Wednesday, January 17, 2018

Makalah Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu:
Drs.Somantri,M.Pd.I

iai-logo2

Disusun Oleh:
Kelompok 14
Renita
Riza Kusumawati
Muhammad Fauzan

Kampus : jln. Widarasari III-tuparev-cirebon telp.0231-246215



KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan nikmat-Nya-lah penulis masih diberi kehidupan dan kemampuan untuk menyelesaikan penulisan makalah Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan ini. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah petunjuk jalan keyakinan penulis untuk tetap menganut Islam dan teladan bagi penulis untuk menjalankan kehidupan.
Tujuan  makalah ini adalah menambah pengetahuan serta agar pembaca lebih memahami arti pancasila sehingga diharapkan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari bahwa penulisan makalh ini asih jau dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami.
Kami juga mengucakan terimakasih kepada dosen pancasila, Bapak Drs.Somantri,M.Pd.I yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah  Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan ini bermanfaat bagi para pembaca.


Cirebon, 5 Januari 2018


Penulis


 

 


 


DAFTAR ISI



 

 


BAB I

PENDAHULUAN


Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan Nasional. Hla ini sebagai perwujudan praksis dal;am meningkatkana harkat dan martabatnya. Tujuan negara yang tertuang dalam UUD 1945 yang rinciannya adalah sebagai berikut : “ melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.” hal ini dalam kapasitasnya tujuan negara hukum formal atau rumusan “ memjaukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa “ hal ini dalam pengertian negara hukum material. Yang secara keseluruhan sebagi menifestasi tujuan khusus atau nasional. Adapun selain tujuan nasional juga tujuan internasional (tujuan umum) “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Hal ini diwujudkan dalam tata masyarakat internasional.

1.     Apa pengertian paradigma ?
2.     Mengapa pancasila sebagai paradigma Pengembangan Iptek ?
3.     Mengapa Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Politik, Sosial, Budaya, dan Pertahanan Keamanan ?
4.     Mengapa Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi ?
5.     Mengapa Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama?

1.     Agar mahasiswa mengetahui pengertian paradigma.
2.     Agar mahasiswa mengetahui bahwa pancasila sebagai paradigma pengembangan IPTEK.
3.     Agar mahasiswa mengetahui bahwa pancasila sebagai Pengembangan Politik, Sosial Budaya, dan Pertahanan Keamanan.
4.     Agar mahasiswa mengetahui bahwa pancasila sebagai paradigma Pembangunan Ekonomi.
5.     Agar mahasiswa mengetahui bahwa pancasila sebagai paradigma Kehidupan Umat Beragama.

BAB II

PEMBAHASAN



Beragam definisi tentang definisi paradigma yang dikemukakan para tokoh-tokoh ilmuwan dunia. George Ritzer mmeberikan pengertian bahwa paradigma adalah suatu pandangan fundamental tentang pokok persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma membantu merumuskan apa yang harus di pelajari, persoalan apa yang harus di jawab, dan aturan apa yang harus diikuti dalam mengintrepretasikan jawaban yang di peroleh. Paradigma adalah suatu kesatuan konsesus yang terluas dalam suatu cabang ilmu pengetahuan dan yang membantu membedakan antara satu komunitasilmuwan (atau sub-komunitas) dari komunitas lainnya.


Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan Nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam meningkatkana harkat dan martabatnya. Tujuan negara yang tertuang dalam UUD 1945 yang rinciannya adalah sebagai berikut : “ melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.” hal ini dalam kapasitasnya tujuan negara hukum formal atau rumusan “ memjaukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa “ hal ini dalam pengertian negara hukum material. Yang secara keseluruhan sebagi menifestasi tujuan khusus atau nasional. Adapun selain tujuan nasional juga tujuan internasional (tujuan umum) “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Hal ini diwujudkan dalam tata masyarakat internasional.
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mnedasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila. Oleh karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai pendukung pokok negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan objektif bahwa Pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi (persekutuan hidup) manusia.
Oleh kerena itu negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia “monopluralis”. Unsur-unsur hakikat manusia “monopluralis” meliputi susunan kodrat manusia. Rokhani (jiwa) dan raga sifat kodrat manusia manusia makhluk individu dan makhluk sosialserta kedudukan manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena pembangunan nasional sebagai upaya peraksis untuk mewujudkan tujuan tersebut. Maka pembangunan haruslah mendasarkan pada paradigma hakikat manusia “”monopluralis” tersebut.
Konsekuensinya dalam relisasi pembangunan nasional dalam berbagai bidang untuk mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia tersebut. Maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa (rokhani) yang mencakup akal, rasa, dan kehendak aspek raga (jasmani), aspek individu aspek makhluk sosial, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya. Kemudian pada gilirannya di jabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta bidang kehidupan agama.

