Thursday, January 18, 2018

Makalah Fiqih Ibadah



MAKALAH FIQIH IBADAH
Makalah di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah FIQIH yang di bimbing oleh Drs.KH.Abd. Hayi Imam, M.Ag

Image result for iai bbc
DISUSUN OLEH:
1.KARLINA
2.NURUL FADHLILLAH
3.UDIN SARIPUDIN
4.WARDATUS SHOLIHA
5.WIWIN NURLIA
6.ZAKIYYAH DARAJAT

Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon
Jln. Widarasari III-Tuparev-Cirebon Telp. 0231-246215
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan nikmat kepada kami. Sehinga kami manpu menyelesaikan “ MAKALAH FIQIH IBADAH” sesuai dengan waktu yang kami rencanakan. Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah fiqih ibadah. Yang meliputi tugas nilai kelompok.
Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah ada. Namun, hanya lebih pendekatan pada materi atau membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai referensi. Yang bisa memberikan tambahan pada hal yang terkait dengan fiqih ibadah dalam perkembangan keislaman.
Pembuatan makalah ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu mengumpulkan dan mengkaji materi  fiqih ibadah dari berbagai referensi. Kami menggunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah yang kami susun dapat memberikan informasi yang mudah difahami.
Penyampaian perbandingan materi dan referensi yang satu dengan yang lain akan menyapu dalam satu makalah. Sehingga tidak akan tidak ada perombakan total dari buku aslinya.
Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitupula dalam penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon  maaf   atas segala kekurangannya.
Kami ucapkan terima kasih kepada Drs.KH.Abd.Hayi Imam, M.Ag sebagai pengajar mata kuliah fiqih ibadah yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Sehingga tepat pada waktunya.

                                                                                    Cirebon, Oktober 2017
                                             
                                                                                    PENYUSUN


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................

BAB    I           PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang
b.      Rumusan Masalah
c.       Tujuan Pembahasan

BAB    II         PEMBAHASAN
A.    Fiqih Ibadah
1.      Pengertian
2.      Dasar Hukum
3.      Pembagian
B.     Syarat Ibadah Diterima

BAB    III        PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ibadah merupakan suatu perkara yang perlu adanya perhatian dengannya, karena ibadah itu tidak bisa dibuat main-main apalagi disalah gunakan. Dalam islam ibadah harus berpedoman pada apa yang  telah Allah Subhaanahu wa Ta’aala perintahkan dan apa yang telah di ajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada umat islam yang dilandaskan pada kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad berupa kitab suci Al-Qur’an dan segala perbuatan, perkataan, dan ketetapan Nabi atau dengan kata lain yang disebut dengan hadist Nabi.
Kita sebagai umat islam tentunya mengetahui apa itu ibadah dan bagaimana cara pelaksanaan ibadah tersebut. Oleh karena itu,  kita harus mengikuti ibadah yang dicontohkan oleh Nabi kepada kita dan tidak boleh membuat ibadah-ibadah yang tidak berdasar pada Al-Qur’an dan Hadist.
Dalam makalah ini, akan di kupas tentang bagaimana ibadah, pengertian, dasar hukum, pembagian dan syarat ibadah diterima.

A.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut  :
1.             Jelaskan pengertian fiqih ibadah ?
2.             Apa saja dasar hukum ibadah ?
3.             Ada berapa pembagian nya ?
4.             Bagaimanakah syarat ibadah diterima ?
B.     Tujuan Pembahasan
1.             Untuk mengetahui dan memahami fiqih ibadah itu dari segi pengertian islam.
2.             Untuk mengetahui dan memahami pengertian ibadah secara islam.
3.             Untuk mengetahui dan memahami dasar hukum ibadah.
4.             Untuk mengetahui dan memahami pembagiannya.
5.             Untuk memahami dan mengetahui syarat ibadah diterima.
BAB II
PEMBAHASAN
A.       Fiqih Ibadah

