun seni, yang
terdiri dari 391 jeniskesenian. Dari jumlah itu, 100 jenis kesenian berkembang
di masyarakat, 39 diantaranya sangat berkembang. Kesenian yang sangat terkenal
di Jabar adalah Jaipongan. Kesenian ini berkembang, antara lain di Kota
Bandung, Cimahi,Tasikmalaya, Majalengka dan Bekasi.
Kesenian lain yang menjadi ciri khas
Jabar adalah tembang sunda,tayub, wayang golek, reog, calung, angklung/arumba,
dan sintren. Di wilayahCirebon terkenal dengan kesenian topeng Cirebon,
tarling, gembyung, danwayang kulit. Sementara untuk daerah Kuningan dan
Indramayu jeniskesenian seperti sandiwara, sintren, kuda lumping juga
berkembang baik.Sementara di Sukabumi, potensi seni yang ada antara, lain uyeg,
cador,kliningan, kecapi suling, calung, debus, dan ketuk tilu. Adapun kesenian
yang berkembang di Karawang dan Subang, antara lain bajidoran, dombret,
dankesenian sisingaan. Jumlah seniman di Jabar sebanyak 49.023 orang danhingga
kini masih aktif.
E.
JENIS TARI TOPENG CIREBON
Semua jenis topeng ini akan
dikenakan pada saat pementasan tari topeng Cirebonan yang diiringi dengan gamelan.
Tepeng Cirebon yang paling pokok ada lima yang disebut juga Topeng Panca
Wanda :
1.
PANJI
“wajahnya yang putih bersih melambangkan kesucian bayi yang baru lahir. Tari
topeng ini berkarakter halus. Ditampilkan pada kesempatan pertama. Menurut
mereka, Panji berasal dari kata siji (satu, atau pertama), mapan sing siji
(percaya kepada Yang Satu). Gerak tarinya senantiasa kecil dan lembut,
minimalis dan lebih banyak diam. Kata Mutinah (dalang topeng asal Gegesik,
Cirebon), menarikan topeng Panji itu kaya wong urip tapi mati, mati tapi urip.
Ungkapan
tersebut adalah untuk menjelaskan, bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak
gerak, seperti orang yang mati tapi hidup, hidup tapi mati. Koreografinya lebih
banyak diam, dan inilah sebagai salah satu hal yang menyebabkan tari ini kurang
disukai oleh penonton, terutama penonton awam. Tari ini diiringi oleh beberapa
lagu yang terangkai menjadi satu struktur musik yang panjang dan sulit. Lagu
pokoknya disebut Kembang Sungsang yang dilanjutkan dengan lagu lontang gede,
oet-oetan, dan pamindo deder.Kecuali di Losari, para dalang topeng Cirebon pada
umumnya tidak mengaitkan tariannya dengan tokoh Panji seperti dalam cerita
Panji. Artinya, nama tari tersebut bukan sebagai gambaran tokoh Panji.
Kata
Panji hanya dipinjam untuk menyatakan salah satu karakter tari yang halus, yang
secara kebetulan karakternya sama tokoh Panji. Berbeda dengan di Losari, dan
sepanjang yang diketahui saat ini, topeng di daerah ini adalah satu-satunya
gaya yang tidak menampilkan kedok Panji sebagai tari yang ditampilkan pada
bagian pertama (babakan). Gaya ini tidak sebagaimana lazimnya tari topeng di
daerah lain. Kedok Panji justru ditarikan dalam sebuah lakonan dan penarinya
benar-benar memerankan tokoh Panji.”
2.
Samba
(Pamindo), topeng anak-anak yang berwajah ceria, lucu, dan lincah. Kata
Pamindo, di kalangan seniman topeng Cirebon, berasal dari kata pindo, artinya
kedua. Kata pindo, umumnya sangat berkaitan dengan urutan penyajian topeng
Cirebon itu sendiri, yang artinya juga sama dengan penyajian tari bagian
(babak) kedua. Akan tetapi, khusus untuk topeng gaya Losari, tarian tersebut
justru ditarikan pada bagian pertama dan digambarkan sebagai tokoh Panji
Sutrawinangun.