C.     Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK

Perkembangan IPTEK yang semakin cepat bisa mempengaruhi segala aspek kehidupan dan budaya. Bisa berpengaruh positif tetapi juga bisa berpengaruh negatif. Apalagi di era modern ini masuknya IPTEK disengaja atau tidak akan membawa nilai – nilai asing yang dapat mempengaruhi gaya hidup, sikap hidup maupun pikiran kita.
IPTEK mampu membantu manusia dan memudahkan kehidupan manusia. Selain itu IPTEK penting bagi lembaga pendidikan sehingga IPTEK tidak bisa dipisahkan dari lembaga pendidikan. IPTEK dengan pendidikan memiliki hubungan yang erat. Karena pendidikan sangat dipengaruhi oleh perkembangan IPTEK dan IPTEK merupakan salah satu materi pengajaran sebagai bagian dari pendidikan. Oleh karena itu agar IPTEK bisa membantu untuk memudahkan kebutuhan manusia maka dalam menggunakan IPTEK harus dengan cara yang tepat.
IPTEK memang bisa mempengaruhi dalam hal positif dan negatif. Sehingga dalam pengembangannya pun dibutuhkan suatu landasan agar tidak merugikan manusia dan bisa mengurangi dampak negatif. Yaitu berlandaskan pada nilai – nilai Pancasila karena  setiap sila demi sila pada Pancasila mengandung hal – hal yang penting dalam pengembangan IPTEK dan menunjukkan sistem etika dalam pengembangan IPTEK.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Perkembangan IPTEK kita      jadikan sebagai bentuk syukur pemberian akal oleh Yang Maha Esa. Sehingga IPTEK tidak dibuat untuk mencederai keyakinan umat beragama.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, menekankan bahwa dalam pengembangan IPTEK harus dengan cara–cara yang berperikemanusiaan dan tidak merugikan manusia individual maupun umat manusia yang sekarang maupun yang akan datang agar bisa mensejahterakan manusia. ( T. Jacob, 2000 : 155 )
Sila Persatuan Indonesia, mengingatkan kita untuk mengembangkan IPTEK untuk seluruh tanah air dan bangsa secara merata. Selain itu memberikan kesadaran bahwa rasa nasionalisme bangsa Indonesia akibat adanya kemajuan IPTEK, dengan IPTEK persatuan dan kesatuan bangsa dapat terwujud, persaudaraan dan persahabatan antar daerah dapat terjalin. ( T. Jacob, 2000 : 155 )
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, meminta kita membuka kesempatan yang sama bagi semua warga untuk dapat mengembangkan IPTEK dan mengenyam hasilnya sesuai kemampuan dan keperluan masing – masing, sehingga tidak adanya monopoli IPTEK. ( T. Jacob,2000 : 155 )
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, IPTEK didasarkan pada keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan. ( T. Jacob 2000 : 156 ).



Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.


Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:
Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.


Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.



Dalam dunia ekonomi jarang ditemukan pakar ekonomi yang mendasarkan pemikiran  pengembangan ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan dan ketuhanan. Sehingga lazim nya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas, dan akhirnya yang kuatlah yng menang. Hal ini sebagai implikasi dari perkembangan ilmu ekonomi pada akhir abad ke 18 menimbulkan ekonomi kapitalis. Atas dasr kenyataan objektif inilah maka di eropa pada awal abad ke -19 muncullah pemikiran sebagai reaksi atas perkembangan ekonomi tersebut yaitu sosialisme komunisme yang memeperjuangkana nasib proletar oleh kaum kapitalis. Oleh karenanya itu kiranya menjadi sngat penting bahkan mendesak untuk dikembangkan sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas humanistik, ekonomi yang berkemanusiaan.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi mengacu Sila IV Pancasila, sedangkan pengembangan ekonomi pada sistem ekonomi Indonesia yaitu Pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau Pembangunan Demokrasi Ekonomi atau Sistem Ekonomi Pancasila yang mana ekonomi untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat yang berkeadilan bagi warga Indonesia dimana politik ekonomi kerakyatan memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan yang mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transaran, dan partisipatif. Dalam ekonomi kerakyatan, Negara berperan melindungi warga negara dengan mengingkatkan kepastian hukum.
Atas dasar kenyataan tersebut oleh karena itu mubyarto kemudian mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi kerakyatan yaitu ekonomi humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar   pertumbuhan saja namun demi kemanusiaan, dan demi kesejahteraan seluruh bangsa. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan pada kekeluargaan seluruh bangsa. Pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan (Mubyarto,1999).hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tujuan ekonomi adalah untuk kesejahteraan kemanusiaan.

