BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan
pedoman hidup bagi seluruh umat manusia yang diwahyukan secara berangsur-angsur
kepada Nabi Muhammad SAW. Pengembagan studi keislaman yang berkaitan dengan
al-Qur’an dapat ditempuh di antaranya dengan pendekatan sosio-historis.
Aplikasi pendekatan tersebut memungkinkan penemuan nilai-nilai dan makna
substansial dalam al-Qur’an. Ayat-ayat al-Qur’an dapat dikategorikan menjadi dua
kelompok menurut sebab turunnya ayat. Pertama, ayat yang turun dengan adanya
sebab; kedua, ayat yang turun tanpa sebab atau peristiwa yang
melatarbelakanginya, seperti ayat-ayat yang menceritakan umat terdahulu,
berita-berita alam ghaib, gambaran alam barzakh, persaksian alam kebagkitan,
keadaan hari kiamat dan sebagainya
Pada masa Rasulullah,
banyak peristiwa terjadi yang belum diketahui hukumnya me nurut islam. Beberapa
sahabat juga sering bertanya kepada Rasulullah tentang sesuatu yang belum
mereka pahami. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui
hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’an turun untuk menjelaskan atau
menunjukkan hukum atas peristiwa atau pertanyaan yang muncul tersebut. Jawaban
dari al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat manusia. Itulah yang kemudian
disebut dengan Asbabun Nuzul, yaitu sebab-sebab turunya ayat-ayat al-Qur’an.
Untuk lebih mengetahui atau memahami maksud al-Qur’an secara utuh maka lebih
utama jika mengetahui tentang Asbabun Nuzul. Pengenmbangan studi keislaaman
yang berkaitan dengan al-Qur’an dapat ditempuh diantaranya dengan pendekatan
Sosio-historis.
Pendekatan ini
memungkinkan penemuan nilai-nilai dan makna substansial dalam al-Qur’an yang
terangkum dalam Asbabun Nuzul, yakni sesuatu yang disebabkan olehnya diturunkan
suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung peristiwa, atau menerangkan
hukumnya pada saat terjadinya peristiwa itu. Karena kita bisa salah
menangkap pesan-pesan Al-Qur’an secara utuh, jika hanya memahami dari bahasanya
saja secara tekstual tanpa memahami konteks Sosio-historisnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asbabun nuzul?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ilmu asbabun Nuzul?
3. Bagaimana fungsi Asbabun Nuzul dalam memahami Al-Qur’an?
C.
Tujuan penulisan
1. Untuk lebih memahami mengenai materi
Asbabunuzul
2. Untuk mengetahui sejarah Asbabunuzul
3. Mengetahui fungsi Asbabunuzul
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul merupakan bentuk Idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”.
Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah Sebab-sebab yang melatar belakangi
terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatar belakangi terjadinya
sesuatu bisa disebut Asbabun Nuzul, namaun dalam pemakaiannya, ungkapan Asbabun
Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatar belakangi
turunya al-qur’an, seperti halnya asbab al-wurud yang secara khusus digunakan
bagi sebab-sebab terjadinya hadist
Sedangkan secara terminology atau istilah Asbabun Nuzul dapat diartikan
sebagai sebab-sebab yang mengiringi diturunkannya ayat-ayat Al-Quran kepada
Nabi Muhammad SAW karena ada suatu peristiwa yang membutuhkan penjelasan atau
pertanyaan yang membutuhkan jawaban.
Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama’, diantaranya
1.Menurut Az-Zarqani :
“Asbabun Nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubunganya
dengan turunya ayat Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu
terjadi.”
2.Ash-Shabuni :
Asbabun Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunya satu
atau beberapa ayat mulia yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan
dengan urusan agama.
