Tuesday, October 2, 2018

Makalah Desain Kurikulum



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
              Pembinaan kurikulum adalah kegiatan yang mengacu pada usaha untuk melaksanakan, mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum yang telah ada, guna memperoleh hasil yang maksimal. Pelaksanakan kurikulum sendiri diwujudkan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan prinsip-prinsip dan tuntutan kurikulum yang dikembangkan sebelumnya bagi pendidikan/ sekolah tertentu.
              Dengan demikian, pembinaan kurikulum di sekolah dilakukan setelah melalui tahap pengembangan kurikulum atau setelah terbentuknya kurikulum baru.
              Pengembangan kurikulum adalah sebuah siklus yang tidak akan pernah ada titik awal dan akhir. Sebab, pengembangan kurikulum ini merupakan suatu proses yang bertumpu pada unsur-unsur dalam kurikulum, yang didalamnya meliputi tujuan, metode, material, penilaian dan umpan balik ( feed back ).
2.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari desain kurikulum ?
2.      Apa saja Prinsip-prinsip dalam mendesain ?
3.      Apa saja macam-macam desain kurikulum ?
4.      Apa saja model-model desain kurikulum ?
5.      Bagaiamana sifat desain kurikulum ?
6.      Bagaimana Pendekatan dalam pengembangan kurikulum ?
3.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian desain kurikulum.
2.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam mendesain.
3.      Untuk mengetahui macam-macam desain kurikulum.
4.      Untuk mengetahui model-model desain kurikulum.
5.      Untuk mengetahui sifat desain kurikulum.
6.      Untuk mengetahui Pendekatan dalam pengembangan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Desain Kurikulum
          [1]Desain berarti suatu proses perencanaan dan seleksi elemen, teknik, dan prosedur dalam melakukan sesuatu yang mencangkup objek, konsep, dan upaya untuk mencapai tujuan ( Pratt, 1980: 5 ). Dalam arti umum, desain kurikulum adalah sebagian dari hasil suatu pemikiran yang mendalam tentang hakikat pendidikan dan pembelajaran ( Pratt,1980: 16 ). Smith dan Ragan ( 2005 ) merinci pengertian tersebut bahwa desain merupakan psoes sistematik dan reflektif dalam menerjemahkan prinsip belajar mengajar ke dalam suatu rancangan pembelajaran yang mencakup materi intruksional, kegiatan belajar, sumber-sumber belajar dan sistem evaluasi ( Richeyb et al., 2011: 2 ).
          [2]Desain kurikulum terkait penyusunan elemen atau komponen kurikulum dalam perencanaan untuk memfasilitasi pengembangan potensi siswa agar mencapai tujuan pendidikan. Dalam banyak literatur, ada empat komponen pokok desain kurikulum, yaitu : ( 1 ). Tujuan ( aims, goals, objectivies ), ( 2 ) mata pelajaran, materi ajar, kegiatann belajar atau pengalaman belajar, ( 3 ) organisasi atau susunan mata pelajaran, materi ajar dan kegiatan belajar dan ( 4 ) evaluasi ( Tylor, 1949: 1 ; 1976 : 16 ; Schubert, 1986 :169 ; Ornstein & Hunkins, 2013: 151 ). Desain kurikulum tersebut melibatkan tiga ide utama : filosofis, teoritis, dan praktis. Filsafat memengaruhi ketiga ide utama tersebut. Ketiganya berpengaruh pula pada interprestasi dan seleksi tujuan, seleksi dan organisasi konten kurikulum, keputusan tentang strategi penyampaian konten kurikulum dan pertimbangan tentang sistem evaluasi keberhasilan kurikulum yang sudah dilaksanakan.
          Sebagai satu sistem,keempat komponen itu saling bersinergi antara satu komponen dengan komponen yang lain. Artinya, satu komponen desain terkait komponen lain sehingga jika satu komponen berubah menyebabkan perubahan pula pada tiga komponen lain. Hal yang sama ditegaskan Giles ( 1942 ) bahwa keempat komponen itu saling berinteraksi satu sama lain, keputusan tentang satu komponen tergantung pada keputusan yang diambil tentang komponen lain ( Ornstein & Hunkins, 1988 : 166 ).
          Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Desain Kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum , hubungan antara satu unsur dengan unsur yang lainnya, prinsip-prinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaanya.

