Tuesday, January 16, 2018

Makalah Jadalil, metode dan bentuk jadalil serta contoh ayat jadalil



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kitab suci Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi kebenaran yang jelas dan terperinci yang menjangkau segala aspek kehidupan, hal ini telihat dengan jelas ketika masa kejayaan Islam yang dibangun berlandaskan Al-Qur’an. Namun banyak manusia yang mengingkari keabsahannya sehingga hatinya dipenuhi kesombongan dan menyatakan diri tidak mengimaninya. Al-Qur’an tidak berisi kalimat-kalimat verbal yang sunyi arti, tapi lebih merupakan untaian kalimat petunjuk dan hidayah untuk seluruh umat manusia dan terbukti telah menyatukan berbagai macam keragaman. Oleh sebab itu, masuk akal jika terdapat banyak sekali proses-proses para penafsir Al-Qur’an dari zaman ke zaman dalam upaya mengungkap makna-makna dan sistem yang terkandung dalam Al-Qur’an yang merupakan Mukjizat terbesar Akhir Zaman (Zaenal Arif).[1]
Al-Qur’an juga berisi kisah-kisah yang mengandung banyak nilai dan hikmah di dalamnya. Al-Qur’an tidak hanya menceritakan kisah-kisah pada zaman lampau tetapi Al-Qur’an juga menceritakan kisah-kisah pada masa yang akan datang.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Jadalil, metode dan bentuk jadalil serta contoh ayat jadalil?
2.      Apa itu kisah dalam Al-Qur’an, macam dan contoh ayat-ayat kisah?
3.      Apa nilai dan hikmah dari jadalil dan kisah dalam Al-Qur’an?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui arti dari Jadalil, metode, bentuk dan contoh-contoh jadalil.
2.      Mengetahui arti dari kisah, macam dan contoh kisah dalam Al-Qur’an.
3.      Mengetahui nilai dan hikmah dari jadalil dan kisah dalam Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Jadalil Qur’an
1.      Pengertian Jadalil
Secara bahasa jadal berasal dari kata جَدَلَ-يَجْدُلُ – جُدُوْلًا   yang artinya صَلُبَ وَ قَوِيَ    atau dalam arti lain الحَبّ : قَوِيَ فِى سنبله.   Adapun secara istilah Jadal dan Jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kataجَدَلْتُ الحَبْل  yakni فَتْلَهُ اَحْكَمْتُ (aku kokohkan jalinan tali itu), mengingat kedua belah pihak itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipeganginya.
Dalam bahasa Indonesia, Jadal dapat dipadankan dengan debat. Debat adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Jadal atau Jidal dalam bahasa Arab dapat dipahami sebagai ”perbantahan dalam suatu permusuhan yang sengit dan berusaha memenangkannya.”
Allah menyatakan dalam al-Qur’an bahwa Jadal atau berdebat merupakan salah satu tabiat manusia. Allah SWT berfirman,
Artinya :
“...Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah” (Al-Kahfi:54)
Sesungguhnya telah Kami (Allah) jelaskan dan Kami (Allah) ragamkan dalam Al-Qur’an dengan bermacam-macam perumpamaan bagi manusia, agar mereka (manusia) mengambil pelajaran darinya (Al-Qur’an) dan mengimaninya (Al-Qur’an). Namun, manusia itu adalah makhluk yang paling banyak membantah dan mendebat.[2]
Dengan arti bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang suka bersaing, berdebat dan selalu mempertahankan pendapat dan fikirannya masing-masing. Rasulallah juga sebagai pengemban amanat Ilahi diperintahkan agar berdebat dengan kaum musyrik dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingasan mereka. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman;
Artinya :
Serulah manusia kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang paling baik”(al-Nahl; 125)
Dalam ayat lain Allah memerintahkan agar Rasulnya tidak menuruti perdebatan mereka, malah beliau mestilah menutup pintu perdebatan itu dengan cara yang paling ringkas dengan mengatakan: Allah amat mengetahui apa yang kamu lakukan. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
Artinya :
“Dan jika mereka membantah (mendebat) kamu, maka  katakanlah   Allah lebih mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hajj: 22: 68 )

