BAB II
PEMBAHASAN
A. Kandungan Al-Qur’an
Secara garis besar pokok-pook kandungan
Al-Qur’an dapat dibagi menjadi 7, yaitu
meliputi :
1. Aqidah
(Tauhid)
Secara
etimologi aqidah berarti keyakinan atau kepercayaan dan secara terminologi
aqidah dapat didefinisikan sebagai suatu kepercayaan yang harus diyakini
sepenuh hati, di nyatakan dengan lisan dan dimanifestasikan dalam perbuatan
kehidupan sehari-hari. Inti pokok ajaran aqidah adalah masalah tauhid, yakni
keyakinan bahwa Allah Maha Esa orang yang tidak meyakininya yakni kafir dan
apabila meyakini adanya Tuhan selain Allah di namakan musyrik. Berikut ini ayat
Al-Quran yang menjelaskan tentang pokok-pokok yang menjelaskan aqidah
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ
الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
﴿٤﴾
"Katakanlah
(Muhammad saw.), Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah Swt. tempat meminta segala
sesuatu. (Allah Swt.) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada
sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. al-Ikhlas: 1-4).
Al Quran Surah Al Ikhlas terdiri
atas 4 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah
sesudah surat An Naas. Dinamakan Al Ikhlas karena surat ini sepenuhnya
menegaskan kemurnian keesaan Allah s.w.t. Pokok-pokok isi Al Quran Surah Al
Ikhlas adalah Penegasan tentang kemurnian keesaan Allah s.w.t. dan menolak
segala macam kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak ada sesuatu yang
menyamai-Nya.
Setiap pemeluk suatu agama memiliki suatu akidah tertentu.
Namun kebenaran akidah hanya ada dalam islam. Karena dia bersumber dari Dzat
yang Maha Mengetahui, yaitu Allah ta’ala. Sehingga karenanya tidak ada
perbedaan antara akidah yang dibawa oleh para Nabi dari masa ke masa.
Adapun akidah yang bathil, mencakup semua akidah yang
bertentangan dengan wahyu. Yaitu akidah yang hanya bersumber dari akal manusia,
atau berasal dari wahyu namun dirubah dan diselewengkan. Seperti akidahnya
orang yahudi bahwa Uzair adalah anak Allah, atau akidahnya orang Nashroni bahwa
al masih adalah anak Allah, atau akidah syiah yang berkeyakinan bahwa Allah
menyesal setelah berkehendak, yang dinamakan akidah bada’.
Dalam definisi syar’i, akidah dalam agama islam bermakna
masalah masalah ilmiyah yang berasal dari Allah dan Rosulnya, yang wajib
bagi setiap muslim untuk meyakininya sebagai pembenaran terhadap Allah dan
Rosul-Nya.[1]
2. Ibadah
Ibadah berasal dari kata ‘abada’ yang artinya mengabdi atau
menyembah. Ibadah adalah mengabdi atau menyembah sepenuhnya kepada Allah SWT
dengan tunduk dan taat patuh kepadanya. Sedangkan kata ibadah menurut bahasa
artinya taat (bahasa arab tha’at), patuh, tunduk, artinya mengikuti semua
perintah dan menjauhi semua larangan yang dukehendaki Allah SWT.[2]
Perkataan ibadah atau ibadat banyak ta’rifnya, berdasarkan
kepada perlainan nadhar (penilikan) para ahli dan maksud yang dikehendaki oleh
masing-masing ahli ilmu.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa penciptaan jin dan manusia
tidak lain adalah untuk beeribadah kepada Allah SWT. Hal ini tertuang dalam
surah Ad Dzariat ayat 56, yaitu :
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ
إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka beribadah kepada Ku” (QS. Adz Dzariyat:56)
Tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah dalam
pengertian yang komprehensif menurut Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah adalah
sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah
SWT berupa perkataan atau perbuatan baik amalan batin ataupun yang dhahir
(nyata). Adapun hakikat ibadah yaitu:
1.