B.     Prinsip-Prinsip dalam Mendesain
       [3]Saylor ( Hamalik; 2007 ) mengajukan delapan prinsip ketika akan mendesain kurikulum, prinsip- prinsip tersebut sbb :
1)      Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan semua jenis pengalaman belajar yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil yang diharapkan.
2)      Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuan pendidikan, khususnya bagi kelompok siswa yang belajar dengan bimbingan guru
3)      Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai kegiatan belajar di sekolah.
4)      Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan kebutuhann,  kapasitas, dan tingkat kematangan siswa.
5)      Desain harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengelaman belajar anak yang diperoleh diluar sekolah dan mengaitkanya dengan kegiatan belajar di sekolah.
6)      Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada pengalaman berikutnya.
7)      Kurikulum harus di desain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak, kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur.
8)      Desain kurikulum harus realistis, layak dan dapat diterima.

C.    Macam- Macam Desain Kurikulum 
1.      Desain Terpusat Mata Pelajaran ( Subject- Centered Desaigns )
          Desain terpusat mata pelajaran merupakan desain kurikulum yang paling umum dipakai di sekolah. Pada desain ini, menu pokok kurikulum adalah pengetahuan sebagai konten pertama kurikulum. Apalagi, buku teks yang menjadi acuan kurikulum sekolah umumnya memuat mata pelajaran sebagai konten utama. Selain itu, secra historis kurikulum sekolah bermula dari pengajaran pengetahuan yang diklasifikasikan ke dalam beberapa mata pelajaran yang terdiri atas beberapa subkategori yaitu sbb :
a)      Desain mata pelajaran, meruapkan desain tertua dan paling populer di dunia pendidikan dan masyarakat. Hal ini disebabkan guru dan anggota masyarakat umumnya dididik di sekolah dengan memakai desain ini. Desain mata pelajaran berasal dari sistem pendidikan Romawi yang memengaruhi kurikulum pendidikan tinggi di Eropa sampai Abad pertengahan. Menjelang akhir Abad ke-19, menurut  Ballantyne ( 2002 , Panitia X di Amerika Serikat merekomondasi bahasa Latin, bahasa Inggris, bahasa-bahasa modern, Fisika, Astronomi, Kimia, Sejarah Alam ( natural history ), sejarah dan Geografi, sebagai kurikulum inti sekolah menengah di Amerika Serikat ( Brady & Kennedy, 2007 : 50 ). Dari sejarah singkat di atas terlihat bahwa pengetahuan yang diajarkan di sekolah berbeda-beda pada waktu yang berbeda pula, sesuai kebutuhan masyarakat bagi kehidupan mereka.
b)       Desain Displin Ilmu ( The Disciplines Design ) atau disebut juga kurikulum akademik muncul sesudah Perang Dunia II. Walau kedua desain mata pelajaran dan desain disiplin sama-sama berisi pengetahuan, tetapi desain mata pelajaran tidak didasarkan fondasi atau orientasi keilumuan yang jelas, jika dibandingkan dengan desain displin akademik, Menurut King dan Brownel ( 1996 ).
c)      Desain Bidang Luas, adalah suatu variasi dari desain mata pelajaran ( subject-centered design ). Desain ini merupakan perubahan dari desain tradisonal.
d)     Desain Korelasi dan Fused Plan, desain ini muncul jika dua displin ilmu, seperti ekonomi dan geografi, dikorelasikan. Desain ini diperlukan jika kita tidak ingin menciptakan desain bidang luas, tetapi dirasa perlu mengaitkan dua bidang studi.
e)      Desain Kurikulum Integrasi, desain ini memberikan kesempatan pada siswa melatih keterampilan pemecahan masalah.
f)       Desain Proses, desain ini mengutamakan prosedur apa saja yang memungkinkan siswa memperoleh kemampuan menganalisis realita, menciptakan kerangka berpikir dan tingkah laku intelektual dalam menghasilkan suatu pengetahuan.
2.      Desain Terpusat Pada siswa
          Desain terpusat pada siswa ( learner-centered desaign ) fokus pada perkembangan individual siswa. Desain ini muncul sebagai respons terhadap keinginan agar pendidikan fokus pada siswa daripada mata pelajaran. Variasi desainnya yaitu sbb :