2.      Contoh Ayat yang Bernuansa Jadal :
o   Jadal dalam penetapan wujud Allah
Q.S. al jaatsiyah : 24-28
وقَالُوْا مَا هِيَ اِلَّا حَيَاتُنَا  الدُّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَاۤ اِلَّا الدَّهْرُ ۗ  وَمَا لَهُمْ بِذٰلِكَ  مِنْ عِلْمٍ ۚ
 اِنْ هُمْ اِلَّا يَظُنُّوْنَ
“Dan mereka berkata, Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa. Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja."(QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 24)
وَاِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِمْ اٰيٰتُنَا بَيِّنٰتٍ مَّا كَانَ حُجَّتَهُمْ اِلَّاۤ اَنْ قَالُوا ائْتُوْا بِاٰبَآئِنَاۤ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
"Dan apabila kepada mereka dibacakan ayat-ayat Kami yang jelas, tidak ada bantahan mereka selain mengatakan, Hidupkanlah kembali nenek moyang kami, jika kamu orang yang benar."(QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 25)
قلِ اللّٰهُ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يَجْمَعُكُمْ اِلٰى  يَوْمِ الْقِيٰمَةِ لَا رَيْبَ فِيْهِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْن
"Katakanlah, Allah yang menghidupkan kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan lagi; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."(QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 26)
وَلِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ  وَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ يَوْمَئِذٍ يَّخْسَرُ  الْمُبْطِلُوْن 
"Dan milik Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya Kiamat, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan (dosa)."(QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 27)
وَتَرٰى كُلَّ اُمَّةٍ جَاثِيَةً ۗ  كُلُّ اُمَّةٍ تُدْعٰۤى اِلٰى كِتٰبِهَا  ۗ  اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
"Dan (pada hari itu) engkau akan melihat setiap umat berlutut. Setiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan atas apa yang telah kamu kerjakan."(QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 28)
o   Jadal tentang penetapan keesaan Allah
Q.S. Al-anbiya : 22
لَوْ كَانَ فِيْهِمَاۤ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَـفَسَدَتَا ۚ  فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ  الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْن
"Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada Tuhan-Tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Maha Suci Allah yang memiliki 'Arsy, dari apa yang mereka sifatkan."(QS. Al-Anbiya 21: Ayat 22)                
3.      Metode jadal al-Qur’an
Metode jadal qur’an ada dua tipe, diantaranya :
a)      Metode yang mengandalkan kekuatan retorika (keterampilan bahasa) dan bahassa logika.
o   Al-istidlal al-hamli, yaitu penyusunan argumentasi dengan mengawinkan premis-premis tertentu. Metode ini sering dipakai oleh para filsof dan pakar teolog. Kemustahilan bertemunya dua hal pada ruang dan waktu yang sama misalnya.
Contoh : Q.S. Al-an’am : 76-80
o   Al-istidlal al-istisna’iy, yaitu membangun sebuah argumentasi dengan membuat pengandaian mengenai sesuatu (objek yang dibahas). Maksud dari metode ini, yaitu mustadil menyandarkan keabsahan sebuah pernyataan (malzum) ada sesuatu yang inhern didalamnya (lazim).
Contoh : Q.S. Al-baqarah : 21-24
o   Qiyas al-dilalah,yaitu membangun argumentasi dengan menggunakansuatu ungkapan yang dapat menunjukkan (menjadi dilalah) kepada apa yang dimaksud.
Contoh : Q.S. Ibrahim : 9-14
o   Al-istifar, yaitu metode sanggahan dalam jadal al-qur’an. Metode ini dilakukan dengan meminta pihak lawan untuk menjelaskan kata-kata yang masih ambigu dari argumentasi yang telah ia sampaikan.
Contoh : Q.S. Taha : 47-55
o   Fasad al-wad’I wa al I’tibar, adalah menyanggah dengan menunjukkan kesalahan mustadil dalam pengambilan landasan argumentasi. Contoh : Q.S. Al-baqarah : 84-85
b)      Metode yang mengandalkan kelihaian yang meruntuhkan mental lawan.
o   Al-intiqal, adalah berpindah dari pemakaina suatu argumen pada argument lainnya, dengan andaian bahwa lawan tidak menguasai argumen pertama sehingga tidak dapat menjawabnya. Disatu sisi ini, perpindahan ini menunjukkan sportifitas mustadlil, dengan memberikan penyampaian yang mampu dicerna lawannya. Perpindahan itu juga menunjukkan kelebihluasan wawasan mustadlildari lawannya.
Contoh : Q.S. Al-baqarah : 258
o   Al-Naqd, adalah metode debat dengan cara memancing mental lawan agar mengeluarkan pernyataan yang nantinya akan menjebak dirinya sendiri.
Contoh : Q.S. Al-baqarah : 91

