MAKALAH
AL-QUR’AN DAN AL-HADIST
Disusun untuk memenuhi tugas
kelompok 3
Mata kuliah Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu : Haliemah Noor
Qathrunnada, M. Pd.I
Disusun Oleh :
Anisi
Inez
Sri Amalia
Muhammad Fauzan
PGMI A Semester 1
2017
INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
Jl. Widarasari III Tuparev Cirebon
Telp./Fax. : {0231} 246215
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua ke jalan kebenaran
yang diridhoi Allah SWT.
Tujuan
kami membuat makalah ini adalah tiada lain untuk memperkaya ilmu pengetahuan
kita semua dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Studi Islam. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali
kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam isi.
Akhir kata kami
mengharapkan adanya kritik dan saran atas kekurangan kami dalam penyusunan
makalah ini, dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan berguna, khususnya bagi kami yang membuat dan umumnya bagi
yang membaca makalah ini, dan mudah-mudahan mendapat berkah dari Allah
SWT.Amin.
Penulis
Anisi, dkk
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Al-Qur’an adalah kitab suci umat yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril.Penurunannya sendiri terjadi
secara bertahap antara tahun 610 M hingga
wafatnya Beliau 632 M. Al-Qur’an diturunkan sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW,
yaitu mukjizat yang paling
besar dari sekian banyaknya mukjizat yang pernah ada.
Al-Qur’an diturunkan supaya menjadi mukjizat mengembangkan risalah dan
menyampaikan apa-apa yang diterimanya dari Allah.Untuk itu, Allah menurunkan
Al-Qur’an yang susunan arti hukum-hukum dan pengetahuan yang di bawakannya
mengandung unsur-unsur mukjizat.
Hadits (bahasa arab:حَدِيْث
ejaan KBBI: Hadist) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad SAW. Hadits sebagai
sumber hukum dalam agam Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber
hukum di bawah Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Al-Qur’an ?
2. Dimana Al-Quran di turunkan ?
3. Bagaimana Sejarah Perkembangan dan Penulisan
Al-Quran ?
4. Sebutkan Nama-Nama lain dari Al-Quran !
5. Sebutkan Adab-Adab terhadap Al-Quran !
Secara bahasa (Etimologi) Al-Qur’an merupakan mashdar (kata benda) dari
kata kerja Qoro-‘a yang berarti membaca sedangkan secara syari’at (terminologi)
Al-Qur’an adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul yang menjadi
penutup para Nabi-Nya, Muhammad
SAW, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR y7øn=tã tb#uäöà)ø9$# WxÍ\s? ÇËÌÈ
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami
telah menurunkan Al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.
“(Al-Insaan:23)
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& $ºRºuäöè% $wÎ/ttã öNä3¯=yè©9 cqè=É)÷ès? ÇËÈ
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya kami
menurunkanyya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya.”(Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga Al-Qur’an yang
agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya.
Allah ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya,
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
“Sesungghnya Kami-lah yang menurunkan
Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”(Al-Hijr:9)
Al-Qur’an disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui tulisan
atau bacaan dari satu generasi ke generasi berikutnya.Dan terpelihara dari
perubahan dan pergantian.Sebagaimana telah disebutkan bahwa sedikitpun tidak
ada keraguan atas kebenaran dan kepastian isi Al-Qur’an itu, dengan kata lain
Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah SWT.Oleh karena itu hukum-hukm yang
terkandung di dalam Al-Qur’an merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh
manusia sepanjang masa.
Al-Qur’an
turun di dua tempat yaitu :
a. Di Mekkah atau yang disebut ayat Makiyah.
Pada umumnya berisikan soal-soal kepercayaan atau ketuhanan, mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya, ayat-ayatnya pendek dan ditujukan kepada seluruh
ummat. Banyaknya sekitar 2/3 seluruh ayat-ayat Al-Qur’an.
b. Di Madinah atau yang disebut Ayat
Madaniyah. Ayat-ayatnya panjang, berisikan peraturan yang mengatur hubungan
sesama manusia mengenai larangan, suruhan, anjuran, hukum-hukum dan
syari’at-syari’at, akhlaq, hal-hal mengenai keluarga, masyarakat, pemerintah,
perdagangan, hubungan manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan
lain sebagainya.
Penulisan ayat-ayat al-Qur'an dilakukan serta diselesaikan oleh Nabi Muhammad yang merupakan
seorang Arab, dan Allah yang mengumpulkan serta menyusun bacaan Al-Qur'an
supaya kemudian Nabi
Muhammad mengikuti bacaan tersebut. Pertanggungjawaban isi Al-Qur'an
berada pada Allah, sebab kemurnian dan keaslian Al-Qur'an dijamin oleh Allah.
Sementara itu sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa transformasi Al-Qur'an
menjadi teks saat ini tidak diselesaikan pada zaman nabi Muhammad, melainkan
proses penyusunan Al-Qur'an berlangsung dalam jangka waktu lama sejak masa
Khulafaur Rasyidin hingga khalifah Utsman bin Affan.
1.