Ibadah adalah tujuan hidup kita. Seperti yang terdapat dalam surat Adz-dzariat ayat 56,
yang menunjukan tugas kita sebagai manusia adalah untuk beribadah kepada Allah.
2.
Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai
dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah.
3.
Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya.
4.
Hakikat ibadah sebagai cinta.
5.
Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu
yang dicintai Allah).
6.
Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk
dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.
Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang
mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan, baik dengan
melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan
hidupnya akan terwujud.
Ibadah
terbagi menjadi dua, yaitu:
1) Ibadah Mahdah (khusus)
Ibadah
mahdah adalah Ibadah yang teknik pelaksanaannya telah diatur secara rinci oleh
Al-Qur’an dan Hadits seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Berikut surah dalam
Al-Qur’an yang merintahkan tentang Ibadah Mahdah.
وَأَقِيمُواْ
الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah
zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”
(QS. Al-Baqarah:43)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian untuk berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu supaya kamu
bertakwa.” (QS.Al-Baqarah:183)
وَأَذِّنْ فِي النَّـاسِ
بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ
عَمِيـقٍ
“Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh,” (QS. Al-Hajj : 27).
2) Ibadah Ghairu Mahdah (Umum)
Ibadah
ghairu mahdhah atau ibadah bersifat umum (‘Amm, ‘ammah ) adalah segala perkara
yang diizinkan-Nya atau dibolehkan-Nya meliputi segala amal kebaikan yakni
segala perkara yang jika dikerjakan mendapatkan kebaikan (pahala) dan jika
ditinggalkan tidak berdosa.
Adalah Ibadah yang teknik
pelaksanaannya tidak diatur secara rinci oleh Al-Qur’an dah Hadits seperti
tolong menolong, dan tidak mengganggu orang lain. Semuanya diserahkan kepada
manusia sendiri. Islam hanya memberi perintah/anjuran, dan prisnip-prinsip umum
saja. Ibadah dalam arti umum contohnya adalah pada QS Al-Maidah ayat 2 mengenai
berbagai macam ibadah yang tidak disebutkan secara rinci yng artinya sebagai
berikut:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحِلُّواْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّهۡرَ
ٱلۡحَرَامَ وَلَا ٱلۡهَدۡيَ وَلَا ٱلۡقَلَٰٓئِدَ وَلَآ ءَآمِّينَ ٱلۡبَيۡتَ
ٱلۡحَرَامَ يَبۡتَغُونَ فَضۡلٗا مِّن رَّبِّهِمۡ وَرِضۡوَٰنٗاۚ وَإِذَا حَلَلۡتُمۡ
فَٱصۡطَادُواْۚ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنََٔانُ قَوۡمٍ أَن صَدُّوكُمۡ عَنِ
ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ أَن تَعۡتَدُواْۘ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ
وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ
ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia
dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji,
Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu
kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya. (QS.
Al Maidah : 2)
Prinsip-prinsip ibadah ghairu mahdhah :
1. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama
Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh dilakukan.
2. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah sehingga
perkara baru (bid’ah) dalam ibadah ghairu mahdhah diperbolehkan. Dalam ibadah
ghairu mahdhah berlaku kaidah usul fiqih “wal ashlu fi ‘aadaatinal ibaahati
hatta yajii u sooriful ibahah” yang artinya “dan hukum asal dalam kebiasaan atau
adat adalah boleh saja sampai ada dalil yang memalingkan dari hukum asal atau
sampai ada dalil yang melarang atau mengharamkannya“.
3. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau
untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau
logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat,
maka tidak boleh dilaksanakan.
4. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.[3]
Manusia harus
menyadari bahwa dirinya ada karena diciptakan oleh Allah, oleh sebab itu
manusia harus sadar bahwa dia membutuhkan Allah SWT dan kebutuhan terhadap
Allah itu diwujudkan dengan bentuk beribadah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya
manusia menyembah dan meminta pertolongan.
3.