Menurut al-Zarkassyi sebagaimana yang di kutip dalam Manna Khalil Qattan terj. Drs. Mudzakir AS, menyatakan bahwa al-Qur’an telah mencakup segal macam dalil dan bukti, tidak ada satu dalil pun, satu bukti atau definisi-definisi mengenai sesuatu, maupun berupa persepsi akal maupun dalil naql yang universal, kecuali telah dibicarakan oleh Kitabullah. Tetapi Allah mengemukakannya sejalan dengan kebiasaan-kebiasaan bangsa Arab; tidak menggunakan metode-metode berpikir ilmu kalam yang rumit, hal ini disebabkan kepada dua hal,diantara nya;
a.       Mengingat Firman-Nya dalam Surat Ibrahim ayat 4;
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
b.      Bahwa orang yang cenderung menggunakan argumentasi pelik dan rumit itu sebenarnya ia tidak sanggup menegakan hujjah dengan kalam agung. Sebab orang yang mampu memberi pengertian tentang sesuatu dengan cara yang lebih jelas yang bisa dipahami sebagian besar orang, tentu tidak perlu melangkah kepada yang lebih kabur, rancu dan teka-teki yang hanya dipahami oleh segelintir orang.

4.      Bentuk-bentuk Perdebatan dalam al-Qur’an dan Dalilnya
1)      Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang disertai perintah melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi penetapan dasar-dasar kaidah, seperti ketauhidan Allah dan Uluhiyah-Nya dan keimanan kepada malikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian. Seperti firman Allah;
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,Padahal kamu mengetahui.” (al-Baqarah; 21-22)
2)      Membantah pendapat para penantang dan lawan, serta mematahkan argumentasi mereka, perdebatan macam ini mempunyai beberapa bentuk;
1.      Membungkam lawan bicara dengan mengajukan pertanyan tentang hal-hal yang telah diakui dan diterima baik oleh akal, agar ia mengakui apa yang tadinya diingkari, seperti penggunaan dalil dengan makhluk untuk menetapkan adanya Khalik, seperti firman Allah:
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?. Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?. Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki? Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan hutang? Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang gaib lalu mereka menuliskannya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang yang kafir itu merekalah yang kena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai Tuhan selain Allah. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.(al-Thur; 35-43)
2.      Mengambil dalil dengan mabda’ (asal mula kejadian) untuk menetapkan ma’ad (hari kebangkitan), seperti Firman-Nya dalam Surat Qaaf ayat 15:
“Maka Apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama? sebenarnya mereka dalam Keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.”




B.     Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an
1.      Pengertian
Kisah dalam penulisan Bahasa Arab adalah qosso – yaqussu qissatun yang berarti : mencari bekasan, mengikuti bekas (jejak). Jamak dari qissatun adalah qosos / al-qosos dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dengan arti mengikuti jejak.
Ayat-ayat tersebut diantaranya adalah:
فارتد على آثارهما قصصا
“Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka” (QS. Al-Kahfi 18:64)
وقالت لاخته قصيه
“Dan berrkatalah Ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: ikutilah dia” (QS. Al-Qosos : 11)
ان هذا لهو القصص الحق
“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar” (QS. Al-Imran : 62)
لقد كان في قصصهم عبرة لاولي الالباب
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran (ibrah) bagi orang-orang yang mempunyai akal” (QS. Yusuf : 111)

Menurut istilah pengertian Qosos adalah kabar-kabar Al-Qur’an tentang keadaan umat yang terdahulu dan masa kenabian, peristiwa-peristiwa yang terjadi. Al-Qur’an melengkapi keterangan-keterangan tentang peristiwa yang terjadi, sejarah-sejarah bangsa, keadaan negeri-negeri serta menerangkan sejarah dari kaum terdahulu.