1.    Pengertian Fiqih Ibadah
Secara bahasa kata fiqih ibadah dapat diartikan al-ilm artinya ilmu, dan al- fahm, artinya pemahaman. Jadi fiqih dapat diartikan ilmu yang mendalam.
Secara istilah fiqih adalah ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syar’i yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan para mukalaf yang dikeluarkan dari dalil-dalilnya yang terperinci.  Mukalaf  adalah orang yamg layak di bebani dengan kewajiban. Seseorang dianggap mukalaf setidaknya ada dua ukuran; pertama, aqil, maksudnya berakal. Cirinya adalah seseorang sudah dapat membedakan antara yang baik dan buruk, dan antara benar dan salah. Kedua, baliq, maksudnya sudah sampai pada ukuran-ukuran biologis. Untuk laki-laki sudah pernah ikhtilam (mimpi basah ), sedangkan pereumpuan sudah haid.
Sementara itu ibadah secara bahasa ada tiga makna; (1) ta’at (الطاعة); (2) tunduk (الخضوع); (3) hina (الذلّ); dan (التنسّك) pengabdian. Jadi ibadah itu merupakan bentuk ketaatan, ketundukan, dan pengabdian kepada Allah.
Ibadah dalam arti umum adalah segala perbuatan orang Islam yang halal yang dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah dalam arti yang khusus adalah perbuatan ibadah yang dilaksanakan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Ibadah dalam arti yang khusus ini meliputi Thaharah, Shalat, Zakat, Shaum, Hajji, Kurban, Aqiqah Nadzar dan Kifarat.
           Ibadah dalam arti lain yaitu penyembahan seseorang hamba terhadap tuhannya yang dilakukan dengan merendahkan diri serendah-rendahnya , dengan hati yang ikhlas menurut cara-cara yang ditentukan oleh agama.
           Dari dua pengertian tersebut jika digabungkan, maka Fiqih Ibadah adalah ilmu yang menerangkan tentang dasar-dasar hukum-hukum syar’i khususnya dalam ibadah khas seperti meliputi thaharah, shalat, zakat, shaum, hajji, kurban, aqiqah dan sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan sebagai rasa bentuk ketundukan dan harapan untuk mecapai ridla Allah. [1]

2.      Dasar Hukum Fiqih Ibadah
            Semua sahabat dan para pengikutnya, para ulama dan semua umat Islam sepakat bahwa ibadah yang berhubungan secara langsung dengan Allah harus didasarkan pada nash Al- Qur’an dan As- Sunnah.
a.      Al- Qur’an
      Al-Qur’an adalah dalil pertama dan utama dalam perujukan dan penetapan hukum Islam. Al-Qur’an adalah pokok agama, dasar aqidah, sumber syariat dan petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Oleh karena itu, Dasar hukum pelaksanaan ibadah yang utama tentu saja al-Qur’an.
b.      As- Sunnah atau Al- Hadits
     Dasar hukum yang kedua adalah As- Sunnah atau Al- Hadits. As-Sunnah secara harfiah merupakan kosa kata kuno yang telah dikenal dalam bahasa Arab, bermakna jalan yang menjadi kebiasaan, baik atau buruk. Menurut ulama fiqih, Sunnah berarti suatu perbuatan yang dianjurkan tanpa ada keharusan, dengan gambaran siapa yang mengerjakan akan mendapatkan pahala, dan bila tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Sedangkan menurut ahli hadits, Sunnah adalah segala sesuatu yang tercermin dari diri Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan (taqrir), sifat-sifat lahir maupun batin dan universalitasnya, serta setiap hal yang telah ditetapkan dalam hukum syara’ maupun belum. Sedangkan As-Sunnah menurut ulama’ ushul fiqh adalah segala sesuatu yang timbul dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, selain al-Qur’an yang mencakup perbuatan, perkataan, dan ketetapan atau persetujuan (Taqrir) yang dapat digunakan sebagai landasan hukum syariat.
     Jadi, dasar hukum semua bentuk ibadah kepada Allah adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Tidak ada bentuk ibadah yang didasarkan pada dalil akal, karena akal cenderung subjektif dan dipengaruhi hawa nafsu, kecuali dalam ibadah yang bersifat substantif yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesama manusia.[2]