3.Shubhi Shalih :
ماَÙ†ُزِÙ„َØ©ِالأَÙŠَØ©ُ اَÙˆِالْاَياَتُ بِسَبَبِÙ‡ِ
Ù…ُتَضَÙ…ِّÙ†َØ©ً Ù„َÙ‡ُ اَÙˆْÙ…ُجِÙŠْبَØ©ً عَÙ†ْÙ‡ُ Ø£َÙˆْÙ…ُبِÙŠْÙ†َØ©ًÙ„ِØِÙƒَÙ…ِÙ‡ِ زَÙ…َÙ†َ
ÙˆُÙƒُÙˆْعِÙ‡ِ
Artinya:
“Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab
turunnya satu atau beberapa ayat. Al-qur’an (ayat-ayat)terkadang menyiratkan
peristiwa itu, sebagai respons atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap
hukum-hukum disaat peristiwa itu terjadi.”
4.Mana’ al-Qhathan:
ماَÙ†ُزِÙ„َ Ù‚ُرْآنٌ
بِØ´َØ£ْÙ†ِÙ‡ِ ÙˆَÙ‚ْتَ ÙˆُÙ‚ُÙˆْعِÙ‡ِ ÙƒَØاَدِØ«َØ©ٍ اَÙˆْسُؤَالٍ.
Artinya:
“Asbabun Nuzul adalah
peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunya Al-Qur’an berkenaan dengannya
waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan
yang diajukan kepada Nabi.”
5. Al-Wakidy
Asbabun Nuzul adalah peristiwa sebelum turunya ayat, walaupun “sebelumnya”
itu masanya jauh, seperti adanya peristiwa gajah dengan surat Al-Fiil.
Bentuk-bentuk peristiwa yang melatar belakangi
turunnya Al-qur’an itu sangat beragam, di antaranya berupa:konflik sosial
seperti ketegangan yang terjadi amtara suku Aus dan suku Khazraj; kesalahan
besar, seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami sholat dalam keadaan
mabuk: dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang sahabat
kepada Nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang, atau yang
akan terjadi.
Persoalan apakah seluruh ayat Al-Qur’an memiliki
Asbabun Nuzul atau tidak, ternyata telah menjadi bahan kontroversi diantara
para uulama’. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa tidak semua ayat Al-Qur’an
memiliki Asbabun Nuzul. Sehingga, diturunkan tanpa ada yang melatar
belakanginya (Ibtida’), dan adapula ayat Al-Qur’an itu diturunkan dengan
dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa (ghair ibtida’).
Pendapat tersebut hampir merupakan konsensus
para ulama. Akan tetapi, ada yang menguatkan bahwa kesejarahan Arabia
pra-Qur’an pada masa turunnya Al-Qur’an merupakan latar belakang makro
Al-Qur’an; sementara riwayat-riwayat Asbabun Nuzul merupakan latar belakang
mikronya. Pendapat ini berarti menganggap bahwa semua ayat Al-Qur’an memiliki
sebab-sebab yang melatarbelakanginya.
B. Sejarah Perkembangan Ilmu Asbabun Nuzul
Sejak zaman sahabat pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dipandang sangat
penting untuk bisa memahami penafsiran Al-Qur’an yang benar. Karena itu mereka
berusaha untuk mempelajari ilmu ini. Mereka bertanya kepada Nabi SAW tentang sebab-sebab
turunya ayat atau kepada sahabat lain yang menjadi saksi sejarah turunnya
ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian pula para tabi’in yang datang kemudian,
ketika mereka harus menafsirkan ayat-ayat hukum, mereka memerlukan pengetahuan
Asbabun Nuzul agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan.
Dalam perkembangannya ilmu asbabun nuzul menjadi sangat urgen. Hal ini tak
lepas dari jerih payah perjuangan para ulama’ yang mengkhususkan diri dalam
upaya membahas segala ruang lingkup sebab nuzulnya Al-Qur’an. Diantaranya yang
terkenal yaitu Ali bin Madini, Al-wahidy dengan kitabnya Asbabun Nuzul,
Al-Ja’bary yang meringkas kitab Al wahidi, Syaikhul Islam Ibn Hajar yang
mengarang sebuah kitab mengenai asbabun nuzul. Dan As-Suyuthi mengarang kitab
Lubabun Nuqul fi Asbab An-Nuzul, sebuah kitab yang sangat memadai dan jelas
serta belum ada yang mengarang.