Dalam
gaya topeng Losari memang tidak dikenal adanya tari topeng Panji secara khusus,
karena topeng Panji ditarikan dalam topeng lakonan. Karakter tari topeng tersebut
adalah genit atau ganjen (bhs. Jw. Cirebon), sama dengan karakter tokoh Samba
dalam cerita wayang Purwa. Oleh sebab itu, tari ini juga sering disebut dengan
topeng Samba. Gerakannya gesit dan menggambarkan seseorang yang tengah beranjak
dewasa, periang, dan penuh suka cita. Itulah sebabnya, mengapa gerakan tari
topeng ini seperti kesusu (terburu-buru), mirip dengan perilaku dan kehidupan
seorang anak muda.
3.
Rumyang,
wajahnya menggambarkan seorang remaja. Topeng Rumyang menggambarkan seseorang
yang penuh kehati-hatian, dan terkesan seperti ragu-ragu. Ia bak seorang
manusia yang perilaku dan tindak-tanduknya penuh pertimbangan. Ini gambaran
seorang manusia yang sudah mulai mengenal kehidupan. Lagu pengingnya sesuai
dengan nama tarinya, rumyang atau kembang kapas.Topeng Rumyang sewanda dengan
topeng Pamindo, bahkan dianggap sebagai kelanjutan dari topeng tersebut.
Sebagian daerah menampilkannya pada bagian ketiga, namun sebagain daerah lagi
menampilkannya pada bagian akhir.
Perbedaan
penampilan ini boleh jadi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, jika
topeng tersebut ditampilkan pada bagian ketiga, berkaitan dengan gambaran
siklus kehidupan manusia, dan kedua berkaitan dengan pengaruh wayang kulit atau
karena pertunjukan topeng itu dilaksanakan pada malam hari. Perlu diketahui
bahwa, akhir pertunjukan wayang kulit Cirebon biasanya ditandai dengan lagu
rumyang. Karena itulah, mengapa topeng Rumyang itu diakhirkan.
4.
Patih
(Tumenggung), topeng ini menggambarkan orang dewasa yang berwajah tegas,
berkepribadian, serta bertanggung jawab. Tari Topeng Patih yang merupakan
tarian pembuka pertunjukan dramatari wayang Topeng Malang memiliki hubungan
erat dengan struktur pertunjukan berkaitan dengan ruang, waktu dan isi.
Untuk itu pendekatan teoritis strukturalis simbolis menjadi strategi
pilihan guna memahami makna simbol yangterdapat di dalamnya. Hasilnya
menunjukkan bahwa struktur koreografi Tari Topeng Patih terdiri dari tujuh
unsur, yaitu unsur penokohan, unsur ritual, unsur komunikasi,unsur gerak
tari, unsur tata rias dan busana, unsur musik pengiring dan unsurpanggung
pertunjukan yang kesemuanya mengarahkan pada perilaku budi luhur.
5.
Kelana
(Rahwana), topeng yang menggambarkan seseorang yang sedang marah. Tari topeng
Klana adalah gambaran seseorang yang bertabiat buruk, serakah, penuh amarah dan
tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, namun tarinya justru paling banyak
disenangi oleh penonton. Sebagian dari gerak tarinya menggambarkan seseorang
yang tengah marah, mabuk, gandrung, tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya.
Lagu
pengiringnya adalah Gonjing yang dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Struktur
tarinya seperti halnya topeng lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang
belum memakai kedok) dan bagian ngedok (tari yang memakai kedok).Beberapa
dalang topeng, misalnya Rasinah dan Menor (Carni), membagi tarian ini menjadi
dua bagian. Bagian pertama, adalah tari topeng Klana yang diiringi dengan lagu
Gonjing dan sarung Ilang. Bagian kedua, adalah Klana Udeng yang diiringi lagu
Dermayonan. Tari topeng Klana sering pula disebut topeng Rowana. Sebutan itu
mengacu pada salah satu tokoh yang ada dalam cerita Ramayana, yakni tokoh
Rahwana.
Secara
kebetulan, karakternya sama persis dengan tokoh Klana dalam cerita Panji. Di
Cirebon, topeng Klana dan Rowana kadang-kadang diartikan sebagai tarian yang
sama, namun bagi beberapa dalang topeng, misalnya Sujana dan Keni dari Slangit;
Sutini dari Kalianyar dan Tumus dari Kreo; membedakan kedua tarian tersebut,
hanya kedoknya saja yang sama.
Jika
kedok Klana yang ditarikan itu memakai kostum irah-irahan atau makuta Rahwana
di bagian kepalanya dan di bagian punggungnya memakai badong atau praba, maka itulah
yang disebut topeng Rowana. Kostumnya jauh berbeda dengan topeng Klana dan
kelihatan sangat mirip dengan kostum tokoh Rahwana dalam wayang wong.