3.      Pembagian Fiqih Ibadah

Ibadah dalam ilmu fiqih terbagi atas 5 bab:
1.      Bab Thaharah
Thaharah dalam bahasa Arab artinya kesucian, dan dalam ilmu Fiqih artinya mengangkat hadast dan menghilangkan najis. Mengangkat hadast kecil ialah dengan berwudhu’ sedangkan mengangkat hadast besar harus dilakukan dengan mandi besar (mandi junub).
2.      Bab Shalat
Shalat dalam bahasa artinya do’a dan dalam ilmu Fiqih ialah perkataan dan pekerjaan yang dimulai dengan takbir (Allahu Akbar) dan diakhiri dengan taslim (memberi salam).
3.      Bab As-shaum
As-shaum atau Ashiam: dalam bahasa artinya menahan diri dari sesuatu, dan dalam ilmu Fiqih artinya menahan diri dari makan, minum dan segala yang membatalkannya dari mulai fajar sampai terbenam matahari disertai dengan niat.
4.      Bab Zakat
Zakat dalam bahasa artinya pembersihan atau pertumbuhan dan dalam ilmu Fiqih ialah kadar harta yang tertentu yang dikumpulkan dari harta seseorang yang tertentu dan dibagikan kepada golongan tertentu disertai niat.
5.      Bab Haji
Haji dalam bahasa artinya menuju dan dalam ilmu Fiqih ialah berziarah ke Baitulllah di Makkah untuk menjalankan manasik (pekerjaan) haji yang jatuh pada setiap bulan Dzul Hijjah. [3]
B.     Syarat Ibadah Diterima
1.      Iman
Iman secara bahasa, sebagian orang mengartikan iman dengan: tashdiq (membenarkan atau meyakini kebenaran sesuatu); thuma’ninah (ketentraman); dan iqrar (pengakuan). Makna yang ketiga inilah yang paling tepat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “ Dan telah diketahui bahwa iman adalah iqrar (pengakuan), tidak semata- mata tashdiq. Iqrar (pengakuan) mencakup perkataan hati, yaitu tashdiq (membenarkan atau meyakini kebenaran), dan perbuatan hati, yaitu inqiyaad (ketundukan hati)”. [4]
Dengan demikian, iman adalah iqraar (pengakuan) hati yang mencakup:
·         Keyakinan hati, yaitu meyakini kebenaran berita.
·         Perkataan hati, yaitu ketundukan terhadap perintah.
Yaitu: keyakinan yang disertai dengan kecintaan dan ketundukan terhadap segala yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari Allah Azza wa Jalla.
Adapun secara syara’ (agama), maka iman yang sempurna mencakup qaul (perkataan) dan amal (perbuatan).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “ Dan diantara prinsip- prinsip Ahli Sunnah wal Jama’ah bahwa Ad-din (Agama) dan al- Iman adalah: perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan hati, lisan dan anggota badan”. [5]

2.      Ikhlas
Ikhlas secara bahasa artinya memurnikan. Maksud ikhlas dalam syara’ adalah memurnikan niat dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, semata- mata mencari ridha Allah Azza wa Jalla, menginginkan wajah Allah Azza wa Jalla dan mengharapkan pahala atau keuntungan di akhirat. Serta membersihkan niat dari syirik niat, riya’, sum’ah, mencari pujian, balasan dan ucapan terimakasih dari manusia, serta niat duniawi lainnya.
Seorang ulama dari India, al- Imam Shiddiq Hasan Khan al- Husaini rahimahullah berkata, “ Tidak ada perbedaan (diantara Ulama) bahwa ikhlas merupakan syarat sah amal dan syarat diterimanya amal”. [6]
Berdasarkan syarat ikhlas ini, maka barangsiapa melakukan ibadah dengan meniatkannya untuk selain Allah, seperti menginginkan pujian manusia, atau keuntungan duniawi atau melakukannya karena ikut- ikutan orang lain tanpa meniatkan amalanya untuk Allah atau barangsiapa melakukan ibadah dengan niat mendekatkan diri kepada makhluk atau karena takut penguasa atau semacamnya, maka ibadahnya tidak akan diterima, tidak akan berpahala. Demikian juga jika seseorang meniatkan ibadah kepada Allah Azza wa Jalla, tetapi niatnya dicampuri riya’, maka amalannya gugur. Ini merupakan kesepakatan para ulama.[7]

3.      Ittiba’
Ittiba’ adalah mengikuti tuntunan Nabi Muhammad  Shallallhu ‘alaihi wa Sallam. Orang yang telah bersyahadat bahwa Nabi Muhammad  Shallallhu ‘alaihi wa Sallam adalah utusan Allah Azza wa Jalla, maka syahadat tersebut memuat kandungan: meyakini berita Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, menta’ati perintah Beliau, menjauhi larangan Beliau, dan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla hanya dengan syari’at Beliau.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَااَتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dia larang kepadamu, maka t inggalkanlah. [al- Hasyr/59: 7]
Ayat ini nyata menjelaskan kewajiban ittiba’ kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.





BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Fikih Ibadah adalah salah satu ilmu pengetahuan yang wajib diketahui dan dipelajari bagi seluruh umat islam dalam pelaksanaan ibadah- ibadah yang sesuai dengan Al- Qur’an dan As- Sunnah atau Al- Hadits. Ibadah yang diterima adalah ibadah yang didalamnnya ada keimanan dan keikhlasan serta ittiba’ bagi pelakunnya.
B.     Saran

C.     Penutup
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.






[1] http://asdarblogge.blogspot.co.id
[3] http://sajadalife.com/index.php
[4]  Majmu Fatawa 7/638
[5]  Syarah Aqidah Washitiyah , hlm: 231, karya Syaikh Muhammad Kholil Harros, takhrij: ‘Alwi bin         Abdul Qodir As- Saqqof
[6] Addiinul Khaalish, 2/385
[7] Lihat Tashil al- ‘Aqiidah al- Islaamiyyah, hlm. 74, Penerbit: Darul ‘Ushaimi lin nasyr wa tauzi’, karya Prof. Dr. Abdullah bin Abdul ‘Aziz bin Hammadah al- Jibrin

2 comments:

Monggo Komentarnya. . .