B. Cara Mengetahui
Asbabun Nuzul.
Asbabun
Nuzul tidak bisa diketahui semata-mata dengan akal (rasio), tidak lain
mengetahuinya harus berdasarkan riwayat yang shahih dan didengar langsung dari
orang-orang yang mengetahui turunnya Al-Qur’an, atau dari orang-orang yang
memahami Asbabun Nuzul, lalu mereka menelitinya dengan cermat, baik dari
kalangan sahabat, tabi’in atau lainnya dengan catatan pengetahuan mereka
diperoleh dari ulama-ulama yang dapat dipercaya.
Ibnu Sirin mengatakan “saya pernah bertanya
kepada Abidah tentang satu ayat Al-Qur’an, beliau menjawab; Bertaqwalah kepada
Allah dan berkatalah yang benar sebagaimana orang-orang yang mengetahui di mana
Al-Qur’an turun”
Salah satu cara mengetahui Ababun Nuzul berupa
riwayat yang shahih adalah apabila perawi sendiri menyatakan lafazh sebab
secara tegas, dalam hal ini merupakan nash yang nyata.
C. Fungsi Ilmu Asbabun Nuzul Dalam Memahami Al-Qur’an
Pentingnya mempelajari dan mengetahui Asbabun Nuzul adalah untuk memahami
ayat Al-Qur’an, baik dalam mengistimbath hukum atau dalam beristidlal, atau
sekedar memahami maksud ayat. Tidak mungkin memahami kandungan makna suatu ayat
tanpa mengetahui sebab turunnya ayat tersebut.
Al Wahidi menjelaskan: “tidaklah mungkin mengetahui tafsir ayat tanpa
mengetahui dan penjelasan sebab turunnya.” Ibn Daqiqil ‘Id berpendapat,
“Keternagan sebab nuzul adalah cara yang kuat (tepat) untuk mengetahui makna
Al-Qur’an. Ibn Taimiyah mengatakan: “Mengetahui sebab nuzul akan membantu dalam
memahami ayat, karena mengetahui sebab menimbulkan pengetahuan mengenai musabab
(akibat).”
Contohnya dalam QS. Al-Baqoroh ayat 158 yang artinya “Sesungguhnya Safa
dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa beribadah haji
ke Baitullah atau berumrah,maka tidak ada dosa baginya untuk mengerjakan sa’i
di antara keduanya. Dan barang siapa mengerjakan suatu kebajikan dengan
kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan dan Maha Mengetahui.”
Lafal ayat ini secara tekstual tidak menunjukkan
bahwa sa’i itu wajib, sebab ketiadaan dosa untuk mengerjakannya itu menunjukkan
“kebolehan” dan bukannya “kewajiban.” Sebagian ulama’ juga berpendapat
demikian, karena berpegang pada arti tekstual ayat itu.
Dalam uraian yang lebih rinci Az-Zarqani
mengemukakan urgensi sebab An-Nuzul dalam memahami Al-qur’an sebagai berikut :
1. membantu dalam memahami sekaligus mengatasi
ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga memiliki
keraguan umum.
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat
Al-Qur’an.
4. Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan ayat
Al-Qur’an turun.
5. Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat,
serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.
6. Penegasan bahwa Al-Qur’an benar-benar dari Allah
SWT, bukan buatan manusia.
7. Penegasan bahwa Allah benar-benar memberi
pengertian penuh pada Rasulullah dalam menjalankan misi risalahnya.
8. Mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang
terkandung dalam Al-Qur’an.
