BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kitab suci
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi kebenaran yang jelas dan terperinci
yang menjangkau segala aspek kehidupan, hal ini telihat dengan jelas ketika
masa kejayaan Islam yang dibangun berlandaskan Al-Qur’an. Namun banyak manusia
yang mengingkari keabsahannya sehingga hatinya dipenuhi kesombongan dan
menyatakan diri tidak mengimaninya. Al-Qur’an tidak berisi kalimat-kalimat
verbal yang sunyi arti, tapi lebih merupakan untaian kalimat petunjuk dan hidayah
untuk seluruh umat manusia dan terbukti telah menyatukan berbagai macam
keragaman. Oleh sebab itu, masuk akal jika terdapat banyak sekali proses-proses
para penafsir Al-Qur’an dari zaman ke zaman dalam upaya mengungkap makna-makna
dan sistem yang terkandung dalam Al-Qur’an yang merupakan Mukjizat terbesar
Akhir Zaman (Zaenal Arif).[1]
Al-Qur’an juga
berisi kisah-kisah yang mengandung banyak nilai dan hikmah di dalamnya.
Al-Qur’an tidak hanya menceritakan kisah-kisah pada zaman lampau tetapi
Al-Qur’an juga menceritakan kisah-kisah pada masa yang akan datang.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu Jadalil, metode dan bentuk jadalil serta contoh ayat
jadalil?
2.
Apa itu kisah dalam Al-Qur’an, macam dan contoh ayat-ayat kisah?
3.
Apa nilai dan hikmah dari jadalil dan kisah dalam Al-Qur’an?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui arti dari Jadalil, metode, bentuk dan contoh-contoh
jadalil.
2.
Mengetahui arti dari kisah, macam dan contoh kisah dalam Al-Qur’an.
3.
Mengetahui nilai dan hikmah dari jadalil dan kisah dalam Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jadalil Qur’an
1. Pengertian Jadalil
Secara
bahasa jadal berasal
dari kata جَدَلَ-يَجْدُلُ – جُدُوْلًا yang artinya صَلُبَ
وَ قَوِيَ atau
dalam arti lain الحَبّ : قَوِيَ فِى سنبله. Adapun secara istilah Jadal dan Jidal adalah bertukar
pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian
ini berasal dari kataجَدَلْتُ الحَبْل yakni فَتْلَهُ
اَحْكَمْتُ (aku kokohkan jalinan
tali itu), mengingat kedua belah pihak itu mengokohkan pendapatnya
masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipeganginya.
Dalam
bahasa Indonesia, Jadal dapat dipadankan dengan debat. Debat adalah pembahasan
dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk
mempertahankan pendapat masing-masing. Jadal atau Jidal dalam bahasa Arab dapat
dipahami sebagai ”perbantahan dalam suatu permusuhan yang sengit dan berusaha
memenangkannya.”
Allah
menyatakan dalam al-Qur’an bahwa Jadal
atau berdebat merupakan salah satu tabiat manusia. Allah SWT berfirman,
Artinya :
“...Dan
manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah”
(Al-Kahfi:54)
Sesungguhnya
telah Kami (Allah) jelaskan dan Kami (Allah) ragamkan dalam Al-Qur’an dengan
bermacam-macam perumpamaan bagi manusia, agar mereka (manusia) mengambil
pelajaran darinya (Al-Qur’an) dan mengimaninya (Al-Qur’an). Namun, manusia itu
adalah makhluk yang paling banyak membantah dan mendebat.[2]
Dengan
arti bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang suka bersaing, berdebat dan
selalu mempertahankan pendapat dan fikirannya masing-masing. Rasulallah juga
sebagai pengemban
amanat Ilahi diperintahkan agar berdebat dengan kaum musyrik dengan cara yang
baik yang dapat meredakan keberingasan mereka. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman;
Artinya :
“Serulah
manusia kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah
mereka dengan cara yang paling baik”(al-Nahl; 125)
Dalam
ayat lain Allah memerintahkan agar Rasulnya tidak menuruti perdebatan mereka,
malah beliau mestilah menutup pintu perdebatan itu dengan cara yang paling
ringkas dengan mengatakan: Allah amat mengetahui apa yang kamu lakukan. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
Artinya :
“Dan
jika mereka membantah (mendebat) kamu, maka katakanlah Allah lebih
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hajj: 22: 68 )
2.
