MAKALAH FIQIH IBADAH
Makalah di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah FIQIH yang di bimbing
oleh Drs.KH.Abd. Hayi Imam, M.Ag
DISUSUN OLEH:
1.KARLINA
2.NURUL FADHLILLAH
3.UDIN SARIPUDIN
4.WARDATUS SHOLIHA
5.WIWIN NURLIA
6.ZAKIYYAH DARAJAT
Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon
Jln. Widarasari III-Tuparev-Cirebon Telp. 0231-246215
PRODI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah
memberikan nikmat kepada kami. Sehinga kami manpu menyelesaikan “ MAKALAH FIQIH
IBADAH” sesuai dengan waktu yang kami rencanakan. Makalah ini kami buat dalam
rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah fiqih ibadah. Yang
meliputi tugas nilai kelompok.
Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah ada.
Namun, hanya lebih pendekatan pada materi atau membandingkan beberapa materi
yang sama dari berbagai referensi. Yang bisa memberikan tambahan pada hal yang
terkait dengan fiqih ibadah dalam perkembangan keislaman.
Pembuatan makalah ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu mengumpulkan
dan mengkaji materi fiqih ibadah dari
berbagai referensi. Kami menggunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah
yang kami susun dapat memberikan informasi yang mudah difahami.
Penyampaian perbandingan materi dan referensi yang satu dengan yang lain
akan menyapu dalam satu makalah. Sehingga tidak akan tidak ada perombakan total
dari buku aslinya.
Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan.
Begitupula dalam penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangannya.
Kami ucapkan terima kasih kepada Drs.KH.Abd.Hayi Imam, M.Ag sebagai
pengajar mata kuliah fiqih ibadah yang telah membimbing kami dalam penyusunan
makalah ini. Sehingga tepat pada waktunya.
Cirebon,
Oktober 2017
PENYUSUN
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...........................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR
ISI.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
b. Rumusan
Masalah
c. Tujuan
Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
A. Fiqih
Ibadah
1. Pengertian
2. Dasar
Hukum
3. Pembagian
B. Syarat
Ibadah Diterima
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ibadah merupakan suatu
perkara yang perlu adanya perhatian dengannya, karena ibadah itu tidak bisa
dibuat main-main apalagi disalah gunakan. Dalam islam ibadah harus berpedoman
pada apa yang telah Allah Subhaanahu wa
Ta’aala perintahkan dan apa yang telah di ajarkan oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada umat islam yang dilandaskan pada kitab
yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad berupa kitab suci Al-Qur’an dan
segala perbuatan, perkataan, dan ketetapan Nabi atau dengan kata lain yang
disebut dengan hadist Nabi.
Kita sebagai umat islam
tentunya mengetahui apa itu ibadah dan bagaimana cara pelaksanaan ibadah
tersebut. Oleh karena itu, kita harus
mengikuti ibadah yang dicontohkan oleh Nabi kepada kita dan tidak boleh membuat
ibadah-ibadah yang tidak berdasar pada Al-Qur’an dan Hadist.
Dalam makalah ini, akan
di kupas tentang bagaimana ibadah, pengertian, dasar hukum, pembagian dan
syarat ibadah diterima.
A.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1.
Jelaskan
pengertian fiqih ibadah ?
2.
Apa saja dasar
hukum ibadah ?
3.
Ada berapa
pembagian nya ?
4.
Bagaimanakah
syarat ibadah diterima ?
B.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk mengetahui dan memahami fiqih ibadah itu
dari segi pengertian islam.
2.
Untuk mengetahui dan memahami pengertian ibadah
secara islam.
3.
Untuk mengetahui dan memahami dasar hukum ibadah.
4.
Untuk mengetahui dan memahami pembagiannya.
5.
Untuk memahami dan mengetahui syarat ibadah diterima.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fiqih Ibadah
1.
Pengertian
Fiqih Ibadah
Secara bahasa kata
fiqih ibadah dapat diartikan al-ilm artinya ilmu, dan al- fahm, artinya
pemahaman. Jadi fiqih dapat diartikan ilmu yang mendalam.
Secara istilah fiqih
adalah ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syar’i yang berkaitan dengan
perbuatan-perbuatan para mukalaf yang dikeluarkan dari dalil-dalilnya yang
terperinci. Mukalaf adalah orang yamg layak di bebani dengan
kewajiban. Seseorang dianggap mukalaf setidaknya ada dua ukuran; pertama, aqil,
maksudnya berakal. Cirinya adalah seseorang sudah dapat membedakan antara yang
baik dan buruk, dan antara benar dan salah. Kedua, baliq, maksudnya sudah
sampai pada ukuran-ukuran biologis. Untuk laki-laki sudah pernah ikhtilam
(mimpi basah ), sedangkan pereumpuan sudah haid.
Sementara itu ibadah secara bahasa ada tiga makna; (1)
ta’at (الطاعة);
(2) tunduk (الخضوع);
(3) hina (الذلّ);
dan (التنسّك)
pengabdian. Jadi ibadah itu merupakan bentuk ketaatan, ketundukan, dan pengabdian
kepada Allah.