Menurut Hasan Nawi, salah seorang pengrajin topeng Cirebon dalam kehidupan
sehari-hari setiap manusia seperti mengenakan topeng, misalnya saja pada saat
marah seperti sudah mengganti topeng berwajah ceria dengan topeng kemarahan.
Kalau ada orang dewasa yang sikapnya kekanak-kanakan maka ia seperti sedang
mengganti topeng dewasanya dengan topeng anak-anak.
F.
ALAT MUSIK PENGIRING
1.
REBAB
REBAB adalah jenis alat musik senar
yang dinamakan demikian paling lambat dari abad ke-8 dan menyebar melalui
jalur-jalur perdagangan Islam yang lebih banyak dari Afrika Utara, Timur
Tengah, bagian dari Eropa, dan Timur Jauh. Beberapa varietas sering memiliki
tangkai di bagian bawah agar rebab dapat bertumpu di tanah, dan dengan demikian
disebut rebab tangkai di daerah tertentu, namun terdapat versi yang dipetik
seperti kabuli rebab (kadang-kadang disebut sebagai robab atau rubab).
Ukuran rebab biasanya kecil,
badannya bulat, bagian depan yang tercakup dalam suatu membran seperti perkamen
atau kulit domba dan memiliki leher panjang terpasang. Ada leher tipis panjang
dengan pegbox pada akhir dan ada satu, dua atau tiga senar. Tidak ada papan
nada. Alat musik ini dibuat tegak, baik bertumpu di pangkuan atau di lantai.
Busurnya biasanya lebih melengkung daripada biola.
Rebab, meskipun dihargai karena nada suara, tetapi memiliki rentang
yang sangat terbatas (sedikit lebih dari satu oktaf), dan secara bertahap
diganti di banyak dunia Arab oleh biola dan kemenche. Hal ini terkait dengan
instrumen Irak, Joza, yang memiliki empat senar
2.
GAMELAN
Gamelan adalah ensembel musik yang
biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan
merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh
yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari
bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang
menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa,
Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk
ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah
gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
3.
GENDER
Gender adalah alat musik pukul logam
(metalofon) yang menjadi bagian dari perangkat gamelan Jawa dan Bali. Alat ini
memiliki 10 sampai 14 bilah logam (kuningan) bernada yang digantungkan pada
berkas, di atas resonator dari bambu atau seng, dan diketuk dengan pemukul
berbetuk bundaran berbilah dari kayu (Bali) atau kayu berlapis kain (Jawa).
Nadanya berbeda-beda, tergantung tangga nada yang dipakai. Pada gamelan Jawa
yang lengkap terdapat tiga gender: slendro, pelog pathet nem dan lima, dan
pelog pathet barang.
4.
KECAPI
SULING
Kecapi suling adalah sejenis musik
instrumental yang bergantung pada improvisasi dan populer di provinsi Jawa
Barat yang menggunakan dua alat musik, kecapi dan suling
5.
GONG
Gong merupakan sebuah alat musik
pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk
alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti
ini.Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru
terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai,
gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sebagai hasil kebudayaan, Tari
Topeng mempunyai nilai hiburan yangmengandung pesan–pesan terselubung, karena
unsur – unsur yang terkandungdidalamnya mempunyai arti simbolik yang bila
diterjemahkan sangatmenyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai
nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia
sepertikepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan angkara murka
sertamenggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga
menginjak dewasa.
Semoga kesenian ini tetap ada karena
banyak hal yang bisa kitadapatkan dan pelajari dari tarian ini. kata Sujana
Arja, salah seorang maestrotari topeng Cirebon dalam percakapan dengan Kompas
belum lama ini. Halitulah yang tetap dicoba oleh tarian topeng Cirebonan
sebagai bentuk khaskesenian asli Cirebon. Hingga saat ini,n kesenian itu jatuh
bangunmempertahankan keasliannya.
Ironisnya, beberapa aliran atau gaya
turunan tari topeng Cirebonhampir punah, bahkan beberapa di antaranya sudah
punah. Sebagian senimandari aliran tari topeng Cirebon ada yang mencoba
mempertahankannya.Sering kali mereka dianggap kuno. Bahkan, beberapa maestro
yang masiheksis, hidupnya pun jauh dari layaknya seorang maestro seni.
B.
KESAN KESAN
Kehujanan,
kepanasan,kegundahan,kegalauan,kesedihan,
C.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
0 comments:
Post a Comment
Monggo Komentarnya. . .