MAKALAH PANCASILA
“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”
Makalah di ajukan untuk memenuhi
tugas Kelompok 10
Dosen Pembimbing : Drs.Somantri,
M.Pd.I
DISUSUN OLEH :
JIHAN WAHYUNI
NAIMATUT DARAJATIL
A’LA
NENENG HADIANAH
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
2017/2018
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT dzat yang Maha Sempurna, pencipta dan penguasa
segalanya. Karena hanya dengan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini
sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu tentang “PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”. Dengan harapan semoga tugas ini
bisa berguna dan ada manfaatnya bagi kita semua. Amiin.
Tak
lupa pula penyusun sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut
berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas ini, karena penulis sadar sebagai
makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi dengan
orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat dan karunia dari –Nya.
Akhirnya
walaupun penulis telah berusaha dengan secermat mungkin, namun sebagai manusia
biasa yang tak mungkin luput dari salah dan lupa. Untuk itu penulis
mengharapkan koreksi dan sarannya semoga kita selalu berada dalam
lindungan-Nya.
Cirebon,
04 Januari 2018
|
||
|
||
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................................
i
DAFTAR
ISI..............................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang...........................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah...................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan........................................................................
1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Filsafat.........................................................................
2
B. Pancasila
sebagai Sistem Filafat…................................................. 3
C. Fungsi utama filsfat Pancasila
…………………………………... 4
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................... 8
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................. 8
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pancasila yang terdiri atas lima sila, pada hakekatnya
merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan
bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan
tertentu dan keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Pancasila sebagai system filsafat adalah merupakan kenyataan
pancasila sebagai kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada
pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari
pengetahuan orang. Kenyataan obyekrif yang ada dan terletak pada pancasila,
sehingga pancasila sebagai suatu system filsafat bersifat khas dan berbeda
dalam system-sistem filsafat yang lain. Hal ini secara ilmiah disebut sebagai
filsafat secara obyektif. Dan untuk mendapatkan makna yang lebih mendalam dan
mendasar, kita perlu mengkaji nilai-nilai pancasila dari kajian filsafat secara
menyeluruh,
B.
Perumusan Masalah
1. Apakah pengertian Etika
?
2. Apa yang dimaksud
Pancasila Sebagai Sistem Etika
?
3. Apa pengertian Nilai, Moral, dan Norma ?
4. Apa saja
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai Sistem Etika?
C.
Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Pancasila.
2. Untuk menambah pengetahuan
tentang Pancasila dari aspek Etika.
3. Untuk mengetahui pengertian
Etika dan Sistem Etika Pancasila.
4. Untuk mengetahui tujuan utama Pancasila
sebagai Etika bagi Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Etika
Etika secara
etimologi diambil dari bahasa Yunani Kuno: "ethikos", berarti
"timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana
cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika
di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).
Etika dimulai bila manusia
merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita
rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan
pendapat orang lain. Untuk itulah
diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal
menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah
etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah
laku manusia. Akan tetapi berbeda
dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki
sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk
terhadap perbuatan manusia. Berikut ini adalah jenis-jenis etika yaitu:
a. Etika Filosofis
Etika filosofis secara
harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat
atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah
bagian dari filsafat etika lahir dari filsafat.
Etika termasuk dalam filsafat,
karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat. Karena itu,
bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai
unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika
1. Non-empiris Filsafat
digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang
didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat tidaklah demikian,
filsafat berusaha melampaui yang konkret dengan seolah-olah menanyakan apa di
balik gejala-gejala konkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya
berhenti pada apa yang konkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya
tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Praktis Cabang-cabang
filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum
mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan
bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai
cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis
dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis
melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti
hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori
etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita
mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
b. Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat
berkaitan dengan etika
teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan
setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis
merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di
dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah
memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat
didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi
teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika
filosofis dan etika teologis. Di
dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah
etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan
bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi. Karena itu,
etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden
dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku
manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu
mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk,
sesuai dengan kehendak Allah.
Setiap agama dapat memiliki etika
teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem
nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang
lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya
B.
Pengertian Pancasila sebagai Sistem
Etika
Pancasila
adalah sebagai dasar negara Indonesia, memegang peranan penting dalam setiap
aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan yang
sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah “Pancasila
sebagai suatu sistem etika”. Di dunia internasional bangsa Indonesia terkenal
sebagai salah satu negara yang memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah
tamah, sopan santun yang dijunjung tinggi dan banyak lagi, dan pancasila
memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa ini sehingga bangsa
ini dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab didunia.Kecenderungan
menganggap hal yang tak penting akan kehadiran pancasila diharapkan dapat
ditinggalkan. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan
etika bukanlah hal yang mudah, karena berasal dari tingkah laku dan hati
nurani.
Dapat kita ketahui bahwa dalam pembahasan ini tentang pancasila sebagai
etika. Etika merupakan kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada ) dan dibagi mejadi kelompok.
Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika juga ilmu yang membahas tentang bagaimana dan
mengapa kita harus belajar tentang etika dan mengikuti ajaran moral. Etika pun
dibagi menjadi 2 kelompok etika umum dan khusus. Etika khusus ini terbagi dua
yaitu terdari etika individual dan etika social. Etika politik adalah cabang
bagian dari etika social dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma
dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat
kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik
dengan orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan hubungan politik
itu seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban-kewajiban
yang harus dipatuhi.Dan pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah
sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada
kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di
sila ke dua “ kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa
kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar, Setiap
sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan
Etika
Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan
aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan
pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar
tersebut. Etika Pancasila adalah
etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila,
yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Suatu
perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan
nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila
tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang
hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa
Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat
diterima oleh siapapun dan kapanpun.
C.
Pengertian
Nilai, Moral, dan Norma
a.
Nilai
Nilai adalah
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok.
Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator)
sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu
wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya.Berikut akan kami jelaskan
mengenai Kelompok nilai menurut penjabarannya :
Ø Nilai
Dasar
Meskipun
nilai bersifat abstrak dan tidak dapat diamati oleh panca indra manusia, namun
dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku manusia. Setiap
meiliki nilai dasar yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang
dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar bersifat universal karena karena
menyangkut kenyataan obyek dari segala sesuatu. Contohnya tentang hakikat
Tuhan, manusia serta mahkluk hidup lainnya.Apabila nilai dasar itu berkaitan
dengan hakikat Tuhan maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan
adalah kausa prima (penyebab pertama). Nilai dasar yang berkaitan
dengan hakikat manusia maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat
kemanusiaan yang dijabarkan dalam norma hukum yang diistilahkan dengan hak
dasar (hak asasi manusia). Dan apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada
hakikat suatu benda (kuatutas,aksi, ruang dan waktu) maka nilai dasar itu juga
dapat disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praksis.
Nilai Dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila.
Ø Nilai
Instrumental
Nilai
instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar.
Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi
serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai
instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari makan itu akan menjadi norma moral. Namun apabila nilai
instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau Negara, maka nilai
instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yangbersumber
pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu
merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. Dalam kehidupan ketatanegaraan
Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal
undang-undang dasar yang merupakan penjabaran Pancasila.
Ø Nilai
Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari
nilai instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai
praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan
nilai-nilai instrumental.
Nilai
berperan sebagai pedoman menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia
berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan
dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
b.
Norma
Norma
adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral, religi, dan
sosial. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh
tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu norma dalam perwujudannya norma
agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma
memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi. Norma-norma yang terdapat dalam
masyarakat antara lain :
a. Norma
agama adalah ketentuan hidup masyarakat yang bersumber pada agama.
b. Norma
kesusilaan adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nurani, mora atau filsafat hidup.
c. Norma
hukum adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan bersumber pada
UU suatu Negara tertentu.
d. Norma
sosial adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara manusia
dalam masyarakat.
c.
Moral
Pengertian
moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia.
Seorang
pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma-norma yang
berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak secara moral. Jika
sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral
dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar,
baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai
dan norma yang mengikat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
D.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila Sebagai Sistem
Etika
Nilai
yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai
ini bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut
nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai
ini. Suatu perbuatan dikatakan
baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.Pandangan
demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar
nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara
manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk. Misalnya pelanggaran akan
kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan
menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk
melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain
Nilai
yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai
dengan nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai KemanusiaanPancasila
adalah keadilan dan keadaban. Keadilanmensyaratkan
keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan
sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan.
Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain,
yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.
Nilai
yang ketiga adalah Persatuan. Suatu
perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap
egois dan menang sendiri merupakan perbuatan buruk, demikian pula sikap yang
memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan
perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut
dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila bukan
merupakan perbuatan baik.
Nilai
yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung
nilai lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan
permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang
mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencari kebaikan, pandangan
minoritas belum tentu kalah dibanding mayoritas. Pelajaran yang sangat baik
misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta.
Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun memperhatikan
kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan
realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas “dimenangkan” atas
pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang
banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan
pada konsep hikmah/kebijaksanaan.
Nilai
yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil,
maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun
nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai
dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995:
37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat.
Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan
sama derajatnya dengan orang lain.
Menilik
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi
sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat
mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi
dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila
merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia
yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang
bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas
kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan
munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai Ketuhanan
akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai
Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan,
kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai cinta tanah
air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai
menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai Keadilan
menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan lain-lain
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu
yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika dibagi menjadi
dua kelompok yaitu etika umumdan etika khusus. Etika
umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987).
Pancasila sebagai
dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada
hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis. Oleh karena
itu sebagai suatu dasar filsafat maka sila-sila pancasila merupakan suatu
kesatuan yang bulat, hierarkhis dan sistematis. Pancasila memberikan dasar-dasar
yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
DAFTAR PUSTAKA
Latif, Yudi,
2011, Negara Paripurna(Historisitas,Rasionalitas,
dan Aktualitas Pancasila),PT
Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
lagunya gangguuuuu
ReplyDelete