a)      Desain terpusat kegiatan/pengalaman, teori ini berasal dari teori Rousseau ( 1762, 1911 ) tentang kebutuhan anak atas banyak diskripsi dan keterampilan sehingga pendidkan perlu memberikan kesempatan kepada anak mengobservasi alam agar anak belajar dari alam.
b)      Desain sekolah alternatif, desain ini muncul pada permulaan abad ke-20 yang memicu para reformer pendidikan melakukan perubahan radikal terhadap sekolah tradisonal.
c)      Desain Humanistik, desain ini muncul akibat reaksi atas tekanan yang berlebihan pada kurikulum berbasis disiplin ilmu. Desain humanistik didasarkan pada psikologi humanistik dan konsep , Abraham Maslow ( 1962 ).
3.      Desain Terpusat Masalah
          Desain terpusat masalah ( the problem-centered design ) fokus pada pemecahan masalah kehidupan, individu, dan sosial. Karena cakupan masalah kehidupan sangat luas, desain ini terdiri atas berbagai tema, seperti situsai kehidupan yang selalu muncul , masalah sosial kehidupan umum, masalah kehidupan pemuda,masalah etnis dan masalah rekontruksi sosial. Tekanan desain ini dibatasi pada tiga desain berikut ini :
a)      Desain situasi kehidupan, desain ini diajukan Florence Stratemeyer et al ( 1957 ) yang menyimpulkan bahwa siswa bisa memperoleh pembelajaran yang lebih bermakna jika yang dipelajarinya itu mirip dengan masalah di masyarakat.
b)      Desain inti, kurikulum inti didesain untuk menyediakan pendidikan umum bagi semua siswa terkait masalah kehidupan manusia umumnya. Kekuatan desain ini berkaitan dengan konten yang bertumpu pada pengalaman nyata siswa sendiri, bukan konten yang bermuatan pengalman atau keinginan siswa.
c)      Desain masalah sosial dan rekontruksi, beberapa pendidik percaya kurikulum bisa membantu perbaikan kehidupan sosial masyarakat untuk mencapai kehidupan masa depan yang adil. Desain ini berpikir bahwa kurikulum harus membnatu siswa menyesuaikan diri dengan masyarakat.
D.    Model Desain Kurikulum
problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia( man centered). problem centered design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat dan menekankan pada perkembangan peserta didik.
Dalam kehidupan bersama ini manusia menghadapi masalah – masalah yang harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi, dalam memecahkan masalah – masalah sosial  yang mereka hadapi untuk meningkatkan kehidupan mereka, selain itu anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan, sehingga kurikulum humanistik lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Siswa dipandang sebagai subjek yang menjadi pusat kegiatan pendidikan, siswa memiliki potensi, kemampuan dan kekuatan untuk berkembang.
problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik. Minimal ada dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu The Areas Of Living Design, dan The Core Design.
1.      The Area Of Living Design
Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses ( process objecties) dab yang bersifat isi (content objectivies) diintegrasikan. Ciri lain yaitu menggunakan pengalaman dan situasi – situasi dari peserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang – bidang kehidupan.
Desain ini mempunyai beberapa kelebihan diantaranya :
-          Merupakan the subject matter design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi. Pemisahan antara subject dihilangkan oleh problema – problema kehidupan sosial.
-          Menyajikan bahan ajar yang relevvan, untuk memecahkan masalah – masalah dalam kehidupan.
-          Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang profesional.
-          Motivasi belajar dari peserta didik.
Adapun kerugian dari desain ini adalah :
-          Penentuan lingkup dan sekeuens dari bidang – bidang kehidupan yang sangat esensial sangat sukar.
-          Lemahnya integrasi kurikulum
-          Desain ini mengabaikan warisan budaya 