F.      Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan Umat Beragama.

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sudah dikenal dari dulu sebagai bangsa ramah dan santun yang dikenal dimata dunia Internasional. Indonesia dengan kemajemukan, binneka dan plural. Indonesia juga terdiri dari suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja sama untuk meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun, keramahan Indonesia kini mulai banyak dipertanyakan karena banyak kasus kekerasan yang bernuansa Agama.  Paradigma toleransi antar umat beragama untuk menciptakan kerukunan dalam beragama perspektif Piagam Madina yang intinya adalah sebagai berikut..
1.     Semua umat Islam, meskipun dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah).
2.     Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan dari prinsip-prinsip yaitu:
·           Bertetangga dengan rukun 
·           Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama 
·           Membela yang teraniaya
·           Saling menasehati 
·           dan menghormati mengenai kebebasan beragama
Berdasarkan lima prinsip yang mengisyaratkan bahwa:
1.     Adanya persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa dengan membedakan atas dasar suku dan agama
2.     Adanya semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu menghadapi musuh bersama.
Hal yang mendasar dalam memperkokoh kerukunan hidup antara umat beragama adalah dengan membangun dialog horizontal dan vertikal. Dialog horizontal adalah interaksi antara manusia yang berdasar dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang memiliki akal budi kreatif dan berbudaya.































BAB III

PENUTUP



George Ritzer memberikan pengertian bahwa paradigma adalah suatu pandangan fundamental tentang pokok persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma membantu merumuskan apa yang harus di pelajari, persoalan apa yang harus di jawab, dan aturan apa yang harus diikuti dalam mengintrepretasikan jawaban yang di peroleh
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila. Oleh karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai pendukung pokok negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan objektif bahwa Pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi (persekutuan hidup) manusia. Oleh kerena itu negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional.
Pancasila sebagai paradigma membangun masyarakat madani pada hakikatnya telah terkandung dalam pembukaan UUD 1945.
Pancasila terutama pancasila yang petama menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang beragama bukan negara agama. Setiap warga negara harus beragama dan memiliki kewajiban menjalankan keberagamaannya secara konsisten (taat).
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreatifitas rohani manusia, unsur rohani (jiwa) manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam hubungannya dengan intelektualitas, rasa dalam bidang yang adil dan beradab. Artinya semua upaya peningkatan nilai keimanan dan ketakwaan (IMTAQ) kepada Tuhan Yang Maha  Esa.
Pembangunan dan pengembangan di bidang politik harus mendasarkan dasar ontologis manusia.hal ini didasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai objek negara, oleh karena itu kehidupan politik dalam negara harus benar- benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.
Dalam dunia ekonomi jarang ditemukan pakar ekonomi yang mendasarkan pemikiran  pengembangan ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan dan ketuhanan. Sehingga lazim nya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas, dan akhirnya yang kuatlah yang menang.
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang pada sila kemanusiaan yang adila dan beradab. Oleh karena itu, pembngunan sosial budaya harus  mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yakni menjadi manusia berbudaya dan beradab. Pembnagunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan berdab.
Oleh karena Pancasila sebagai dasar Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahan dan keamanan Negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok Negara. Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan Negara.


Demikian makalah yang dapat kami buat. Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati atau belum sesuai dengan apa yang Anda harapkan, kami mohon maaf. Karena kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun kami agar dalam tugas-tugas selanjutnya, kami dapat menyelesaikannya dengan lebih baik lagi.













DAFTAR PUSTAKA


Kantaprawira, Rusadi, Sistem Politik Indonesia, Bandung : Sianr Baru Offset. 1988
Alkostar, Artidjo dan M.sholeh Amin, Pembanguna Hukum dalam Prospektif Politik Hukum Nasional, Jakarta :CV.Rajawali . 1986.
Tim Penyusun MKD IAIN Suanan Ampel, Merevitalisasi Pendidikan Pancasila sebagai Pemandu Revormasi, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press. 2011.
FH UKI, Membangun dan Menegakkan Hukum Dalam Era Pembangunan Berdasarkan Pancasila Dan UUD 1945, Jakarta : Erlangga.1983.
Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma . 2010


0 comments:

Post a Comment

Monggo Komentarnya. . .