2.      Macam-Macam Qosos (Kisah dalam Al-Qur’an)
Kisah Al-Qur’an mempunyai banyak pola, format kisah Al-Qur’an dapat difahami dari beberapa segi yaitu dari segi waktu, segi materi, dan segi bahasa.
a)      Dari segi waktu terbagi menjadi tiga bagian :
1)      Kisah ghaib yang terjadi masa lalu, seperti :
·         Kisah tentang dialog Malaikat dengan Rabbnya mengenai penciptaan Khalifah di bumi sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (QS. Al-Baqarah : 30)
·         Kisah tentang penciptaan alam semesta.
“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy”. (QS. Al-Furqan : 59)
·         Kisah tentang penciptaan Nabi Adam dan Keidupannya di Surga, sebagaimana dikisahkan dalam QS. Al-A’raf: 11-25.

2)      Kisah hal ghaib yang terjadi masa kini, misalnya :
·         Kisah tentang turunnya Malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan, dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebi baik dari seribu bulan, pada malam itu turun para malikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah malam itu sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadar : 1-5)
·         Kisah tentang kehidupan makhluk ghaib seperti syetan, jin, dan iblis. Seperti :
“Allah berfirman : “Maka turunlah kamu darinya (surga); karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina”. (Iblis) menjawab:”Berilah aku penangguhan waktu, sampai hari mereka dibangkitkan”. (Allah) berfirman:”Benar, kamu termasuk yang diberi penangguhan waktu”. (Iblis) menjawwab:”Karena Enkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudia pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur”. (Allah) berfirman:”Keluarlah kamu dari sana (surga) dalam keadaan terhina dan terusir! Sesungguhnya barang siapa yang diantara mereka ada yang mengikutimu, pasti akan Aku isi neraka Jahannam dengan kamu semua”. (QS. Al-A’raf : 13 – 18)

3)      Kisah hal ghaib yang akan terjadi di masa yang akan datang, seperti :
·         Kisah tentang akan datangnya hari kiamat seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Qari’ah, Al- Zalzalah, dan lain-lain.
·         Kisah tentang Abu Lahab kelak di Akhirat seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Lahab.
·         Kisah tentang kehidupan orang-orang di surga dan orang-orang yang hidup di dalam neraka seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Ghasyiyah.

b)      Dari segi materi, Al-Qosos dalam Al-Qur’an terbagi dalam tiga macam:
1)      Kisah-kisah para Nabi, seperti :
·         Kisah Nabi Adam dalam QS. Al-Baqarah : 30-39.
·         Kisah Nabi Nuh dalam QS. Hud : 25-49.
·         Kisah Nabi Hud dalam QS. Al-A’raf : 65, 72, 50, 58.
·         Kisah Nabi Idris dalam QS. Maryam : 56-57, Al-Anbiya : 85-86.
·         Kisah Nabi Yunus dalam QS. Yunus : 98, QS. Al-An’am : 86-87.
·         Kisah Nabi Luth dalam QS. Hud : 69-83.
·         Kisah Nabi Sholeh dalam QS. Al-A’raf : 85-93.
·         Kisah Nabi Musa dalam QS. Al-Baqarah : 49-61, Al-A’raf : 103-157.
·         Kisah Nabi Harun dalam QS. An-Nisa : 163.
·         Kisah Nabi Daud dalam QS. Saba : 10, QS. Al-Anbiya : 78.
·         Kisah Nabi Sulaiman dalam QS. An-Naml : 15,44, QS. Saba : 12-14.
·         Kisah Nabi Ayyub dalam QS. Al-An’am : 34, Al-Anbiya : 83-84.
·         Kisah Nabi Ilyas dalam QS. Al-An’am : 85.
·         Kisah Nabi Ilyasa dalam QS. Shod : 48.
·         Kisah Nabi Ibrahim dalam QS. Al-Baqarah : 124, 132, QS. Al-An’am : 74-83.
·         Kisah Nabi Isma’il dalam QS. Al-An’am : 86-87.
·         Kisah Nabi Ishaq dalam QS. Al-Baqarah : 133-136.
·         Kisah Nabi Ya’kub dalam QS. Al-Baqarah : 132-140.
·         Kisah Nabi Yusuf dalam QS. Yusuf : 3-102.
·         Kisah Nabi Yahya dalam QS. Al-An’am : 85.
·         Kisah Nabi Zakaria dalam QS. Maryam : 2-15.
·         Kisah Nabi Muhammad dalam QS. At-Takwir : 22-24, QS. Al-Furqan : 4, QS. Abasa : 1-10, QS. At-Taubah : 43-57.
Adapun kisah para Nabi, ada yang diceritakan dan ada pula yang tidak diceritakan. Seperti yang dikatakan dalam firman Allah :
·         “Dan Sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.....” (Q.S Ghafir : 78).
·         “Dan ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan mereka kepadamu sebeluDan ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan mereka kepadamu sebelumnya dan ada beberapa rasul (lain) yang tidak Kami kisahkan kepadamu. Dan kepada Musa, Allah berfirman langsung”. (Q.S. An-Nisa : 164).
·         “Dan Tuhanmu  lebih mengetahui siapa yang di langit dan di bumi. Dan sunnguh, Kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian  nabi-nabi atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud”. (Q.S. Al-Isra : 55).[3]
2)      Kisah tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi (masa lampau) yang tidak dapat dipastikan keNabiannya, seperti :
·         Kisah tentang Luqman dalam QS. Luqman : 12-13.
·         Kisah tentang Dzulqarnain dalam QS. Al-Kahfi : 83-98.
·         Kisah tentang Ashabul Kahfi dalam QS. Al-Kahfi : 9-26.
·         Kisah tentang Thalut dan Jalut dalam QS. Al-Baqarah : 246-251.
·         Kisah tentang Maryam dalam QS. 16-35.
·         Kisah tentang Ya’juj dan Ma’juj dalam QS. Al-Anbiya : 95-97.
·         Kisah tentang bangsa Romawi dalam QS. Ar-Rum : 2-4.
3)      Kisah yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, seperti:
·         Kisah tentang Ababil dalam QS. Al-Fiil : 1-5.
·         Kisah tentang hijrahnya Nabi Muhammad dalam QS. Muhammad : 13.
·         Kisah tentang perang Badar dan Uhud yang diuraikan dalam surat Al-Imran.
·         Kisah tentang perang Hunain.