Masa Nabi Muhammad
Menurut
riwayat para ahli tafsir, ketika Nabi Muhammad masih hidup, terdapat beberapa
orang yang ditunjuk untuk menulis Al-Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah
kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan
tulang belulang binatang.
2.
Masa Khulafaur Rasyidin
a.
Pemerintahan Abu Bakar
pertempuran (dalam perang yang
dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya
beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut
lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an
yang saat itu tersebar di antara para sahabat.
Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai
koordinator pelaksanaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan
Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu
Bakar.Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf
tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf
dipegang oleh anaknya yakni Hafshah yang juga istri Nabi
Muhammad.
b.
Pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan,
terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan
oleh adanya perbedaan dialek(lahjah)
antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf
standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis
penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah
cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan
standardisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan
diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil
mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam pada masa
depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Menurut sebagian ahli tafsir, terdapat banyak istilah dalam
berbagai ayat Al-Qur'an yang dianggap merujuk sebagai nama lain
Al-Qur'an. Berikut nama-nama lain dari Al-Quran :
·
Al-Furqan (Pembeda
benar salah)
·
Adz-Dzikr (Pemberi peringatan)
·
Al-Mau'idhah (Pelajaran/nasihat)
·
Al-Hukm (Peraturan/hukum)
·
Al-Hikmah (Kebijaksanaan)
·
Asy-Syifa (Obat/penyembuh)
·
Al-Huda (Petunjuk)
·
At-Tanzil (Yang
diturunkan)
·
Ar-Rahmat (Karunia)
·
Ar-Ruh (Ruh)
·
Al-Bayan (Penerang)
·
Al-Kalam (Ucapan/firman)
·
Al-Busyra (Kabar
gembira)
·
An-Nur (Cahaya)
·
Al-Basha'ir (Pedoman)
·
Al-Balagh (Penyampaian/kabar)
·
Al-Qaul (Perkataan/ucapan)
Seorang
Muslim yang baik selalu beradab terhadap al-Qur’ân dengan adab-adab yang utama,
di antaranya:
1.
Beriman Kepada Al-Quran
Ini adalah adab
dan kewajiban terbesar. Beriman kepada al-Qur’ân artinya meyakini segala
beritanya, mentaati segala perintahnya, dan meninggalkan segala larangannya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ
وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ
وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ
ضَلَالًا بَعِيدًا
Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. [an-Nisâ’/4:136]
2.
Tilawah
Sesungguhnya
membaca al-Qur’ân merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung. Banyak sekali
ayat-ayat dan hadits-hadits shahîh yang menunjukkan hal ini. Namun sayang,
banyak umat Islam di zaman ini yang lalai dengan ibadah ini.
Sebagian orang membaca al-Qur’ân, tetapi dengan tergesa-gesa atau dengan cara
yang cepat, seolah-olah sedang diburu musuh! Padahal Allah Azza wa Jalla telah
memerintahkan kita agar membaca al-Qur’ân dengan tartîl (perlahan-lahan). Allah
Azza wa Jalla berfirman:
وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
Dan bacalah al-Qur`ân itu dengan perlahan-lahan. [al-Muzammil/73:4]
3.
Mempelajari dan Mentadaburi
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menurunkan
al-Qur’ân antara lain dengan hikmah agar manusia memperhatikan ayat-ayatnya,
menyimpulkan ilmunya, dan merenungkan rahasianya. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ
مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini
adalah sebuah kitab yang penuh dengan berkah, Kami turunkan kepadamu supaya
mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai fikiran. [Shâd/38:29]
4.
Ittiba’
Setiap orang sangat membutuhkan rahmat Allah Azza wa Jalla . Namun,
apa sarana untuk meraih rahmat-Nya? Mengikuti al-Qur’ân itulah cara mendapatkan
rahmat Allah Azza wa Jalla , sebagaimana firman-Nya:
وَهَٰذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ
مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan
al-Qur`ân itu adalah kitab yang Kami turunkan, yang diberkati, maka ikutilah ia
dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat. [al-An’âm/6:155]
5.
Berhukum dengan Al-Quran
Sesungguhnya kewajiban pemimpin umat adalah
menghukumi rakyat dengan hukum Allah Azza wa Jalla , yaitu berdasarkan
al-Qur’ân dan Sunnah. Dan kewajiban rakyat adalah berhukum kepada hukum Allah Azza wa
Jalla .
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ
إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا ۚ وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ
يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ
الْمُمْتَرِينَ
Maka
patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah
menurunkan kitab (al-Qur’ân) kepada kamu dengan terperinci. Orang-orang yang
telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa al-Qur’ân itu
diturunkan dari Rabbmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali
termasuk orang yang ragu-ragu. [al-An’âm/6:114]
Rumusan Masalah
·
Apa Pengertian Hadits ?
·
Sebutkan Struktur Hadits !
·
Sebutkan Klasifikasi Hadits !
·
Apa Pengertian Hadits Qudsi ?
·
Sebutkan Istilah-istilah dalam Ilmu Hadits !
Hadits secara harfiah berarti "berbicara", "perkataan" atau
"percakapan". Dalam terminologi Islam (istilah) hadits berarti melaporkan, mencatat sebuah
pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad.