2.      The Core Design
Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata pelajaran tertentu sebagai inti (core). Pelajaran lainnya dikembangkan disekitar core tersebut. ,enurut konsep ini inti – inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan sosial. The Core Design juga disebut The Core Curriculum. Mayoritas memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan yang memberikan pendidikan umum.
The core curriculum diberikan guru – guru yang memilikipenguasaan dan berwawasan luas, bukan spesialis. Di samping memberikan pengetahuan, nilai – nilai dan keterampilan social, guru – guru tersebut juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan social pribadu peserta didik.
Ada beberapa variasi desain core curriculum yaitu :
a)      The separate subject core.
Salah satu usaha untuk mengatasi keterpisahan antar mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandan mendasari atau menjadi inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.
b)      The correlated core.
Model desain ini pun berkembang dari the separate subjects design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang erat hubungannya.
c)      The fused core.
Kurikulum ini juga berpangkal dari separate subjects, pengintegrasiannya bukan hanya anatara dua atau tiga pelajaran tetapi lebih banyak. Dalam studi ini dikembangkan tema – tema masalah umum yang dapat diinjau dari berbagai sudut pandang.
d)     The actiity/experience core.
Model desain ini berkembang dari pendidikan progresif dan learner centerd design- nya, design ini dipusatkan apada minat – minat dan kebutuhan peserta didik.
e)      The areas of living core.
Desain model ini berpangkal juga pada pendidikan progresif, tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang sebelumnya. Bentuk desain ini dipandang sebagai core design yang paling murni dan paling cocok untuk program pendidikan umum.
f)       The social probelms core.
Model ini pun merupakan produk dari pendidikan progresif. Dalam beberapa hal mode ini sama dengan the areas of living core. Perbedaanya terletak pada the areas of licing core didasarkan atas kegiatan – kegiatan manusia yang universal tetapi berisi hal yang controversial, sedangan the social problems core didasarkan atas problrma – problema yng mendasar dan bersifat controversial. The areas of living core cenderung memelihara dan mempertahankan kondisi yang ada, sedang the social problems core mencoba memberikan penilaian yang sifatnya kritis dari sudut sistem nilai social dan pribadi yang berbeda.
E.     Sifat Desain Kurikulum
Sifat-sifat desain kurikulum antara lain:[4]
1.   Strategis, yaitu karena merupakan instrumen yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
2.   Komprehensif, yang mencakup keseluruhan aspek-aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat.
3.   Integratif, yang mengintegrasikan rencana yang luas, mencakup pengembangan dimensi kualitas dan kuantitas.
4.   Realistik, berdasarkan kebutuhan nyata peserta didik dan kebutuhan masyarakat.
5.   Humanistik, menitikberatkan pada pengembangan sumber daya manusia, baik kuantitatif maupun kualitatif.
6.   Futuralistik, mengacu jauh kedepan dalam merencanakan masyarakat yang maju.
7.   Merupakan bagian integral yang mendukung manajemen pendidikan secara sitematik.
8.   Perencanaan kurikulum mengacu pada pengembangan kompetensi sesuai dengan standar nasional.
9.   Berdesersifikasi untuk melayani keragaman peserta didik.
10.  Bersifat desentralistik, karena dikembangkan oleh daerah sesuai dengan kondisi dan potensi daerah.
F.     Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
1.      Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum[5]
Menurut Wina Sanjaya[6] Dilihat dari cakupan pengembangannya apakah curriculum construction atau curriculum improvement, ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum. Pertama, pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah, dan kedua adalah pendekatan grass roots, atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
1.   Pendekatan Top Down
Dikatan pendekatan top down, disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau dari para pemegang kebijakan (pejabat) pejabat pendidikan seperti dirjen atau para kepala kantor Wilayah.[7]
Pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriclum improvement). Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut.
Langkah Pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Anggota ini terdiri dari para pengawas pendidikan, ahli kurikulum, para ahli dsiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kera. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan umum pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerjauntuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh pengarah tim. Anggota dari kelompok ini adalah para ahli kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, bahkan guru-guru senior yang sudah dianggap berpengalaman. Tugas dari tim ini yaitu merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat atau petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan atau direvisi.
Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setipa sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
