Tuesday, January 16, 2018

Makalah Kandungan Kandungan Al-Qur'an



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kandungan Al-Qur’an
       Secara garis besar pokok-pook kandungan Al-Qur’an  dapat dibagi menjadi 7, yaitu meliputi :
1.      Aqidah (Tauhid)
Secara etimologi aqidah berarti keyakinan atau kepercayaan dan secara terminologi aqidah dapat didefinisikan sebagai suatu kepercayaan yang harus diyakini sepenuh hati, di nyatakan dengan lisan dan dimanifestasikan dalam perbuatan kehidupan sehari-hari. Inti pokok ajaran aqidah adalah masalah tauhid, yakni keyakinan bahwa Allah Maha Esa orang yang tidak meyakininya yakni kafir dan apabila meyakini adanya Tuhan selain Allah di namakan musyrik. Berikut ini ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang pokok-pokok yang menjelaskan aqidah
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾
"Katakanlah (Muhammad saw.), Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah Swt. tempat meminta segala sesuatu. (Allah Swt.) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. al-Ikhlas: 1-4).

Al Quran Surah Al Ikhlas terdiri atas 4 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah sesudah surat An Naas. Dinamakan Al Ikhlas karena surat ini sepenuhnya menegaskan kemurnian keesaan Allah s.w.t. Pokok-pokok isi Al Quran Surah Al Ikhlas adalah Penegasan tentang kemurnian keesaan Allah s.w.t. dan menolak segala macam kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak ada sesuatu yang menyamai-Nya.
Setiap pemeluk suatu agama memiliki suatu akidah tertentu. Namun kebenaran akidah hanya ada dalam islam. Karena dia bersumber dari Dzat yang Maha Mengetahui, yaitu Allah ta’ala. Sehingga karenanya tidak ada perbedaan antara akidah yang dibawa oleh para Nabi dari masa ke masa.
Adapun akidah yang bathil, mencakup semua akidah yang bertentangan dengan wahyu. Yaitu akidah yang hanya bersumber dari akal manusia, atau berasal dari wahyu namun dirubah dan diselewengkan. Seperti akidahnya orang yahudi bahwa Uzair adalah anak Allah, atau akidahnya orang Nashroni bahwa al masih adalah anak Allah, atau akidah syiah yang berkeyakinan bahwa Allah menyesal setelah berkehendak, yang dinamakan akidah bada’.
Dalam definisi syar’i, akidah dalam agama islam bermakna masalah masalah ilmiyah yang berasal dari Allah dan Rosulnya, yang wajib bagi setiap muslim untuk meyakininya sebagai pembenaran terhadap Allah dan Rosul-Nya.[1]
2.      Ibadah
Ibadah berasal dari kata ‘abada’ yang artinya mengabdi atau menyembah. Ibadah adalah mengabdi atau menyembah sepenuhnya kepada Allah SWT dengan tunduk dan taat patuh kepadanya. Sedangkan kata ibadah menurut bahasa artinya taat (bahasa arab tha’at), patuh, tunduk, artinya mengikuti semua perintah dan menjauhi semua larangan yang dukehendaki Allah SWT.[2]
Perkataan ibadah atau ibadat banyak ta’rifnya, berdasarkan kepada perlainan nadhar (penilikan) para ahli dan maksud yang dikehendaki oleh masing-masing ahli ilmu.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa penciptaan jin dan manusia tidak lain adalah untuk beeribadah kepada Allah SWT. Hal ini tertuang dalam surah Ad Dzariat ayat 56, yaitu :
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada Ku” (QS. Adz Dzariyat:56)
Tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah dalam pengertian yang komprehensif menurut Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah SWT berupa perkataan atau perbuatan baik amalan batin ataupun yang dhahir (nyata). Adapun hakikat ibadah yaitu:
1.                  Ibadah adalah tujuan hidup kita. Seperti yang terdapat dalam surat      Adz-dzariat ayat 56, yang menunjukan tugas kita sebagai manusia adalah untuk beribadah kepada Allah.
2.                  Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah.
3.                   Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.
4.                  Hakikat ibadah sebagai cinta.
5.                  Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu yang dicintai Allah).
6.                  Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.
Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan, baik dengan melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan hidupnya akan terwujud.
Ibadah terbagi menjadi dua, yaitu:

1)    Ibadah Mahdah (khusus)
Ibadah mahdah adalah Ibadah yang teknik pelaksanaannya telah diatur secara rinci oleh Al-Qur’an dan Hadits seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Berikut surah dalam Al-Qur’an yang merintahkan tentang Ibadah Mahdah.
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS.  Al-Baqarah:43)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian untuk berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu supaya kamu bertakwa.” (QS.Al-Baqarah:183)
وَأَذِّنْ فِي النَّـاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيـقٍ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,” (QS. Al-Hajj : 27).
2)   Ibadah Ghairu Mahdah (Umum)
      Ibadah ghairu mahdhah atau ibadah bersifat umum (‘Amm, ‘ammah ) adalah segala perkara yang diizinkan-Nya atau dibolehkan-Nya meliputi segala amal kebaikan yakni segala perkara yang jika dikerjakan mendapatkan kebaikan (pahala) dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Adalah Ibadah yang teknik pelaksanaannya tidak diatur secara rinci oleh Al-Qur’an dah Hadits seperti tolong menolong, dan tidak mengganggu orang lain. Semuanya diserahkan kepada manusia sendiri. Islam hanya memberi perintah/anjuran, dan prisnip-prinsip umum saja. Ibadah dalam arti umum contohnya adalah pada QS Al-Maidah ayat 2 mengenai berbagai macam ibadah yang tidak disebutkan secara rinci yng artinya sebagai berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحِلُّواْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّهۡرَ ٱلۡحَرَامَ وَلَا ٱلۡهَدۡيَ وَلَا ٱلۡقَلَٰٓئِدَ وَلَآ ءَآمِّينَ ٱلۡبَيۡتَ ٱلۡحَرَامَ يَبۡتَغُونَ فَضۡلٗا مِّن رَّبِّهِمۡ وَرِضۡوَٰنٗاۚ وَإِذَا حَلَلۡتُمۡ فَٱصۡطَادُواْۚ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَ‍َٔانُ قَوۡمٍ أَن صَدُّوكُمۡ عَنِ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ أَن تَعۡتَدُواْۘ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al Maidah : 2)
Prinsip-prinsip ibadah ghairu mahdhah :
1. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh dilakukan.
2. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah sehingga perkara baru (bid’ah) dalam ibadah ghairu mahdhah diperbolehkan. Dalam ibadah ghairu mahdhah berlaku kaidah usul fiqih “wal ashlu fi ‘aadaatinal ibaahati hatta yajii u sooriful ibahah” yang artinya “dan hukum asal dalam kebiasaan atau adat adalah boleh saja sampai ada dalil yang memalingkan dari hukum asal atau sampai ada dalil yang melarang atau mengharamkannya“.
3. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
4. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh     dilakukan.[3]
Manusia harus menyadari bahwa dirinya ada karena diciptakan oleh Allah, oleh sebab itu manusia harus sadar bahwa dia membutuhkan Allah SWT dan kebutuhan terhadap Allah itu diwujudkan dengan bentuk beribadah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya manusia menyembah dan meminta pertolongan.
3.      Muamalah
Pengertian muamalah menurut bahasa berasal dari kata 'aamala, yu-'amilu, mu'amalatan yang berarti hubungan kepentingan antara seseorang dengan orang lain perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata mu'amalah adalah kata yang aktif atau  kata kerja aktif yang harus mempunyai  pelaku dua orang atau lebih yang harus aktif yang berhubngan dengan urusan dunia.
Pengertian muamalah menurut istilah syariat Islam ialah suatu kegiatan yang mengatur hala-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Sedangkan yang termasuk dalam kegiatan muamalah diantaranya adalah jual beli, sewa menyewa utang piutang, pinjam meminjam dan lain sebagainya.[4]
Dalam praktiknya, muamalah didasarkan atas dua sumber hokum utama yang berupa dalil naqli dan dalil aqli. Berikut ayat yang menerangkan tentang muamalah .
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّه
كُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ُ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”( QS. Al-Baqarah: 282)
ruang lingkup muamalah yakni; Harta, Hak Milik, Fungsi Uang, Buyu’ (tentang jual beli), Ar-Rahn (tentang pegadaian), Hiwalah (pengalihan hutang), Ash-Shulhu (perdamaian bisnis), Adh-Dhaman (jaminan, asuransi), Syirkah (tentang perkongsian), Wakalah (tentang per-wakilan), Wadi’ah (tentang penitipan), ‘Ariyah (tentang peminjaman), Mudharabah (syirkah modal dan tenaga), Musaqat (syirkah dalam pengairan kebun), Muzara’ah (kerjasama per-tanian), Kafalah (pen-jaminan), Taflis (jatuh bangkrut), Al-Hajru (batasan ber-tindak), Ji’alah (sayembara, pemberian fee), Qaradh (pejaman), transaksi valas, ’Urbun (panjar/DP), Ijarah (sewa-menyewa), Riba, konsep uang dan kebi-jakan moneter, Shukuk (surat utang atau obligasi), Faraidh (warisan), Luqthah (barang tercecer), Waqaf, Hibah, Washiat, Iqrar, Qismul fa’i wal ghanimah (pem-bagian fa’i dan ghanimah), Qism ash-Shadaqat (tentang pembagian zakat), Ibrak (pembebasan hutang), Muqasah (Discount), Kharaj, Jizyah, Dharibah,Ushur, Baitul Mal dan Jihbiz, Kebijakan fiskal Islam, Keadilan Distribusi, Perburuhan (hubungan buruh dan ma-jikan, upah buruh), monopoli, Pasar modal Islami dan Reksadana, Asuransi Islam, Bank Islam, Pegadaian, MLM.[5]