Menurut istilah ulama ahli
hadits, hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: تقرير, translit. taqrīr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat
sebagai Nabi sehingga arti hadits di sini semakna dengan sunnah.
Kata hadits yang mengalami
perluasan makna sehingga disinonimkan dengan Sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda),
perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif, maka
kata tersebut adalah kata benda.
Secara struktur hadits terdiri
atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur)
dan matan (redaksi).
a. Sanad
Sanad ialah rantai penutur/rawi (periwayat)
hadits. Rawi adalah masing-masing orang yang menyampaikan hadits tersebut. yang
perlu dicermati dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya ialah :
·
Keutuhan
sanadnya
·
Jumlahnya
·
Perawi
akhirnya
Rawi
Rawi
adalah orang-orang yang menyampaikan suatu hadits. Sifat-sifat rawi yang ideal
adalah:
·
Bukan
pendusta atau tidak dituduh sebagai pendusta
·
Tidak
banyak salahnya
·
Teliti
·
Tidak
dikenal sebagai orang yang ragu-ragu (peragu)
·
Kuat
ingatannya (hafalannya)
·
Tidak
sering bertentangan dengan rawi-rawi yang kuat
·
Sekurangnya
dikenal oleh dua orang ahli hadits pada jamannya.
b. Matan
Matan ialah redaksi dari hadits,
dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga
ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya
sendiri"
Terkait dengan matan atau
redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadits ialah:
·
Ujung
sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
·
Matan
hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat
sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan
ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).
Hadits dapat diklasifikasikan
berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai
sanad, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau
tidaknya hadits bersangkutan).
§ Berdasarkan ujung sanad
Berdasarkan klasifikasi ini
hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni ’Marfu (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqthu’:
·
Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik
secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'.
§ Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan klasifikasi ini
hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Mursal, Munqathi’, Mu’allaq, Mu’dlal dan Mudallas.
Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan
dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
·
Hadits Musnad. Sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang
dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu.
·
Hadits Mursal, bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang
tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah
·
Hadits
Munqathi’, bila sanad putus pada salah satu penutur, atau pada
dua penutur yang tidak berturutan, selain shahabi.
·
Hadits
Mu’dlal, bila sanad terputus pada dua generasi penutur
berturut-turut.
·
Hadits Mu’allaq, bila sanad terputus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias
tidak ada sanadnya.
·
Hadits Mudallas, bila salah satu rawi mengatakan "..si A berkata .."
atau "Hadits ini dari si A.." tanpa ada kejelasan "..kepada
saya.."; yakni tidak tegas menunjukkan bahwa hadits itu disampaikan
kepadanya secara langsung.
§ Berdasarkan jumlah penutur
Jumlah penutur yang dimaksud
adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan
beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan
klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits mutawatir dan hadits
ahad.
·
Hadits Mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari
beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk
berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad
dan jumlah penutur pada tiap lapisan generasi (thaqabah) berimbang.
·
Hadits Ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak
mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis
antara lain :
o
Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan
terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain mungkin terdapat banyak
penutur)
o
Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu
lapisan, pada lapisan lain lebih banyak)
o
Masyhur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih
penutur pada salah satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih banyak) namun
tidak mencapai derajat mutawatir. Dinamai juga hadits mustafidl.
§ Berdasarkan Tingkat Keaslian
Kategorisasi tingkat keaslian
hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap
tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits
pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, dla'if dan
maudlu'.
·
Hadits Hasan, bila hadits yang tersebut
sanadnya bersambung, namun ada sedikit kelemahan pada rawi(-rawi)nya.
·
Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang
sanadnya tidak bersambung (dapat berupa hadits mauquf, maqthu’, mursal,
mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang
tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
·
Hadits Maudlu’, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam
rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
Hadits qudsi ialah hadits yang berisi perkataan Rasulullah mengenai firman Allah yang diwahyukan secara langsung. Makna hadits ini berasal
dari Allah, akan tetapi—berbeda dengan Alquran--, kata-katanya adalah kata-kata Rasulullah. Hadits qudsi ini,
sebagian, kemudian disampaikan kepada sahabat-sahabat Rasul yang tertentu.
Karenanya, tingkat kesahihan hadits qudsi ini serupa dengan hadits yang
lain-lain, dan diukur dengan cara yang serupa pula di atas.
Berdasarkan siapa yang
meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadits antara
lain:
·
Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang
sama, dikenal dengan hadits Bukhari dan Muslim
·
As-Sab'ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah
·
As-Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut di
atas selain Ahmad bin Hambal (Imam Ibnu Majah)
·
Al-Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut di atas
selain Imam Bukhari dan Imam Muslim
·
Al-Arba'ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas
selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim
·
Ats-Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas
selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.
Prof. DR. Rosihon Anwar, M.Ag, dkk. 2011. Pengantar Studi Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsrai. 2012. Adab Terhadap
Al-Quran. https://almanhaj.or.id/3401-adab-terhadap-al-quran.html
0 comments:
Post a Comment
Monggo Komentarnya. . .