Ibadah dalam arti umum adalah segala perbuatan
orang Islam yang halal yang dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah
dalam arti yang khusus adalah perbuatan ibadah yang dilaksanakan dengan tata
cara yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Ibadah dalam arti yang khusus
ini meliputi Thaharah, Shalat, Zakat, Shaum, Hajji, Kurban, Aqiqah Nadzar dan
Kifarat.
Ibadah
dalam arti lain yaitu penyembahan seseorang hamba terhadap tuhannya yang
dilakukan dengan merendahkan diri serendah-rendahnya , dengan hati yang ikhlas
menurut cara-cara yang ditentukan oleh agama.
Dari
dua pengertian tersebut jika digabungkan, maka Fiqih Ibadah adalah ilmu yang
menerangkan tentang dasar-dasar hukum-hukum syar’i khususnya dalam ibadah khas
seperti meliputi thaharah, shalat, zakat, shaum, hajji, kurban, aqiqah dan
sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan sebagai rasa bentuk ketundukan dan
harapan untuk mecapai ridla Allah. [1]
2.
Dasar Hukum Fiqih Ibadah
Semua sahabat dan para pengikutnya, para ulama
dan semua umat Islam sepakat bahwa ibadah yang berhubungan secara langsung
dengan Allah harus didasarkan pada nash Al- Qur’an dan As- Sunnah.
a.
Al- Qur’an
Al-Qur’an
adalah dalil pertama dan utama dalam perujukan dan penetapan hukum Islam.
Al-Qur’an adalah pokok agama, dasar aqidah, sumber syariat dan petunjuk bagi
orang-orang yang bertakwa. Oleh karena itu, Dasar hukum pelaksanaan ibadah yang
utama tentu saja al-Qur’an.
b.
As- Sunnah atau Al- Hadits
Dasar
hukum yang kedua adalah As- Sunnah atau Al- Hadits. As-Sunnah secara harfiah
merupakan kosa kata kuno yang telah dikenal dalam bahasa Arab, bermakna jalan
yang menjadi kebiasaan, baik atau buruk. Menurut ulama fiqih, Sunnah berarti
suatu perbuatan yang dianjurkan tanpa ada keharusan, dengan gambaran siapa yang
mengerjakan akan mendapatkan pahala, dan bila tidak dikerjakan tidak mendapatkan
dosa. Sedangkan menurut ahli hadits, Sunnah adalah segala sesuatu yang
tercermin dari diri Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan (taqrir),
sifat-sifat lahir maupun batin dan universalitasnya, serta setiap hal yang
telah ditetapkan dalam hukum syara’ maupun belum. Sedangkan As-Sunnah menurut
ulama’ ushul fiqh adalah segala sesuatu yang timbul dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, selain al-Qur’an yang mencakup perbuatan, perkataan, dan
ketetapan atau persetujuan (Taqrir) yang dapat digunakan sebagai landasan hukum
syariat.
Jadi,
dasar hukum semua bentuk ibadah kepada Allah adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Tidak
ada bentuk ibadah yang didasarkan pada dalil akal, karena akal cenderung
subjektif dan dipengaruhi hawa nafsu, kecuali dalam ibadah yang bersifat
substantif yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesama manusia.[2]
3.
Pembagian Fiqih Ibadah
Ibadah dalam ilmu fiqih terbagi atas 5 bab:
1. Bab
Thaharah
Thaharah dalam bahasa Arab artinya
kesucian, dan dalam ilmu Fiqih artinya mengangkat hadast dan menghilangkan
najis. Mengangkat hadast kecil ialah dengan berwudhu’ sedangkan mengangkat
hadast besar harus dilakukan dengan mandi besar (mandi junub).
2. Bab
Shalat
Shalat dalam bahasa artinya do’a dan
dalam ilmu Fiqih ialah perkataan dan pekerjaan yang dimulai dengan takbir
(Allahu Akbar) dan diakhiri dengan taslim (memberi salam).
3.
Bab As-shaum
As-shaum atau Ashiam: dalam bahasa
artinya menahan diri dari sesuatu, dan dalam ilmu Fiqih artinya menahan diri
dari makan, minum dan segala yang membatalkannya dari mulai fajar sampai
terbenam matahari disertai dengan niat.
4.
Bab Zakat
Zakat dalam bahasa artinya
pembersihan atau pertumbuhan dan dalam ilmu Fiqih ialah kadar harta yang
tertentu yang dikumpulkan dari harta seseorang yang tertentu dan dibagikan kepada
golongan tertentu disertai niat.
5. Bab Haji
Haji dalam
bahasa artinya menuju dan dalam ilmu Fiqih ialah berziarah ke Baitulllah di
Makkah untuk menjalankan manasik (pekerjaan) haji yang jatuh pada setiap bulan
Dzul Hijjah. [3]
B.