4.      Akhlak
Akhlak ditinjau dari segi etimologi yang berarti perangai, tingkah laku, tabiat, atau budi pekerti. Dalam pengertian terminologis, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang muncul spontan dalam tingkah laku hidup sehari-hari. Dalam konsep bahasa Indonesia, akhlak semakna dengan istilah etika atau moral. Akhlak merupakan satu fundamen penting dalam ajaran Islam, sehingga Rasulullah SAW. Menegaskan dalam sebuah hadis bahwa tujuan diutusnya beliau adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak mulia. Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ
“Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik." (HR. Ahmad)

Nabi Muhammad SAW adalah model dan suri tauladan bagi umat dalam bertingkah laku dengan akhlak mulia (karimah). Al-Qur’an merupakan sumber ajaran tentang akhlak mulia itu. Dan beliau merupakan manusia yang dapat menerapkan ajaran akhlak dari Al-Qur’an tersebut menjadi kepribadian beliau.

5.      Hukum
Hukum sebagai salah satu isi pokok ajaran al-Qur’an berisi kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan dasar dan menyeluruh bagi umat manusia. Tujuannya adalah untuk memberikan pedoman kepada umat manusia agar kehidupannya menjadi adil, aman, tenteram, teratur, sejahtera, bahagia, dan selamat di dunia maupun di akhirat kelak. Sebagai sumber hukum ajaran Islam, al-Qur’an banyak memberikan ketentuan-ketentuan hukum yang harus dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum baik secara global (mujmal) maupun terperinci (tafsil). Beberapa ayat-ayat alQur’an yang berisi ketentuan hukum antara lain adalah:
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّـهُ ۚ وَلَا تَكُن لِّلْخَائِنِينَ خَصِيمًا

“Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad saw.) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah Swt. kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat.” (QS. an-Nisa’ : 105)