9. Seseorang dapat menentukan apakah ayat
mengandung pesan khusus atau umum dan dalam keadaan bagaimana ayat aitu harus
diterapkan.
10. Mengetahui secara jelas hikmah disyariatkannya
suatu hukum.
D. Macam- Macam Asbabun Nuzul
1. Banyaknya nuzul dengan satu sebab
Terkadang banyak ayat turun, sedangkan sebabnya hanya satu. Dalam hal ini
tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun
didalam berbagai surat berkenaan dengan satu peristiwa. Contohnya ialah apa
yang di riwayatkan oleh Said bin Mansur, ‘Abdurrazaq, Tirmidzi, Ibn jarir,
Ibnul Munzir, Ibn Abi Hatim, tabrani, dan Hakim yang mengatakan shahih, dari
Ummu salamah, ia berkata : “Rasullullah, aku tidak mendengar Allah menyebutkan
kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan : maka tuhan
mereka memperkenankan permohonanya (dengan firman) : “sesungguhny aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki
ataupun perempuan : (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang
lain... (Ali ‘Imran [3]:195).
Diriwayatkan pula oleh Ahmad, Nasa’i, Ibn Jarir, Ibnul Munzir, Tabarani,
dan Ibn Mardawih dari Ummu Salamah yang mengatakan ; “Aku telah bertanya :
Rasulullah, mengapa kami tidak disebutkan dalam al-qur’an seperti kaum
laki-laki ? maka suatu harti aku dikejutkan oleh suara Rasulullah diatasa
mimbar. Ia membacakan : Sesungguhnya laki-laki dan perempuan Muslim.. sampai
akhir ayat 35 Surat al-Ahzab [33].”
Diriwayatkan pula oleh Hakim dari Ummu Salamah
yang mengatakan : “kaum laki-laki berperang sedang kaum perempuan tidak.
Disamping itu kami hhanya memperoleh warisan setengah bagian? Maka Allah
menurunkan ayat : Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
terhadap apa yang dikaruniakan sebagian dari kamu lebih banyak dari sebagian
yang usahakan, dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang mereka usahan
pula.. (an-Nisa’ [4]:32) dan ayat : sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang
muslim..” ketiga ayat tersebut turun ketika satu sebab.
2. Penuruna ayat lebih dahulu daripada sebab
Az-Zarkasyi dalam membahas fi ulumil qur’an karya
Manna’ Khalil Al Qattan mengemukakan satu macam pembahasan yang berhubungan
dengan sebab nuzul yang dinamakan “penurunan ayat lebih dahulu daripada hukum
(maksud)nya.” Contoh yang diberikan dalam hal ini tidaklah menunjukkan bahwa
ayat itu turun mengenai hukum tertentu, kemudian pengalamanya datang
sesudahnya. Tetapi hal tersebut menunjukan bahwa ayat itu diturunkan dengan
lafadz mujmal (global), yang mengandung arti lebih dari satu, kemudian
penafsiranya dihubungkan dengan salah satu arti-arti tersebut, sehingga ayat
tadi mengacu pada hukum yang datang kemudian. Misalnya firman Allah :
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)
[87]:14). Ayat tertsebutdijadikan dalil untuk zakat fitrah. Diriwayatkan oleh
baihaqi dengan disanadkan kepada Ibn Umar, bahwa ayat itu turun berkenaan
dengan zakat Ramadhon ( Zakat Fitrah), kemudian dengan isnad yang marfu’
Baihaqi meriwayatkan pula keterangan yang sama. Sebagian dari mereka barkata :
aku tidak mengerti maksud pentakwilan yang seperti ini, sebab surah itu Makki,
sedang di Makkah belum ada Idul fitri dan zakat.”
Didalam ayat tersebut, Bagawi menjawab bahwa nuzul
itu boleh saja mendahului hukumnya, seperti firman Allah : aku benar-benar
bersumpah dengan kota ini, dan kaum (Muhammad) bertempat di kota ini (al-Balad
[90]:1-2). Surah ini Makki, dan bertempatnya di Makkah, sehingga Rasulullah
berkata : “Aku mnenempati pada siang hari).”