Muamalah
Pengertian muamalah menurut bahasa
berasal dari kata 'aamala, yu-'amilu, mu'amalatan yang berarti
hubungan kepentingan antara seseorang dengan orang lain perlakuan atau tindakan
terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata mu'amalah adalah kata yang
aktif atau kata kerja aktif yang harus mempunyai pelaku dua orang
atau lebih yang harus aktif yang berhubngan dengan urusan dunia.
Pengertian muamalah menurut istilah syariat Islam ialah
suatu kegiatan yang mengatur hala-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup
sesama umat manusia untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Sedangkan yang
termasuk dalam kegiatan muamalah diantaranya adalah jual beli, sewa menyewa
utang piutang, pinjam meminjam dan lain sebagainya.[4]
Dalam praktiknya, muamalah didasarkan atas dua sumber hokum
utama yang berupa dalil naqli dan dalil aqli. Berikut ayat yang menerangkan
tentang muamalah .
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ
أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي
عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا
فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا
يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ
وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ
فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ
إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا
مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى
أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى
أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ
فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ
وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّه
كُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ ُ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan
ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika
tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan
dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah itu perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang
demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”(
QS. Al-Baqarah: 282)
ruang lingkup
muamalah yakni; Harta, Hak Milik, Fungsi Uang, Buyu’ (tentang jual beli),
Ar-Rahn (tentang pegadaian), Hiwalah (pengalihan hutang), Ash-Shulhu
(perdamaian bisnis), Adh-Dhaman (jaminan, asuransi), Syirkah (tentang
perkongsian), Wakalah (tentang per-wakilan), Wadi’ah (tentang penitipan),
‘Ariyah (tentang peminjaman), Mudharabah (syirkah modal dan tenaga), Musaqat
(syirkah dalam pengairan kebun), Muzara’ah (kerjasama per-tanian), Kafalah
(pen-jaminan), Taflis (jatuh bangkrut), Al-Hajru (batasan ber-tindak), Ji’alah
(sayembara, pemberian fee), Qaradh (pejaman), transaksi valas, ’Urbun
(panjar/DP), Ijarah (sewa-menyewa), Riba, konsep uang dan kebi-jakan moneter,
Shukuk (surat utang atau obligasi), Faraidh (warisan), Luqthah (barang
tercecer), Waqaf, Hibah, Washiat, Iqrar, Qismul fa’i wal ghanimah (pem-bagian
fa’i dan ghanimah), Qism ash-Shadaqat (tentang pembagian zakat), Ibrak
(pembebasan hutang), Muqasah (Discount), Kharaj, Jizyah, Dharibah,Ushur, Baitul
Mal dan Jihbiz, Kebijakan fiskal Islam, Keadilan Distribusi, Perburuhan
(hubungan buruh dan ma-jikan, upah buruh), monopoli, Pasar modal Islami dan
Reksadana, Asuransi Islam, Bank Islam, Pegadaian, MLM.[5]
4. Akhlak
Akhlak
ditinjau dari segi etimologi yang berarti perangai, tingkah laku, tabiat, atau
budi pekerti. Dalam pengertian terminologis, akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa manusia yang muncul spontan dalam tingkah laku hidup sehari-hari.
Dalam konsep bahasa Indonesia, akhlak semakna dengan istilah etika atau moral.
Akhlak merupakan satu fundamen penting dalam ajaran Islam, sehingga Rasulullah SAW. Menegaskan
dalam sebuah hadis bahwa tujuan diutusnya beliau adalah untuk memperbaiki dan
menyempurnakan akhlak mulia. Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah saw.
bersabda:
إِنَّمَا
بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ
“Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik." (HR. Ahmad)
Nabi Muhammad SAW adalah
model dan suri tauladan bagi umat dalam bertingkah laku dengan akhlak mulia
(karimah). Al-Qur’an merupakan sumber ajaran tentang akhlak mulia itu. Dan
beliau merupakan manusia yang dapat menerapkan ajaran akhlak dari Al-Qur’an tersebut menjadi kepribadian beliau.