Jenis-jenis hukuman dalam Islam ada empat, yakni :
1.      Hudud
Secara bahasa hudud berarti sesuatu yang membatasi di antara dua hal. Secara syar’i hudud berarti sanksi atas kemaksiatan yang telah ditetapkan (kadarnya) oleh syariat dan menjadi hak Allah. Disebut hudud karena umunya mencegah pelaku melakukan kemaksiatan serupa. Sebutan hudud dikhususkan bagi sanksi kejahatan yang di dalamnya terdapat hak Allah. Hudud hanya dijatuhkan atas tindakan sebagai berikut. [6]
1.      Zina (pelaku dirajam (jika muhshan/telah menikah) atau cambuk 100 kali (jika ghayr muhshan/belum menikah);
2.      Homoseksual (pelaku dibunuh)
3.      Qadzaf/menuduh berzina tanpa disertai 4 orang saksi (pelaku dicambuk 80kali)
4.      Minum khamr (pelaku dicambuk40/80 kali)
5.      Murtad yang tidak mau kembali masuk Islam (pelaku dibunuh)
6.      membegal/hirâbah (pelaku dibunuh jika hanya membunuh dan tidak merampas; dibunuh dan disalib jika membunuh dan merampas harta; dipotong tangan dan kaki secara bersilang jika hanya merampas harta dan tidak membunuh; dibuang jika hanya meresahkan masyarakat.
7.      Memberontak terhadap Negara/bughât (pelaku diperangi dengan perang yang bersifat edukatif, yakni agar pelakunya kembali taat pada Negara, bukan untuk dihancurkan.
8.      Mencuri (pelaku dipotong tangannya hingga pergelangan tangan jika memang telah memenuhi syarat untuk dipotong).
Berikut beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengenai hudud :
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
            Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Maidah : 38)
          إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ مِنۢ بَعۡدِ ذَٰلِكَ وَأَصۡلَحُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
            "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. An Nur : 4).
2.      Jinayat
Jinayat adalah penganiayaan atau penyerangan atas badan yang mewajibkan adanya qishash (balasan setimpal) atau diyât (denda).  Penganiayaan di sini mencakup penganiayaan terhadap jiwa dan anggota tubuh. Jenis-jenisnya adalah:
1.      Pembunuhan/penganiayaan yang berakhir dengan pembunuhan;
2.      Penganiayaan tanpa berakhir dengan pembunuhan.
Qishâsh diberlakukan jika tindakan penganiayaan dilakukan dengan sengaja, sementara denda (diyât) diberlakukan jika penganiayaan dilakukan tidak dengan sengaja atau jika tindakan itu kemudian dimaafkan korban. Qishâsh ataupun diyât tidak diberlakukan jika korban membebaskan pelakunya dengan rela/tidak menuntutnya.
            Berikut beberapa ayat Al-Qur’an mengenai Qishash:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ ۚ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
”Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah : 45)
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
            “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”.(QS. Al Baqarah:179)

3.      Ta’zir
Ta’zir hukuman edukatif dengan maksud untuk menakut-nakuti. Ta’zir bermakna sanksi yang dijatuhkan atas melakukan kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada had dan kafarat. Dalilnya adalah perbuatan Rasulullah. Ta’zir secara umum, terbagi menjadi :
1.      Pelanggaran terhadap kehormatan
2.      Pelanggaran terhadap kemuliaan
3.      Perbuatan yang merusak akal
4.      Pelanggaran terhadap harta
5.      Gangguan keamanan
6.      Pelanggaran yang berhubungan dengan agama
Hukuman Ta’zir dapat berupa hukuman mati, cambuk yang tidak boleh lebih dari 10 kali, penjara, pengasingan, pemboikotan, salib, ganti rugi, penyitaan harta, mengubah bentuk barang, ancaman yang nyata, nasihat dan peringatan, pencabutan sebagian hak kekayaan, pencelaan, pewartaan.
Bentuk sanksi ta‘zîr hanya terbatas pada bentuk-bentuk tersebut. Khalifah atau yang mewakilinya yaitu qâdhî (hakim) diberikan hak oleh syariat untuk memilih di antara bentuk-bentuk sanksi tersebut dan menentukan kadarnya; ia tidak boleh menjatuhkan sanksi di luar itu.
Berikut dalil yang berkaitan dengan ta’zir :
عَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ نِيَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ لَا يُجْلَدُ أَحَدٌ فَوْقَ
عَشْرِ جَلَدَاتٍ إِلَّا فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ
Dari Abu Burdah bin Niyar, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seseorang tidak boleh didera lebih dari sepuluh kali deraan, kecuali di dalam salah satu hukum hudud.”[7]
4.      Mukhalafat
Mukhalafat adalah pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan negara.  Syariat telah memberikan hak kepada Khalifah untuk memerintah dan melarang warganya, menetapkan pelanggaran terhadapnya sebagai kemaksiatan, serta menjatuhkan sanksi atas para pelanggarnya.

6. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan (Sains) dan Teknologi
Al-Qur’an adalah kitab suci ilmiah. Banyak ayat yang memberikan isyaratisyarat ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi yang bersifat potensial untuk kemudian dapat dikembangkan guna kemaslahatan dan kesejahteraan hidup manusia. Allah Swt. yang Maha memberi ilmu telah mengajarkan kepada umat manusia untuk dapat menjalani hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. -Qur’an menekankan betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu diisyaratkan pada saat ayat al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yaitu QS. al-‘Alaq: 1-5. Ayat yang pertama kali diturunkan tersebut diawali dengan perintah untuk membaca. Membaca adalah satu faktor terpenting dalam proses belajar untuk menguasai suatu ilmu pengetahuan. Ini mengindikasikan bahwa al-Qur’an menekankan betapa pentingnya membaca dalam upaya mencari dan menguasai ilmu pengetahuan.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.       (QS. Al Alaq : 1-5)          

Ayat lain yang berisi dorongan untuk menguasai ilmu pengetahuan juga dijelaskan dalam QS. al-Mujadalah ayat
:11
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نَٰجَيۡتُمُ ٱلرَّسُولَ فَقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَيۡ نَجۡوَىٰكُمۡ صَدَقَةٗۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٌ لَّكُمۡ وَأَطۡهَرُۚ فَإِن لَّمۡ تَجِدُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
 Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Mujadalah : 11).
Berikut ini beberapa ilmuwan dan penemu muslim dengan penemuan ilmu pengetahuan luar biasa yang sangat berpengaruh terhadap dunia :
1.      Ibnu Sina
Bagi banyak orang, beliau adalah Bapak Pengobatan Modern dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal Qanun fi Thib  merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.
2.      Al Farabi
Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang membahas tentang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rejim yang paling baik menurut  pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah Islam.
3.      Al Battani
Salah satu pencapaiannya yang terkenal dalam astronomi adalah tentang penemuan tahun matahari sebagai 365 hari, 5 jam, 46 menit 24 detik. Al Battani juga menemukan sejumlah persamaan trigonometri, Ia juga memecahkan persamaan sin x = a cos x dan menemukan rumus.

            7. Sejarah dan Peringatan
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa’id. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga jannah atau waa’ad. Di samping itu ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib dan kebalikannya gambaran yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.
Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari sejarah masa lalu atau dengan istilah lain i’tibar.
Berikut beberapa ayat yang berkaitan dengan hal tersebut :

وَكَذَٰلِكَ أَنزَلْنَٰهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا وَصَرَّفْنَا فِيهِ مِنَ ٱلْوَعِيدِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ أَوْ يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْرًا
Dan demikianlah Kami menurunkan Al Qur’an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.(QS. Thaha : 113)

وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ ۖ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا
                                                                               هُمْ يَحْزَنُونَ
               Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.                        (QS. Al An’am:48)
               Allah SWT menghendaki Al-Quran menjadi kabar gembira dan peringatan. Orang yang taat kepada Allah SWT bahagia di dunia dan di akhirat akan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, celakalah bagi mereka yang tidak taat kepada Allah di akhirat akan dimasukan kedalam siksa neraka. Allah SWT akan memberikan ketenteraman dan kebahagiaan dan perlindungan kepada mereka bagi mereka yang mengikuti petunjukNya.