3. Beberapa ayat turun mengenai satu orang
Terkadang seorang sahabat mengalami peristiwa
lebih datri satu kali, dan al-qur’an pun turun mengenai setiap peristiwanya.
Karena itu, banyak ayat yang turun mengenai setiap peristiwanya. Karena itu,
banyak ayat yang turun mengenai nya sesuai dengan banyaknya peristiwa yang
terjadi. Misalnya apa yang diriwayatkan oleh Bukhari tentang berbakti kepada
kedua orang tua. Dari sa’d bin Abi Waqqas yang mengatakan : “ada empat ayat
al-qur’an turun berkenaan denganku. Pertama, ketika ibuku bersumpah bahwa ia
tidak akan makan dan minum sebelum aku mwninggalkan Muhammad, lalu Allah
menurunkan : dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamumengikutio
keduanya dan pergauilah keduanya didunia dengan baik (luqman[31]:15).
Kedua ketika aku mengambil sebilah pedang dan
mengaguminya, maka aku berkata kepada Rasulullah : “Rasulullah, berikanlah
kepadaku pedang ini”. Maka turunlah : mereka bertanya kepadamu
tenytang pembagiuan harta rampasan perang (al-anfal [8]:1).
Ketiga, ketika aku sedang sakit Rasulullah datang mengunjungilku kemudian
aku bertanya kepadanya : “Rasulullah, aku ingin membagikan hartaku, bolehkah
aku mewasiatkan separuhnya?” rasulullah diam. maka wasiat dengan sepertiga
harta itu dibolehkan.
Keempat, ketika aku sedang minum minuman keras (khamr) bersama kaum Ansor,
seorang dari mereka memukul hidungku dengan tulang rahang unta. Lalu aku datang
kepada Rasulullah , maka Allah ‘Azza Wajalla menurunkan larangan minumkhamr.”
E. Aneka Riwayat Sebab Turunya Ayat Al-Qur’an
Banyak riwayat mmengenai sebab turunya suatu ayat. Dalam keadaan demikian
sikap seorang musafir kepadanya sebagai berikut :
1.Apabila bentuk redaksi tidak tegas, seperti : “ayat ini turun mengenai
urusan ini”, atau “aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini”, maka dalam
hal ini tidak ada kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu, sebab maksud
riwayat–riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa hal itu
termasuk kedalam makna ayat yang disimpulkan darinya, bukan menyebutkan sebab
nuzul, kecuali bila ada qorinah atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa
maksudnya adalah penjelasan sebab nuzul.
2. Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya
“ayat ini turun mengenai urusan ini”, sedang riwayat yang lain menyebutkan
sebab nuzul dengan tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi
pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul secara tegas, dan riwayat
yang lain dipandang termasuk didalam hukum ayat.
3. Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul, sedang
salah satu riwayat diantaranya itu shahih, maka yang menjadi pegangan adalah
riwayat yang shahih.
4. Apabila riwayat-riwayat itu sama namun terdapat segi yang memperkuat
salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu
dari riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang
didahulukan.
5. Apabila riwayat-riwayat riwayat tersebutn sama kuat, mak riwayat-riwayat
itu dipadukan atau dikompromikan bila mungkin, hingga dinyatakan bahwa ayat
tersebut turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktui
diantara sebab-sebab itu berdekatan.
6. Bila riwayat-rawayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu
antara sebab-sebab tersebut berjauhan, maka hal yang demikian, dipandan sebagai
banyak berulangnya nuzul.