c)      Dari segi bahasa terdapat tiga cara, yaitu :
1)      Deskriptif (Akhbari).
2)      Interview (Hiwar).
3)      Debat (Jadal).
Adapun contoh dari segi ini adalah :
·         Kisah Nabi Nuh dituangkan dalam QS. Hud : 25-29, QS. Hud : 32-33, dan QS. Hud : 42-49. Kisah ini terdiri dari bagian, yaitu:
1)      Percakapan Nabi Nuh dengan kaumnya mengenai tauhid dan ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
2)      Percakapan dengan anaknya; perumpaan antar orang tua yang sayang dan anak yang maksiat.
3)      Percakapannya dengan Allah; tentang taqdir Allah bagi anaknya.
Dari kisah inilah kita memahami mengapa Nabi memberikan nasehat kepada umatnya untuk tidak mematuhi nasehat orang tua yang mengajak pada kemusyrikan.
·         Kisah Nabi Hud dan Kaum ‘Ad dituangkan dalam QS. Hud : 50-59. Dari kisah tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang posisi Nabi Hud dan kaumnya. Posisi Nabi Hud ialah mendakwahkan perintah Allah yang terdiri dari :
1)      Kembali pada Allah dan tidak syirik (sebagaimana ajaran Nabi Nuh).
2)      Tidak minta upah dan tujuannya hanyalah Allah.
3)      Istighfar hanya kepada Allah.
4)      Kembali pada Tauhid.
Sedangkan kaum ‘Ad :
1)        Mereka tetap menyembah Tuhan mereka.
2)        Tidak mendengar dan mengacuhkan ajakan tauhid.
3)        Keyakinan mereka bahwa Hud akan terkena bala karena dakwahnya.
·         Kisah Nabi Sholeh dan kaum Tsamud dituangkan dalam QS. Hud : 61-67. Nabi Sholeh telah memberikan bukti kenabiannya dengan seekor unta betina yang memberikan kesejahteraan, lalu kaumnya memotong unta betina tersebut. Kemudian Nabi Sholeh memberikan tenggang waktu tiga hari, lalu datanglah angin topan yang menghancurkan mereka.
Adapun arti dari QS. Hud : 61-67, adalah :
61)             “dan kepada kaum Tsamud (Kami utus) saudar mereka, Shaleh. Dia berkata,”Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan memperkenankan (do’a hamba-Nya).”
62)             Mereka (kaum Tsamud) berkata,”Wahai Shaleh! Sungguh, engkau sebelum ini berada di tengah-tengah kami merupakan orang yang g yang diharapkan, mengapa engkau melarang kami menyembah apa yang disembah nenek moyang kami? Sungguh, kami benar-benar dalam keraguan dan kegelisahan terhadap apa (agama) yang engkau serukan kepada kami.”
63)             Dia (Shaleh) berkata,”Wahai kaumku! Terangkanlah kepadaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan diberi-Nya aku rahmat (kenabian) dari-Nya, maka siapa yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mendurhakai-Nya? Maka kamu hanya akan menambah kerugian kepadaku.”
64)             Dan wahai kaumku! Inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan kamu segera ditimpa (azab)”.
65)             Maka mereka menyembelih unta itu, kemudian dia (Shaleh) berkata,”Bersukarialah kamu semua di rumahmu selama tiga  hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.”
66)             Maka ketika keputusan Kami datang, Kami selamatkan Shaleh dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat Kami dan (Kami selamatkan) dari kehinaan pada hari itu. Sungguh, Tuhanmu, Dia Maha Kuat, Maha Perkasa.
67)             Kemudian suara yang mengguntur menimpa orang-orang zalim itu, sehingga mereka mati bergelimpangan di rumahnya.