5.
Hukum
Hukum sebagai salah satu isi pokok ajaran
al-Qur’an berisi kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan dasar dan menyeluruh
bagi umat manusia. Tujuannya adalah untuk memberikan pedoman kepada umat
manusia agar kehidupannya menjadi adil, aman, tenteram, teratur, sejahtera,
bahagia, dan selamat di dunia maupun di akhirat kelak. Sebagai sumber hukum ajaran
Islam, al-Qur’an banyak memberikan ketentuan-ketentuan hukum yang harus
dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum baik secara global (mujmal) maupun
terperinci (tafsil). Beberapa ayat-ayat alQur’an yang berisi ketentuan hukum
antara lain adalah:
إِنَّا
أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا
أَرَاكَ اللَّـهُ ۚ وَلَا تَكُن لِّلْخَائِنِينَ خَصِيمًا
“Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab
(al-Qur’an) kepadamu (Muhammad saw.) membawa kebenaran, agar engkau mengadili
antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah Swt. kepadamu, dan
janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena
(membela) orang yang berkhianat.” (QS. an-Nisa’ : 105)
Jenis-jenis hukuman dalam Islam ada empat, yakni :
1.
Hudud
Secara bahasa hudud berarti sesuatu yang membatasi di antara dua hal.
Secara syar’i hudud berarti sanksi atas kemaksiatan yang telah ditetapkan
(kadarnya) oleh syariat dan menjadi hak Allah. Disebut hudud karena umunya
mencegah pelaku melakukan kemaksiatan serupa. Sebutan hudud dikhususkan bagi
sanksi kejahatan yang di dalamnya terdapat hak Allah. Hudud hanya dijatuhkan
atas tindakan sebagai berikut. [6]
1.
Zina (pelaku
dirajam (jika muhshan/telah menikah) atau cambuk 100 kali (jika ghayr
muhshan/belum menikah);
2.
Homoseksual (pelaku dibunuh)
3.
Qadzaf/menuduh berzina tanpa disertai 4 orang saksi (pelaku
dicambuk 80kali)
4.
Minum khamr (pelaku dicambuk40/80 kali)
5.
Murtad yang tidak mau kembali masuk Islam (pelaku dibunuh)
6.
membegal/hirâbah
(pelaku dibunuh jika hanya membunuh dan tidak merampas; dibunuh dan disalib
jika membunuh dan merampas harta; dipotong tangan dan kaki secara bersilang
jika hanya merampas harta dan tidak membunuh; dibuang jika hanya meresahkan
masyarakat.
7.
Memberontak
terhadap Negara/bughât (pelaku diperangi dengan perang yang bersifat edukatif,
yakni agar pelakunya kembali taat pada Negara, bukan untuk dihancurkan.
8.
Mencuri (pelaku
dipotong tangannya hingga pergelangan tangan jika memang telah memenuhi syarat
untuk dipotong).
Berikut beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengenai
hudud :
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ
اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Maidah : 38)
إِلَّا ٱلَّذِينَ
تَابُواْ مِنۢ بَعۡدِ ذَٰلِكَ وَأَصۡلَحُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka
(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik."
(QS. An Nur : 4).
2. Jinayat
Jinayat adalah
penganiayaan atau penyerangan atas badan yang mewajibkan adanya qishash
(balasan setimpal) atau diyât (denda). Penganiayaan di sini mencakup
penganiayaan terhadap jiwa dan anggota tubuh. Jenis-jenisnya adalah:
1. Pembunuhan/penganiayaan
yang berakhir dengan pembunuhan;
2. Penganiayaan
tanpa berakhir dengan pembunuhan.
