MAKALAH
FIQIH IBADAH
Cara (Metode) Menetapkan Awal dan Akhir Bulan Ramadhan
Disusun untuk
memenuhi tugas kelompok 5
Mata kuliah Fiqih
Dosen Pengampu
: Drs. KH. Abd.
Hayi Imam, M.Ag

Disusun Oleh :
Muhammad Fauzan
Renita
Neng Linda Alawiyah
Melisa Idana
Inez
Livya Farah Dina
PGMI A Semester 1
2017
INSTITUT AGAMA
ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
Jl. Widarasari III Tuparev Cirebon Telp./Fax. : {0231}
246215
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah memberikan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Cara (Metode) Menetapkan Awal dan Akhir
Bulan Ramadhan.
Pembuatan
makalah ini merupakan tugas mata kuliah Fiqih yang di kerjakan secara kelompok.
Makalah ini berisi tentang Metode
penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan, dalil yang digunakan dalam menetapkan
awal dan akhir bulan Ramadhan, serta faktor yang menjadi penyebab dalam
menetapkan awal dan akhir bulan Ramadhan; yang mana penyusun telah berusaha
semaksimal mungkin dan pastinya bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusun
mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dengan itu penyusun sangat
berterima kasih banyak kepada semua belah pihak yang telah membantu
terselesainya makalah ini.
Penyusun
menyadari sepenuhnya bahwa banyak kekurangan baik dari dalam susunan bahasa
maupun penulisan. Oleh sebab itu terbuka bagi penyusun saran dan kritik dari
pembaca kepada penyusun, sehingga penyusun dapat memperbaiki karya tulis ini.
Penyusun
berharap semoga makalah ini memberikan manfaat dan inpirasi kepada pembaca.
Cirebon, Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu hal yang membedakan antara penanggalan Hijriah dengan
kalender lainnya adalah peraturan yang digunakan. Peraturan penanggalan hijriah
disandarkan pada Al Qur’an dan Hadis yang sekaligus sebagai sumber hukum dalam
agama Islam. Beberapa aturan dasar penanggalan Hijriah adalah :
1.
Satu
tahun terdiri dari 12 bulan. Hal ini didasarkan firman Allah (QS. Attaubah :
36) yang artinya, “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas
bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram”.
2.
Awal
bulan ditandai dengan hilal. Hal ini didasarkan pada firman Allah (QS.
Al-Baqarah : 189) yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat)
haji”.
3.
Satu
bulan Hijriah itu terdiri dari 29 hari atau 30 hari. Hal ini didasarkan pada
beberapa Hadis Nabi yang berkaitan dengan puasa di antaranya, “Sebulan itu
adalah sekian dan sekian, kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada
perkataan yang ketiga, maka berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan
berbukalah (mengakhiri puasa) kamu karena melihat hilal. Jika hilal tertutup
oleh awan, maka pastikanlah bilangan hari pada bulan itu lamanya menjadi 30
hari” (HR. Muslim).
Berdasarkan Al Quran dan Hadis Nabi tersebut, para ulama sepakat
bahwa penanggalan Hijriah merupakan sistem penanggalan yang didasarkan pada
pergerakan Bulan dalam mengelilingi Bumi (Lunar Calendar) dan awal bulan
ditandai dengan hilal.
Dalam praktiknya, penanggalan Hijriah hingga kini-belum mempunyai
peraturan baku yang dipergunakan secara internasional, sehingga dalam penetapan
awal maupun akhir bulan terutama dalam penetapan awal dan akhir Ramadhan masih
sering terjadi perbedaan. Banyak faktor yang menjadi penyebab perbedaan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. CARA PENETAPAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN
Hampir setiap tahun kaum muslimin disibukkan dengan masalah “kapan
memulai puasa dan kapan berhari raya?”. Para pemimpin dan pengurus ormas-ormas
dan lembaga-lembaga Islam disibukkan berijtihad untuk memastikan kapan puasa
tahun itu dimulai dan berakhir, sementara masyarakat dibingungkan dengan
berbagai keputusan yang dibuat oleh ormas-ormas dan lembaga-lembaga Islam yang
terkadang keputusannya berbeda-beda. Tidak jarang karena perbedaan-perbedaan tersebut, timbul
kesalahpahaman dan gesekan-gesekan diantara masyarakat, ada yang membenarkan
apa yang diputuskan oleh ormas atau lembaga yang diikutinya dan menganggap
salah terhadap yang lain.
Pada masa Rasulullah, para sahabat dan tabi’in
tidak pernah terjadi perbedaan di dalam penetapan awal Ramadhan, awal Syawal
dan awal Dzulhijjah, semua didasarkan atas rukyatul hilal (melihat hilal dengan
mata kepala) atau istikmal (menggenapkan bulan Sya’ban dan Ramadhan menjadi 30
hari) apabila rukyat tidak berhasil disebabkan karena cuaca mendung atau faktor
lainnya.
Namun setelah ilmu pengetahuan mengalami kemajuan, pengertian
tentang rukyatul hilal mengalami pergeseran. Ada yang memaknainya tetap seperti
semula, yaitu melihat rukyat dengan mata kepala dan
ada yang memaknainya dengan melihat hilal dengan ilmu pengetahuan atau hisab.
Dari perbedaan makna rukyatul hilal itulah maka penetapan awal
Ramadhan dan awal Syawal sekarang ini paling tidak ada dua
macam cara, diantaranya adalah :
1.