3.      Pengulangan Kisah
Dalam beberapa surat kisah-kisah Al-Qur’an dituturkan berulang-ulang, kadang-kadang penyebutannya saja yang berbeda, kadang disebut dengan bahasa yang pendek, kadang diungkapkan secara panjang. Kisah Nabi Nuh terulang sepuluh kali, kisah kaum ‘Ad terulang dua puluh empat kali, kisah kaum Tsamud terulang sebanyak dua puluh lima kali, kisah tentang Fir’aun terualng sebelas kali dan kisah Bani Israil terulang sebanyak sepuluh kali.
Kejadian ini memiliki dasar sebagai berikut :
1.      Untuk menerangkan ketinggian unsur balaghahnya dalam Al-Qur’an seperti : menerangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan. Dan tiap-tiap susunan disebut dengan perkataan yang berbeda-beda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa indah disaat kita mendengarkan  atau membacanya.
2.      Menampakkan kekuatan ‘ijaznya, menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan yang tidak dapat ditentang salah satunya oleh para sastrawan Arab. Menjelaskan bahwasannya Al-Qur’an itu benar-benar dari Allah.
3.      Memberikan perhatian yang penuh kepada kisah itu, mengulang-ulang sebutan adalah salah satu daripada cara penegasan dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian, seperti keadaannya kisah Fir’aun dan Musa.
4.      Karena berbedanya tujuan disebabkan kisah itu disebut. Di suatu tempat disebutkan sebagiannya saja karena memang itu yang diperlukan dan di tempat lain kadang disebut lebih sempurna karena demikianlah yang dituntut oleh keadaan.[4]

C.    Nilai dan Hikmah

Ø  Nilai dan Hikmah Jadalil Al-Qur’an
1.      Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir.
2.      Jawaban Allah tentang pembenaran aqidah dan persoalan yang dihadapi Rasul.
3.      Layanan dialog bagi orang yang benar-benar ingin tahu, kemudian hasilnya itu dijadikan pegangan dan semacamnya, seperti jawaban Allah atas kegelisahan Nabi Ibrahim.
4.      Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan- pertanyaan yang muncul dikalangan umat manusia, seperti dialog Nabi Musa dengan Fir’aun (QS. Asy-Syu’araa: 10-51).[5]
5.      Allah menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang haq dengan yang bathil.[6]
6.      Adanya jadal Al-Qur’an adalah bukti bahwa Al-Qur’an itu bukan permainan atau sanda gurau.[7]
7.      Menegaskan bahwasannya orang-orang kafir merencanakan tipu daya dan Allah pun  merencanakan tipu daya yang sebenarnya.[8]
Ø  Nilai dan Hikmah Kisah dalam Al-Qur’an