Qishâsh
diberlakukan jika tindakan penganiayaan dilakukan dengan sengaja, sementara
denda (diyât) diberlakukan jika penganiayaan dilakukan tidak dengan sengaja atau
jika tindakan itu kemudian dimaafkan korban. Qishâsh ataupun diyât tidak
diberlakukan jika korban membebaskan pelakunya dengan rela/tidak menuntutnya.
Berikut beberapa ayat Al-Qur’an
mengenai Qishash:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ
النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ
وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَنْ
تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ ۚ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
”Dan
Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa
yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus
dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”
(QS. Al Maidah : 45)
وَلَكُمْ
فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa”.(QS. Al Baqarah:179)
3. Ta’zir
Ta’zir
hukuman edukatif dengan maksud untuk menakut-nakuti. Ta’zir bermakna sanksi
yang dijatuhkan atas melakukan kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada had dan
kafarat. Dalilnya adalah perbuatan Rasulullah. Ta’zir secara umum, terbagi
menjadi :
1. Pelanggaran
terhadap kehormatan
2. Pelanggaran
terhadap kemuliaan
3. Perbuatan
yang merusak akal
4. Pelanggaran
terhadap harta
5. Gangguan
keamanan
6. Pelanggaran
yang berhubungan dengan agama
Hukuman
Ta’zir dapat berupa hukuman mati, cambuk yang tidak boleh lebih dari 10 kali,
penjara, pengasingan, pemboikotan, salib, ganti rugi, penyitaan harta, mengubah
bentuk barang, ancaman yang nyata, nasihat dan peringatan, pencabutan sebagian
hak kekayaan, pencelaan, pewartaan.
Bentuk
sanksi ta‘zîr hanya terbatas pada bentuk-bentuk tersebut. Khalifah atau yang
mewakilinya yaitu qâdhî (hakim) diberikan hak oleh syariat untuk memilih di
antara bentuk-bentuk sanksi tersebut dan menentukan kadarnya; ia tidak boleh
menjatuhkan sanksi di luar itu.
Berikut
dalil yang berkaitan dengan ta’zir :
عَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ نِيَارٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ لَا
يُجْلَدُ أَحَدٌ فَوْقَ
عَشْرِ جَلَدَاتٍ إِلَّا فِي حَدٍّ
مِنْ حُدُودِ اللَّهِ
“Dari Abu Burdah bin Niyar, Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seseorang tidak boleh didera lebih
dari sepuluh kali deraan, kecuali di dalam salah satu hukum hudud.”[7]
4. Mukhalafat
Mukhalafat adalah pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan negara. Syariat telah memberikan hak kepada Khalifah untuk memerintah dan melarang warganya, menetapkan pelanggaran terhadapnya sebagai kemaksiatan, serta menjatuhkan sanksi atas para pelanggarnya.
Mukhalafat adalah pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan negara. Syariat telah memberikan hak kepada Khalifah untuk memerintah dan melarang warganya, menetapkan pelanggaran terhadapnya sebagai kemaksiatan, serta menjatuhkan sanksi atas para pelanggarnya.
6.
Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan (Sains) dan Teknologi
Al-Qur’an adalah kitab
suci ilmiah. Banyak ayat yang memberikan isyaratisyarat ilmu pengetahuan
(sains) dan teknologi yang bersifat potensial untuk kemudian dapat dikembangkan
guna kemaslahatan dan kesejahteraan hidup manusia. Allah Swt. yang Maha memberi
ilmu telah mengajarkan kepada umat manusia untuk dapat menjalani hidup dan
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. -Qur’an menekankan betapa pentingnya
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu diisyaratkan pada saat ayat
al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yaitu QS.
al-‘Alaq: 1-5. Ayat yang pertama kali diturunkan tersebut diawali dengan
perintah untuk membaca. Membaca adalah satu faktor terpenting dalam proses
belajar untuk menguasai suatu ilmu pengetahuan. Ini mengindikasikan bahwa
al-Qur’an menekankan betapa pentingnya membaca dalam upaya mencari dan
menguasai ilmu pengetahuan.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ
مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
(4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia, yang mengajar
(manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya. (QS.