B.     Menerapkan Kandungan Al-Qur’an dalam Kehidupan Sehari-hari
Keyakina terhadap kebenaran Al-Qur’an dan Hadits harus dapat dibuktikan dengan penerapan aturan pedoman hidup dalam kehidupan. Sebagai seorang muslim, beberapa ajaran atau aturan Al-Qur’an dan Hadits yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain sebagai berikut :

1.      Dalam Kehidupan Pribadi
·         Meningkatkan ketekunan dalam mempelajari Al-Qur'an dan hadis.       
                                          خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
·         Mempelajari ayat-ayat kauniyah (alam semesta) dalam rangka meningkatkan keimanan.
Berikut salah satu contoh ayat kauniah.
وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَٰذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَٰذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا
Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. (QS Al-Furqan :53)
·         Memanfaatkan waktu luang untuk menguasai suatu bidang ketrampilan untuk bekal masa depan.
·         Memiliki semangat keilmuan yang tinggi untuk kepentingan dunia dan akhirat.
·         Memperbanyak bergaul dengan orang saleh.



        2.    Dalam Kehidupan Keluarga
Penerapan Al-qur'an dan hadis dalam keluarga, sebagai seorang anak kalian harus:
·         Menaati bimbingan dan anjuran kedua orang tua.
·         Menjaga amanah kedua orang tua.
·         Menjaga nama baik kedua orang tua.
·         Mendoakan kebaikan bagi orang tua.
·         Mengamalkan ilmu-ilmu yang sudah diperoleh. 
Berikut hadis keutamaan berbakti pada kedua orang tua.
رِضَا الرَبِّ فِى رِضَا الوَالِدِ و سُخْطُ الرَبِّ فِى سُخْطِ الوَالِدِ
“Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)]

                       3.   Dalam Kehidupan Bermasyarakat
·         Ikut berperan aktif dalam kehidupan masyarakat selama tidak melanggar norma-norma agama.
·         Menjaga diri dari perilaku yang dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat, baik ucapan, perbuatan, maupun tingkah laku.
·         Menjaga kerukunan dan gemar menolong
·         Rela berkorban demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmonis.


BAB III
KESIMPULAN
Al-Qur'an dan hadis adalah pedoman dan petunjuk arah kehidupan umat Islam. Jadi merupakan kewajiban kita sebagai umat Islam untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena barang siapa tidak mau mengambil Al-Qur'an sebagai pedoman dalam hidupnya maka orang tersebut akan tersesat dan merugi kelak di akhirat.

Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad saw. Sebagai bekal bagi ummatnya, sehingga bisa mengetahui segala hal yang belum ia ketahui, Al-Qur’an mempunyai banyak fungsinya bagi kehidupan manusia dalan kesehariannya, mulai dari sebagai sumber utama orang yang memeluk agama islam, pembeda antara perkara yang hak dan yang bathil, sebagai Asy-syifa bagi orang yang sedang gelisah, dan banyak hal lain yang telah kita ketahui bersama.



           









DAFTAR PUSTAKA
·          Ash Shiddiqieqey, M Hasbi. 1991, Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah. Jakarta: PT Midas Surya Grafindo.
·         Irmayana. 2015. Cerita-cerita Sains Terbaik dari Hadis Nabi. Surakarta: Al Qudwah Publishing
·         Salmah, af Idah. 2015. Cerita-cerita Sains Terbaik dari Al-Qur’an. Surakarta: Al Qudwah Publishing
·         Dib Al Bugha, Musthafa. 2009. Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i. Jakarta:    PT Mizan Publika.
·         Hasan A Ridwan, Fiqih Ibadah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015)
·         Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, , (Riyad: Darussalam, 1999 M.)





[2]  Hasan A Ridwan, Fiqih Ibadah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015)
[3] https://mutiarazuhud.wordpress.com/tag/dalam-ibadah-ghairu-mahdhah
[4] http://www.ilmusaudara.com/2016/03/pengertian-muamalah-menurut-bahasa-dan.html
[5] http://rumahbuku.weebly.com/bangku-ii/fiqh-muamalah-dalam-islam
[6] https://konsultasi.wordpress.com/2007/01/26/apa-saja-bentuk-bentuk-hukuman-dalam-sistem-islam/
[7] Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, , (Riyad: Darussalam, 1999 M.) hlm.373 no.2601

0 comments:

Post a Comment

Monggo Komentarnya. . .