F. Pandangan Ulama’ Tentang Asbabun Nuzul Al-Qur’an
Para ulama’ tidak sepakat mengenai kedudukan asbab
al nuzul. Mayoritas ulama tidak memberikan keistimewaan khusus kepada ayat-ayat
yang mempunyai riwayat asbab al nuzul, karena yang terpenting dari mereka ialah
apa yang tertera didalam redaksi ayat. Jumhur ulama’ kemudian menetapkan suatu
kaidah : “yang dijadikan pegangan ialah keumuman lafadz, bukan kekhususan
sebab”. Sedangkan sebagian kecil ulama’ memandang penting keberadaan
riwayat-riwayat asbab al nuzul didalam memahami ayat. Golongan ini juga
memenetapkan satu kaidah : “yang dijadikan pegangan adalah kekhususan sebab,
bukan keumuman lafadz”
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa ayat-ayat yang
diturunkan berdasarkan sebab khusus tetapi diungkapkan dalam bentuk lafadz
umum, maka yang dijadikan pegangan adalah lafadz umum.
Contoh turunya surat Q.S Al Maidah:38:
“laki-laki yang mencuri dan pertempuan yang mencuri, motonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat ini turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang dilakukan
seseorang pada masa Nabi. Tetapi ayat ini menggunakan lafadz ‘am, yaitu isim
mufrad yang dita’rifkan dengan lam (al) jinsiyyah, mayoritas ulama’ memahami
ayat tersebut berlaku umum \, tidak hanya tertuju kepada yang menjadi sebab
turunya ayat.
Sebagian kecil ulama’ mempunyai sisi pandangan lain. Mereka berpegang
kepada akaidah kedua dengan alasan bahwa kalau yang dimaksud tuhan adalah
kaidah lafadz umum, bukan untuk menjelaskan suatu peristiwa atau sebab khusus,
mengapa tuhan menunda penjelasan
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A . Kesimpulan
Asbabun Nuzul merupakan bentuk Idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”.
Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah Sebab-sebab yang melatar belakangi
terjadinya sesuatu. Sedangkan sescara terminology atau istilah Asbabun Nuzul
dapat diartikan sebagai sebab-sebab yang mengiringi diturunkannya ayat-ayat
al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW karena ada suatu peristiwa yang membutuhkan
penjelasan atau pertanyaan yang membutuhkan jawaban.
Sejak zaman sahabat pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dipandang sangat
penting untuk bisa memahami penafsiran Al-Qur’an yang benar. Karena itu mereka
berusaha untuk mempelajari ilmu ini. Mereka bertanya kepada Nabi SAW tentang
sebab-sebab turunya ayat atau kepada sahabat lain yang menjadi saksi sejarah
turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian pula para tabi’in yang datang
kemudian, ketika mereka harus menafsirkan ayat-ayat hukum, mereka memerlukan
pengetahuan Asbabun Nuzul agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan.
Asbabun Nuzul ada bermacaam-macam, diantarannya :
1. Banyaknya nuzul dengan satu sebab.
2. Penuruna ayat lebih dahulu daripada sebab.
3. Beberapa ayat turun mengenai satu orang.
Dan fungsinya yaitu :
1. membantu dalam memahami sekaligus mengatasi
ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga memiliki
keraguan umum.
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat
Al-Qur’an.
4. Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan ayat
Al-Qur’an turun.
DAFTAR PUSTAKA
Didin saefudin Buchori, 2005, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an, Granada
Pustaka : Bogor:
Rosihon Anwar, 2000,Ulum Al-Qur’an, Pustaka setia:
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Pustaka setia,Bandung:2000, hlm 60.
Anwar Abu.2009. Ulumul Qur’an. Pekan Baru: Amzah
Muhammad al-Aruzi Abd Qodir, Masalah
Takhsish al-Am bi al-Sabab,(t.p.;Jamiah
Umm Al-Qur’an,1983).
Sukardi K.D.2002.Belajar mudah ‘ulum Al-Qur’an.Jakarta:PT.Lentera Basritama.
0 comments:
Post a Comment
Monggo Komentarnya. . .