Al Alaq : 1-5)
Ayat lain yang berisi dorongan untuk menguasai ilmu pengetahuan juga dijelaskan dalam QS. al-Mujadalah ayat :11
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نَٰجَيۡتُمُ ٱلرَّسُولَ فَقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَيۡ
نَجۡوَىٰكُمۡ صَدَقَةٗۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٌ لَّكُمۡ وَأَطۡهَرُۚ فَإِن لَّمۡ تَجِدُواْ
فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS.
al-Mujadalah : 11).
Berikut
ini beberapa ilmuwan dan penemu muslim dengan penemuan ilmu pengetahuan luar
biasa yang sangat berpengaruh terhadap dunia :
1. Ibnu
Sina
Bagi banyak orang,
beliau adalah Bapak Pengobatan Modern dan masih banyak lagi sebutan baginya
yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran.
Karyanya yang sangat terkenal Qanun fi Thib merupakan rujukan di bidang
kedokteran selama berabad-abad.
2. Al
Farabi
Karyanya
yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama)
yang membahas tentang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan
hubungan antara rejim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan
hukum Ilahiah Islam.
3. Al Battani
Salah
satu pencapaiannya yang terkenal dalam astronomi adalah tentang penemuan tahun
matahari sebagai 365 hari, 5 jam, 46 menit 24 detik. Al Battani juga menemukan
sejumlah persamaan trigonometri, Ia juga memecahkan
persamaan sin x = a cos x dan menemukan rumus.
7.
Sejarah dan Peringatan
Tadzkir
atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan
ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa’id. Tadzkir juga bisa berupa
kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa
nikmat surga jannah atau waa’ad. Di samping itu ada pula gambaran yang
menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib dan kebalikannya
gambaran yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.
Sejarah
atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang
mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami
kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari
sejarah masa lalu atau dengan istilah lain i’tibar.
Berikut
beberapa ayat yang berkaitan dengan hal tersebut :
وَكَذَٰلِكَ أَنزَلْنَٰهُ قُرْءَانًا
عَرَبِيًّا وَصَرَّفْنَا فِيهِ مِنَ ٱلْوَعِيدِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ أَوْ
يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْرًا
Dan
demikianlah Kami menurunkan Al Qur’an dalam bahasa Arab, dan Kami telah
menerangkan dengan berulang kali di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar
mereka bertakwa atau (agar) Al Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.(QS.
Thaha : 113)
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ
إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ ۖ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلَا
هُمْ
يَحْزَنُونَ
Dan
tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira
dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka
tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (QS. Al
An’am:48)
Allah
SWT menghendaki Al-Quran menjadi kabar gembira dan peringatan. Orang yang taat
kepada Allah SWT bahagia di dunia dan di akhirat akan dimasukkan ke dalam
surga. Sebaliknya, celakalah bagi mereka yang tidak taat kepada Allah di
akhirat akan dimasukan kedalam siksa neraka. Allah SWT akan memberikan
ketenteraman dan kebahagiaan dan perlindungan kepada mereka bagi mereka yang
mengikuti petunjukNya.
B. Menerapkan Kandungan Al-Qur’an dalam Kehidupan
Sehari-hari
Keyakina
terhadap kebenaran Al-Qur’an dan Hadits harus dapat dibuktikan dengan penerapan
aturan pedoman hidup dalam kehidupan. Sebagai seorang muslim, beberapa ajaran
atau aturan Al-Qur’an dan Hadits yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, antara lain sebagai berikut :
1.
Dalam Kehidupan Pribadi
·
Meningkatkan ketekunan dalam mempelajari Al-Qur'an dan hadis.
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ
الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar
Al-Qur`an dan mengajarkannya.”
(HR. Bukhari)
·
Mempelajari ayat-ayat kauniyah (alam semesta) dalam rangka meningkatkan
keimanan.
Berikut
salah satu contoh ayat kauniah.