1.        Menjelaskan dasar-dasar dakwah kepada agama Allah dan menerangkan pokok syariat yang disampaikan oleh para Nabi. “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya :”bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku” (QS. Al-Anbiya 21:25).
2.        Mengokohkan hati Rasul dan hati umat Muhammad dalam beragama dengan agama Allah dan menguatkan kepercayaan para mukmin tentang datangnya pertolongan Allah dan kehancurannya kebatilan.
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan padamu , ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu,dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta ibroh (pelajaran) dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (QS. Hud 11: 120).
3.        Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan pernyataan para Nabi terdahulu adalah benar.
4.        Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwahnya dapat menerangkan keadaan-keadaan umat terdahulu.
5.        Menyingkap kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang masih murni.
6.        Menarik perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran kepada mereka, seperti dijelaskan dalam al-qur’an surat yusuf 12:111.[9]
7.        Dalam ayat-ayat kisah, Allah menjelaskan bahwa Al-Qur’an mengandung berbagai macam perumpamaan yang berfaedah dan berguna bagi semua orang yang memperhatikannya.[10]
8.        Allah benar-benar telah menerangkan kepada manusia dan Allah mengulang-ulangi dengan keterangan itu dengan berbagai macam perumpamaan dalam Al-Qur’an, supaya umat manusia mereka mengambil pelajaran dan melepaskan diri dari kesyirikan.[11]
9.        Dalam kisah Nabi Ibrahim, Allah menandaskan bahwa orang yang imannya bersih dari syirik itulah orang yang mendapat perlindungan (merasa aman) dan memperoleh petunjuk.[12] Hal ini mendorong umat manusia agar tetap berusaha menjaga kebersihan  dan menguatkan keimanannya.













 BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
Jadal dan Jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Dimana kedua belah pihak itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipeganginya. Dan adapun Jadal atau berdebat merupakan salah satu tabiat manusia.
Kisah- Qissoh- Qossos adalah kabar-kabar Al-Qur’an tentang keadaan umat yang terdahulu dan masa kenabian, peristiwa-peristiwa yang terjadi. Al-Qur’an melengkapi keterangan-keterangan tentang peristiwa yang terjadi, sejarah-sejarah bangsa, keadaan negeri-negeri serta menerangkan sejarah dari kaum terdahulu.
Dan adapun Jadal maupun kisah dalam Al-Qur’an keduanya memiliki peran penting yang saling berkesinambungan serta memiliki nilai dan hikmah bagi kehidupan umat manusia.
B.        Kritik dan Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Hikmat Basyir et. al. Syaikh Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad Alusy Syaikh. At-Tafsir Al-Muyassar. Jilid 2. Cetakan II. 2012. Solo: An-Naba.
Choiruddin Hadhiri SP. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an. Jilid 1. 2005. Jakarta: Gema Insani Press.
Drs. H. M. Shalahuddin Hamid, MA. Study Ulumul Qur’an. Jakarta Timur: PT. Intimedia Ciptanusantara.
Dr. H. Moh. Amin, dkk. Materi Pokok Qur’an-Hadis 1. Jakarta: PT. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka.
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Prof. DR. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur. Jilid 3.  2000.  Semarang: Pustaka Rizki Putra.




[2]      Dr. Hikmat Basyir et. al. At-Tafsir Al-Muyassar. Jilid 2. Cetakan II. 2012. Solo: An-Naba
[3]      Choiruddin Hadhiri SP. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an. Jilid 1. 2005. Jakarta: Gema Insani Press
[4]      Drs. H. M. Shalahuddin Hamid, MA. Study Ulumul Qur’an. Jakarta Timur: PT. Intimedia Ciptanusantara. Hal.158-166
[5]      http://www.academia.edu/14717061/jadal-dalam-Al-Qur’an.26-desember-2017-06:55-a.m
[6]      Dr. H. Moh. Amin, dkk. Materi Pokok Qur’an-Hadis 1. Jakarta: PT. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka.
[7]      Dr. H. Moh. Amin, dkk. Ibid
[8]      Dr. H. Moh. Amin, dkk. Ibid
[9]      Drs. H. M. Shalahuddin Hamid, MA. Study Ulumul Qur’an. Jakarta Timur: PT. Intimedia Ciptanusantara.
[10]     Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Prof. DR. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur. Jilid 3.  2000.  Semarang: Pustaka Rizki Putra.
[11]      Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ibid.
[12]      Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, ibid. Jlid 2

0 comments:

Post a Comment

Monggo Komentarnya. . .