Thursday, January 18, 2018

Makalah Cara Menetapkan Awal dan Akhir Bulan Ramadhan



MAKALAH
FIQIH IBADAH
Cara (Metode) Menetapkan Awal dan Akhir Bulan Ramadhan
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok 5
Mata kuliah Fiqih
Dosen Pengampu : Drs. KH. Abd. Hayi Imam, M.Ag


Disusun Oleh :
Muhammad Fauzan
Renita
Neng Linda Alawiyah
Melisa Idana
Inez
Livya Farah Dina
PGMI A Semester 1
2017
INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON

Jl. Widarasari III Tuparev Cirebon Telp./Fax. : {0231} 246215

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Cara (Metode) Menetapkan Awal dan Akhir Bulan Ramadhan.
Pembuatan makalah ini merupakan tugas mata kuliah Fiqih yang di kerjakan secara kelompok.
            Makalah ini berisi tentang Metode penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan, dalil yang digunakan dalam menetapkan awal dan akhir bulan Ramadhan, serta faktor yang menjadi penyebab dalam menetapkan awal dan akhir bulan Ramadhan; yang mana penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dan pastinya bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dengan itu penyusun sangat berterima kasih banyak kepada semua belah pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa banyak kekurangan baik dari dalam susunan bahasa maupun penulisan. Oleh sebab itu terbuka bagi penyusun saran dan kritik dari pembaca kepada penyusun, sehingga penyusun dapat memperbaiki karya tulis ini.
Penyusun berharap semoga makalah ini memberikan manfaat dan inpirasi kepada pembaca.
Cirebon, Oktober 2017

Penyusun





DAFTAR ISI












BAB I

PENDAHULUAN


Salah satu hal yang membedakan antara penanggalan Hijriah dengan kalender lainnya adalah peraturan yang digunakan. Peraturan penanggalan hijriah disandarkan pada Al Qur’an dan Hadis yang sekaligus sebagai sumber hukum dalam agama Islam. Beberapa aturan dasar penanggalan Hijriah adalah :
1.    Satu tahun terdiri dari 12 bulan. Hal ini didasarkan firman Allah (QS. Attaubah : 36) yang artinya, “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram”.
2.    Awal bulan ditandai dengan hilal. Hal ini didasarkan pada firman Allah (QS. Al-Baqarah : 189) yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”.
3.         Satu bulan Hijriah itu terdiri dari 29 hari atau 30 hari. Hal ini didasarkan pada beberapa Hadis Nabi yang berkaitan dengan puasa di antaranya, “Sebulan itu adalah sekian dan sekian, kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada perkataan yang ketiga, maka berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah (mengakhiri puasa) kamu karena melihat hilal. Jika hilal tertutup oleh awan, maka pastikanlah bilangan hari pada bulan itu lamanya menjadi 30 hari” (HR. Muslim).
Berdasarkan Al Quran dan Hadis Nabi tersebut, para ulama sepakat bahwa penanggalan Hijriah merupakan sistem penanggalan yang didasarkan pada pergerakan Bulan dalam mengelilingi Bumi (Lunar Calendar) dan awal bulan ditandai dengan hilal.
Dalam praktiknya, penanggalan Hijriah hingga kini-belum mempunyai peraturan baku yang dipergunakan secara internasional, sehingga dalam penetapan awal maupun akhir bulan terutama dalam penetapan awal dan akhir Ramadhan masih sering terjadi perbedaan. Banyak faktor yang menjadi penyebab perbedaan tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    CARA PENETAPAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN

Hampir setiap tahun kaum muslimin disibukkan dengan masalah “kapan memulai puasa dan kapan berhari raya?”. Para pemimpin dan pengurus ormas-ormas dan lembaga-lembaga Islam disibukkan berijtihad untuk memastikan kapan puasa tahun itu dimulai dan berakhir, sementara masyarakat dibingungkan dengan berbagai keputusan yang dibuat oleh ormas-ormas dan lembaga-lembaga Islam yang terkadang keputusannya berbeda-beda. Tidak jarang karena perbedaan-perbedaan tersebut, timbul kesalahpahaman dan gesekan-gesekan diantara masyarakat, ada yang membenarkan apa yang diputuskan oleh ormas atau lembaga yang diikutinya dan menganggap salah terhadap yang lain.
Pada masa Rasulullah, para sahabat dan tabi’in tidak pernah terjadi perbedaan di dalam penetapan awal Ramadhan, awal Syawal dan awal Dzulhijjah, semua didasarkan atas rukyatul hilal (melihat hilal dengan mata kepala) atau istikmal (menggenapkan bulan Sya’ban dan Ramadhan menjadi 30 hari) apabila rukyat tidak berhasil disebabkan karena cuaca mendung atau faktor lainnya.
Namun setelah ilmu pengetahuan mengalami kemajuan, pengertian tentang rukyatul hilal mengalami pergeseran. Ada yang memaknainya tetap seperti semula, yaitu melihat rukyat dengan mata kepala dan ada yang memaknainya dengan melihat hilal dengan ilmu pengetahuan atau hisab.
Dari perbedaan makna rukyatul hilal itulah maka penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal sekarang ini paling tidak ada dua macam cara, diantaranya adalah :
1.     Rukyatul Hilal (Melihat Bulan Sabit)
2.     Menyempurnakan/menggenapkan Bulan Sya’ban menjadi 30 hari
a.    Cara pertama: rukyatul hilal
Kenapa dinamakan Hilal ?
Al-Hilal berasal dari kata (هَلَّ-أَهَلَّ) yang artinya tampak atau terlihat. Dinamakan demikian, karena merupakan bentuk Bulan Sabit  yang pertama kali tampak pada awal bulan.
a.     Ar-Ru`yah: artinya melihat atau mengamati dengan menggunakan mata atau penglihatan.
b.    Al-Hilâl: Bulan sabit yang paling awal terlihat pada permulaan bulan (asy-syahr).
Melihat hilal (bulan baru/sabit) setelah ijtima’ (konjungsi) dan setelah wujud/muncul di atas ufuk pada akhir bulan dengan mata telanjang atau melalui alat.
Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh semua orang sepanjang yang bersangkutan tidak termasuk cacat penglihatan. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi umat pada awal keislaman di mana mayoritas kaum muslimin pada waktu itu masih banyak yang belum bisa baca dan tulis.
Jumhur ulama mencukupkan bahwa hasil rukyat yang dilakukan seorang muslim yang dapat dipercaya dan tidak cacat dalam agamanya (adil) dapat dijadikan sebagai landasan untuk memutuskan tentang awal bulan Ramadhan. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Umar dia berkata bahwa ketika semua orang sedang memantau awal bulan maka sayalah yang melihatnya, lalu saya laporkan kepada Nabi kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan menyuruh seluruh kaum muslimin untuk berpuasa”. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni).

b.    Cara kedua: Menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari
Ketika para perukyat tidak berhasil melihat hilal pada tanggal 29 bulan Sya`ban baik keadaan langit berawan, mendung atau cerah, maka cara menentukan awal bulan Ramadhan dalam keadaan seperti ini adalah menjadikan bilangan bulan Sya`ban menjadi tiga puluh.

B.     DALIL YANG DIGUNAKAN OLEH AHLI HISAB DAN AHLI RUKYAT

Berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
لاَ تَصُوْمُوا حتَّى تَرَوا الْهِلاَلَ، وَلاَ تُفْطِرُوا حتى تَرَوْهُ.
Janganlah berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian melihat hilal dan janganlah berhari raya sehingga kalian melihat hilal.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits lain menegaskan bahwa cara menentukan awal Ramadhan adalah dengan melihat bulan sabit.
صُوْمُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
berpuasalah jika telah melihat hilal dan berharirayalah bila telah melihat hilal”. (HR Bukhari dan Muslim).

Pandangan ini didasarkan kepada Sabda Nabi SAW:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ

Dari Abu Hurairah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” berpuasalah jika telah melihat hilal dan berharirayalah bila telah melihat hilal, apabila terhalang oleh mendung maka sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari”. (HR Bukhari dan Muslim).

”Bulan (Sya’ban) itu dua puluh sembilan malam, maka janganlah puasa hingga kalian melihatnya (hilal) apabila terhalang olehmu mendung maka sempurnakan menjadi tiga puluh malam.” (HR Bukhari)


C.    FAKTOR LAIN YANG MENJADI PENYEBAB BERBEDANYA PENETAPAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN

Tidak hanya masalah perbedaan pemahaman terhadap nash-nash al-Quran maupun as-Sunah yang menjadi penyebab perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadhan, namun banyak faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya, diantaranya adalah :
·       Masih adanya perbedaan pemahaman tentang definisi hilal.
·       Adanya perbedaan di antara para ahli hisab terhadap sistem hisab yang digunakan.
·       Sementara itu ada juga perbedaan di antara para ahli rukyat sendiri, perbedaan itu antara lain dalam masalah rukyat siapakah yang dapat diterima, apakah harus melalui sumpah atau tidak dan berapa batas minimal orang yang melihat bulan sehingga rukyat tersebut dapat dijadikan keputusan, dan apakah hasil rukyat harus didukung hasil hisab, sehingga jika bertentangan dengan hasil hisab maka hasil rukyat tidak diterima. Selain itu, para ahli rukyat belum sepakat tentang mathla, jangkauan berlakunya hasil rukyat, apakah hasil rukyat di suatu Negara dapat dijadikan dasar penetapan awal dan akhir Ramadhan bagi Negara lain.









DAFTAR PUSTAKA

Abu ‘Amr Ahmad Alfiyan. 2013. Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan dengan Rukyatul Hilal atau Hisab Falaki ?. Jember.
Muhammad Rofiudin. 2017. Cara Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan. https://rofiudin23.wordpress.com/all-about-education/cara-penetapan-awal-dan-akhir-ramadhan/
Iman Santoso, Lc. 2012. Cara Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan. https://www.dakwatuna.com/2010/08/10/6854/cara-menentukan-awal-dan-akhir-ramadhan/#axzz4vl6IEBrS

0 comments:

Post a Comment

Monggo Komentarnya. . .