Rukyatul Hilal (Melihat Bulan Sabit)
2.
Menyempurnakan/menggenapkan Bulan Sya’ban
menjadi 30 hari
a.
Cara pertama: rukyatul hilal
Kenapa
dinamakan Hilal ?
Al-Hilal berasal dari kata (هَلَّ-أَهَلَّ) yang artinya tampak atau terlihat. Dinamakan
demikian, karena merupakan bentuk Bulan Sabit
yang pertama kali tampak pada awal bulan.
a.
Ar-Ru`yah:
artinya melihat atau mengamati dengan menggunakan mata atau penglihatan.
b.
Al-Hilâl: Bulan
sabit yang paling awal terlihat pada permulaan bulan (asy-syahr).
Melihat hilal (bulan baru/sabit) setelah ijtima’ (konjungsi)
dan setelah wujud/muncul di atas ufuk pada akhir bulan dengan mata telanjang
atau melalui alat.
Cara ini merupakan cara yang
paling mudah dan dapat dilakukan oleh semua orang sepanjang yang bersangkutan
tidak termasuk cacat penglihatan. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi umat
pada awal keislaman di mana mayoritas kaum muslimin pada waktu itu masih banyak
yang belum bisa baca dan tulis.
Jumhur ulama mencukupkan bahwa hasil rukyat yang dilakukan
seorang muslim yang dapat dipercaya dan tidak cacat dalam agamanya (adil)
dapat dijadikan sebagai landasan untuk memutuskan tentang awal bulan Ramadhan.
Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Umar dia berkata bahwa
ketika semua orang sedang memantau awal bulan maka sayalah yang melihatnya, lalu
saya laporkan kepada Nabi kemudian Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan menyuruh seluruh
kaum muslimin untuk berpuasa”. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi dan
ad-Daruquthni).
b.
Cara kedua: Menyempurnakan bulan Sya’ban
menjadi tiga puluh hari
Ketika para perukyat tidak
berhasil melihat hilal pada tanggal 29 bulan Sya`ban baik keadaan langit
berawan, mendung atau cerah, maka cara menentukan awal bulan Ramadhan dalam
keadaan seperti ini adalah menjadikan bilangan bulan Sya`ban menjadi tiga puluh.
B. DALIL YANG DIGUNAKAN OLEH AHLI HISAB DAN AHLI RUKYAT
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
لاَ تَصُوْمُوا حتَّى تَرَوا الْهِلاَلَ، وَلاَ تُفْطِرُوا حتى
تَرَوْهُ.
“Janganlah berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian
melihat hilal dan janganlah berhari raya sehingga kalian melihat hilal.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Hadits lain menegaskan bahwa cara menentukan awal Ramadhan
adalah dengan melihat bulan sabit.
صُوْمُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
”berpuasalah jika telah melihat hilal dan
berharirayalah bila telah melihat hilal”. (HR Bukhari dan Muslim).
Pandangan ini didasarkan kepada
Sabda Nabi SAW:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ
ثَلاَثِينَ
Dari Abu Hurairah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:” berpuasalah jika telah melihat hilal dan berharirayalah bila telah
melihat hilal, apabila terhalang oleh mendung maka sempurnakanlah bulan Sya’ban
menjadi tiga puluh hari”. (HR Bukhari dan Muslim).
”Bulan (Sya’ban) itu dua puluh sembilan malam, maka janganlah
puasa hingga kalian melihatnya (hilal) apabila terhalang olehmu mendung maka
sempurnakan menjadi tiga puluh malam.” (HR Bukhari)
C. FAKTOR LAIN YANG MENJADI PENYEBAB BERBEDANYA PENETAPAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN
Tidak
hanya masalah perbedaan pemahaman terhadap nash-nash al-Quran maupun as-Sunah
yang menjadi penyebab perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadhan, namun banyak
faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya, diantaranya adalah :
· Masih adanya perbedaan pemahaman tentang definisi hilal.
·
Adanya
perbedaan di antara para ahli hisab terhadap sistem hisab yang digunakan.
·
Sementara
itu ada juga perbedaan di antara para ahli rukyat sendiri, perbedaan itu antara
lain dalam masalah rukyat siapakah yang dapat diterima, apakah harus melalui
sumpah atau tidak dan berapa batas minimal orang yang melihat bulan sehingga
rukyat tersebut dapat dijadikan keputusan, dan apakah hasil rukyat harus
didukung hasil hisab, sehingga jika bertentangan dengan hasil hisab maka hasil
rukyat tidak diterima. Selain itu, para ahli rukyat belum sepakat tentang
mathla, jangkauan berlakunya hasil rukyat, apakah hasil rukyat di suatu Negara
dapat dijadikan dasar penetapan awal dan akhir Ramadhan bagi Negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abu ‘Amr Ahmad Alfiyan. 2013. Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan dengan Rukyatul Hilal atau Hisab
Falaki ?. Jember.
Muhammad Rofiudin. 2017. Cara Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan. https://rofiudin23.wordpress.com/all-about-education/cara-penetapan-awal-dan-akhir-ramadhan/
Iman Santoso, Lc.
2012. Cara Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan. https://www.dakwatuna.com/2010/08/10/6854/cara-menentukan-awal-dan-akhir-ramadhan/#axzz4vl6IEBrS
0 comments:
Post a Comment
Monggo Komentarnya. . .