Dari langkah-langkah pengembangan seperti di atas, maka tampak jelas bahwa inisiatif penyempurnaan atau perubahan kurikulum mulai dari pemegang kebijakan kurikulum, atau para pejabat yang berhubungan dengan pendidkan, sedangkan tugas guru hanya sebagai pelaksana kurikulum yang telah ditentukan oleh para pemegang kebijakan. Maka dari itulah, proses pengembangan degan pendekatantop down dinamakan juga pendekatan dengan sistem komando.
2.   Pendekatan Grass Roots
Dalam pendekatan ini, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yng lebih luas, makanya pendekatan ni dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok, yaitu: pertama,implementasi kurikulum akan lebh berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional (guru) saja, tetapi siswa, orang tua, dan anggota masyarakat. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum demikian, kerja sama dengan orang tua murid dan masyarakat sangatlah penting. Kerja sama di antara sesama guru dengan sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari model ini.
Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu: (a) kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan profesional guru bertambah baik; (b) kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara pribadi di dalam merevisi kurikulum; (c) jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna; dan (d) hendaknya di antara guru-guru terjadi kontak langsung sehingga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu konsensus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan rencana.
Yang dimaksudkan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. Setidak-tidaknya ada 4 pendekatan dalam pengembangan kurikulum di antaranya, yaitu: pendekatan subyek akademik, pendekatan humanistik, pendekatan teknologi, dan pendekatan rekonstruksi social, Namun disini kami akan menguraikan tiga pendekatan yakni pendekatan subyek akademik, pendekatan humanistic, dan pendekatan teknologi.
a). Pendekatan Subjek Akademis
Pendekatan ini adalah pendekatan yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan.
Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing.
Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan  konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Prioritas pendekatan ini adalah mengutamakan sifat perencanaan program dan juga mengutamakan penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu.
b). Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa atau peserta didik (student-centered) dan mengutamakan perkembangan afektif peserta didik sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistic meyakini bahwa kesejahteraan mental dan emosional peserta didik harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar proses belajar memberikan hasil yang maksimal.
Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Menurut para pakar humanis kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman berharga untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi murid. Bagi mereka tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semua itu merupakan bagian dari cita-cita perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing person).
c). Pendekatan Teknologis
Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis) tersebut.
Kurikulum sebagai model teknologi pendidikan menekankan pada penyusunan program pengajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran ini dapat menggunakan sistem saja, atau juga dengan alat atau media. Selain itu, dapat juga dipadukan. Dalam konteks kurikulum model teknologi, teknologi pendidikan mempunyai dua aspek, yakni hardware berupa alat benda keras seperti proyektor, TV, LCD, radio, dan sebagainya, dan software berupa teknik penyusunan kurikulum, baik secara mikro maupun makro. Teknologi yang telah diterapkan adakalanya berupa PPSI atau Prosedur Pengembangan Sitem Intruksional, pelajaran berprogram dan modul.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum.
Macam-macam desain kurikulun antara lain: Desain terpusat pada siswa, desain terpusat pada mata pelajaran dan desain terpusat pada masalah.
Dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu The Areas Of Living Design, dan The Core Design
Sifat-sifat desain kurikulum, yaitu strategis, komprehensif, integratif, realistik, humanistik, futuralistik, Merupakan bagian integral, perencanaan kurikulum mengacu pada pengembangan kompetensi sesuai dengan standar nasional, berdesersifikasi untuk melayani keragaman peserta didik, bersifat desentralistik.
Pendekatan dalam pengembangan kurikulum ada 2 pendekatan yaitu, pendekatan top down dan pendekatan grass roots. Pada pendekatan grass roots dicabangkan kembali menjadi 3 pendekatan dalam pengembangan kurikulum di antaranya, yaitu: pendekatan subyek akademik, pendekatan humanistik, dan pendekatan teknologi
Daftar pustaka
Ansyar, Mohamad. 2015. Hakikat, fondasi, desain dan pengembangan. Jakarta : kencana.
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.



[1] Prof.Mohamad Ansyar, Ph.D.,kurikulum ( hakikat, fondasi, desain, dan pengembangan), (Jakarta : Kencana ), hlm. 261
[2]
[3] https://www.google.co.id/amp/s/dhyrahcahayacinta.wordpress.com/2013/04/20/makalah-desain-kurikulum/amp/.
[5] http://sunthreetraveller.blogspot.com/2017/03/bab-i-pendahuluan-a.html, diakses pada tanggal 5 Agustus 2018 pukul 20.40
[6] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm. 77
[7] Ibid, hlm. 78

0 comments:

Post a Comment

Monggo Komentarnya. . .