Syarat Ibadah
Diterima
1.
Iman
Iman secara bahasa, sebagian orang mengartikan iman dengan: tashdiq
(membenarkan atau meyakini kebenaran sesuatu); thuma’ninah (ketentraman);
dan iqrar (pengakuan). Makna yang ketiga inilah yang paling tepat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “ Dan telah diketahui bahwa
iman adalah iqrar (pengakuan), tidak semata- mata tashdiq. Iqrar
(pengakuan) mencakup perkataan hati, yaitu tashdiq (membenarkan
atau meyakini kebenaran), dan perbuatan hati, yaitu inqiyaad (ketundukan
hati)”. [4]
Dengan demikian, iman adalah iqraar (pengakuan) hati yang
mencakup:
·
Keyakinan hati,
yaitu meyakini kebenaran berita.
·
Perkataan hati,
yaitu ketundukan terhadap perintah.
Yaitu: keyakinan yang disertai dengan
kecintaan dan ketundukan terhadap segala yang dibawa oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari Allah Azza wa Jalla.
Adapun secara syara’ (agama), maka iman yang sempurna
mencakup qaul (perkataan) dan amal (perbuatan).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “ Dan diantara
prinsip- prinsip Ahli Sunnah wal Jama’ah bahwa Ad-din (Agama) dan al-
Iman adalah: perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan
hati, lisan dan anggota badan”. [5]
2.
Ikhlas
Ikhlas secara
bahasa artinya memurnikan. Maksud ikhlas dalam syara’ adalah memurnikan
niat dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, semata- mata mencari ridha
Allah Azza wa Jalla, menginginkan wajah Allah Azza wa Jalla dan mengharapkan
pahala atau keuntungan di akhirat. Serta membersihkan niat dari syirik niat,
riya’, sum’ah, mencari pujian, balasan dan ucapan terimakasih dari manusia,
serta niat duniawi lainnya.
Seorang ulama dari India, al- Imam Shiddiq Hasan Khan al- Husaini
rahimahullah berkata, “ Tidak ada perbedaan (diantara Ulama) bahwa ikhlas
merupakan syarat sah amal dan syarat diterimanya amal”. [6]
Berdasarkan syarat ikhlas ini, maka barangsiapa melakukan ibadah dengan
meniatkannya untuk selain Allah, seperti menginginkan pujian manusia, atau
keuntungan duniawi atau melakukannya karena ikut- ikutan orang lain tanpa
meniatkan amalanya untuk Allah atau barangsiapa melakukan ibadah dengan niat
mendekatkan diri kepada makhluk atau karena takut penguasa atau semacamnya,
maka ibadahnya tidak akan diterima, tidak akan berpahala. Demikian juga jika
seseorang meniatkan ibadah kepada Allah Azza wa Jalla, tetapi niatnya dicampuri
riya’, maka amalannya gugur. Ini merupakan kesepakatan para ulama.[7]
3.
Ittiba’
Ittiba’ adalah
mengikuti tuntunan Nabi Muhammad
Shallallhu ‘alaihi wa Sallam. Orang yang telah bersyahadat bahwa Nabi
Muhammad Shallallhu ‘alaihi wa Sallam
adalah utusan Allah Azza wa Jalla, maka syahadat tersebut memuat kandungan:
meyakini berita Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, menta’ati perintah
Beliau, menjauhi larangan Beliau, dan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla
hanya dengan syari’at Beliau.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَااَتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ
فَانْتَهُوْا
“Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dia larang kepadamu,
maka t inggalkanlah. [al- Hasyr/59: 7]
Ayat ini nyata
menjelaskan kewajiban ittiba’ kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa Sallam.
BAB III
A.
Kesimpulan
Fikih
Ibadah adalah salah satu ilmu pengetahuan yang wajib diketahui dan dipelajari
bagi seluruh umat islam dalam pelaksanaan ibadah- ibadah yang sesuai dengan Al-
Qur’an dan As- Sunnah atau Al- Hadits. Ibadah yang diterima adalah ibadah yang
didalamnnya ada keimanan dan keikhlasan serta ittiba’ bagi pelakunnya.
B.
Saran
C.
Penutup
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan makalah ini.
Penulis
banyak berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah
dikesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
[1]
http://asdarblogge.blogspot.co.id
[3] http://sajadalife.com/index.php
[4] Majmu
Fatawa 7/638
[5] Syarah
Aqidah Washitiyah , hlm: 231, karya Syaikh Muhammad Kholil Harros, takhrij:
‘Alwi bin Abdul Qodir As- Saqqof
[6] Addiinul Khaalish, 2/385
[7] Lihat Tashil al- ‘Aqiidah al-
Islaamiyyah, hlm. 74, Penerbit: Darul ‘Ushaimi lin nasyr wa tauzi’,
karya Prof. Dr. Abdullah bin Abdul ‘Aziz bin Hammadah al- Jibrin
C
ReplyDeleteminta isi makalah ariyah,dhaman,wadiah nya dong
ReplyDelete