وَهُوَ
الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَٰذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَٰذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ
وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا
مَحْجُورًا
Dan
Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar
lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya
dinding dan batas yang menghalangi. (QS Al-Furqan :53)
·
Memanfaatkan waktu luang untuk menguasai suatu bidang ketrampilan untuk
bekal masa depan.
·
Memiliki semangat keilmuan yang tinggi untuk kepentingan dunia dan akhirat.
·
Memperbanyak bergaul dengan orang saleh.
2. Dalam Kehidupan Keluarga
Penerapan Al-qur'an dan hadis
dalam keluarga, sebagai seorang anak kalian harus:
·
Menaati bimbingan dan anjuran kedua orang tua.
·
Menjaga amanah kedua orang tua.
·
Menjaga nama baik kedua orang tua.
·
Mendoakan kebaikan bagi orang tua.
·
Mengamalkan ilmu-ilmu yang sudah diperoleh.
Berikut hadis keutamaan berbakti
pada kedua orang tua.
رِضَا الرَبِّ فِى رِضَا الوَالِدِ و سُخْطُ
الرَبِّ فِى سُخْطِ الوَالِدِ
“Ridla
Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada
kemurkaan orang tua” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul
Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)]
3. Dalam Kehidupan Bermasyarakat
·
Ikut berperan aktif dalam kehidupan masyarakat selama tidak melanggar
norma-norma agama.
·
Menjaga diri dari perilaku yang dapat menimbulkan keresahan dalam
masyarakat, baik ucapan, perbuatan, maupun tingkah laku.
·
Menjaga kerukunan dan gemar menolong
·
Rela berkorban demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmonis.
BAB
III
KESIMPULAN
Al-Qur'an dan hadis
adalah pedoman dan petunjuk arah kehidupan umat Islam. Jadi merupakan kewajiban
kita sebagai umat Islam untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena
barang siapa tidak mau mengambil Al-Qur'an sebagai pedoman dalam hidupnya maka
orang tersebut akan tersesat dan merugi kelak di akhirat.
Al-Qur’an
adalah wahyu
Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad saw. Sebagai bekal bagi ummatnya,
sehingga bisa mengetahui segala hal yang belum ia ketahui, Al-Qur’an mempunyai banyak
fungsinya bagi kehidupan manusia dalan kesehariannya, mulai dari sebagai sumber
utama orang yang memeluk agama islam, pembeda antara perkara yang hak dan yang
bathil, sebagai Asy-syifa bagi orang yang sedang gelisah, dan banyak hal lain
yang telah kita ketahui bersama.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Ash Shiddiqieqey, M Hasbi. 1991, Ibadah
Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah. Jakarta: PT Midas Surya Grafindo.
·
Irmayana. 2015. Cerita-cerita
Sains Terbaik dari Hadis Nabi. Surakarta: Al Qudwah Publishing
·
Salmah, af Idah.
2015. Cerita-cerita Sains Terbaik dari Al-Qur’an. Surakarta: Al Qudwah
Publishing
·
Dib Al Bugha,
Musthafa. 2009. Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i. Jakarta: PT Mizan Publika.
·
Hasan A Ridwan, Fiqih Ibadah (Bandung: CV Pustaka Setia,
2015)
·
Ibnu Majah, Sunan
Ibnu Majah, , (Riyad: Darussalam, 1999 M.)
[3]
https://mutiarazuhud.wordpress.com/tag/dalam-ibadah-ghairu-mahdhah
[4]
http://www.ilmusaudara.com/2016/03/pengertian-muamalah-menurut-bahasa-dan.html
[5]
http://rumahbuku.weebly.com/bangku-ii/fiqh-muamalah-dalam-islam
[6]
https://konsultasi.wordpress.com/2007/01/26/apa-saja-bentuk-bentuk-hukuman-dalam-sistem-islam/
[7]
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, , (Riyad: Darussalam, 1999 M.) hlm.373
no.2601
0 comments:
Post a Comment
Monggo Komentarnya. . .