Contoh Ayat yang Bernuansa Jadal :
o Jadal dalam penetapan
wujud Allah
Q.S. al jaatsiyah : 24-28
وقَالُوْا مَا
هِيَ اِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا
نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَاۤ اِلَّا الدَّهْرُ ۗ وَمَا لَهُمْ بِذٰلِكَ مِنْ عِلْمٍ ۚ
اِنْ هُمْ اِلَّا
يَظُنُّوْنَ
“Dan
mereka berkata, Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita
mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa. Tetapi
mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga
saja."(QS. Al-Jasiyah
45: Ayat 24)
وَاِذَا
تُتْلٰى عَلَيْهِمْ اٰيٰتُنَا بَيِّنٰتٍ مَّا كَانَ حُجَّتَهُمْ اِلَّاۤ اَنْ
قَالُوا ائْتُوْا بِاٰبَآئِنَاۤ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
"Dan
apabila kepada mereka dibacakan ayat-ayat Kami yang jelas, tidak ada bantahan
mereka selain mengatakan, Hidupkanlah kembali nenek moyang kami, jika kamu
orang yang benar."(QS.
Al-Jasiyah 45: Ayat 25)
قلِ
اللّٰهُ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يَجْمَعُكُمْ اِلٰى يَوْمِ الْقِيٰمَةِ لَا رَيْبَ فِيْهِ
وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْن
"Katakanlah, Allah yang menghidupkan
kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang
tidak diragukan lagi; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."(QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 26)
وَلِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ وَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ يَوْمَئِذٍ
يَّخْسَرُ الْمُبْطِلُوْن
"Dan milik
Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya Kiamat, akan rugilah
pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan (dosa)."(QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 27)
وَتَرٰى
كُلَّ اُمَّةٍ جَاثِيَةً ۗ كُلُّ اُمَّةٍ
تُدْعٰۤى اِلٰى كِتٰبِهَا ۗ اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُوْنَ
"Dan (pada hari itu) engkau akan melihat
setiap umat berlutut. Setiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan
amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan atas apa yang telah kamu
kerjakan."(QS. Al-Jasiyah
45: Ayat 28)
o Jadal tentang penetapan keesaan Allah
Q.S. Al-anbiya : 22
لَوْ
كَانَ فِيْهِمَاۤ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَـفَسَدَتَا ۚ فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْن
"Seandainya
pada keduanya (di langit dan di bumi) ada Tuhan-Tuhan selain Allah, tentu
keduanya telah binasa. Maha Suci Allah yang memiliki 'Arsy, dari apa yang
mereka sifatkan."(QS.
Al-Anbiya 21: Ayat 22)
3. Metode jadal al-Qur’an
Metode jadal qur’an ada dua tipe, diantaranya :
a) Metode yang
mengandalkan kekuatan retorika (keterampilan bahasa) dan bahassa logika.
o
Al-istidlal al-hamli, yaitu penyusunan argumentasi dengan mengawinkan
premis-premis tertentu. Metode ini sering dipakai oleh para filsof dan pakar
teolog. Kemustahilan bertemunya dua hal pada ruang dan waktu yang sama
misalnya.
Contoh : Q.S. Al-an’am
: 76-80
o
Al-istidlal al-istisna’iy, yaitu membangun sebuah argumentasi dengan
membuat pengandaian mengenai sesuatu (objek yang dibahas). Maksud dari metode
ini, yaitu mustadil menyandarkan keabsahan sebuah pernyataan (malzum) ada
sesuatu yang inhern didalamnya (lazim).
Contoh : Q.S.
Al-baqarah : 21-24
o
Qiyas al-dilalah,yaitu membangun argumentasi dengan menggunakansuatu ungkapan
yang dapat menunjukkan (menjadi dilalah) kepada apa yang dimaksud.
Contoh : Q.S. Ibrahim :
9-14
o
Al-istifar, yaitu metode sanggahan dalam jadal al-qur’an. Metode ini
dilakukan dengan meminta pihak lawan untuk menjelaskan kata-kata yang masih
ambigu dari argumentasi yang telah ia sampaikan.
Contoh : Q.S. Taha :
47-55
o
Fasad al-wad’I wa al I’tibar, adalah menyanggah dengan menunjukkan
kesalahan mustadil dalam pengambilan landasan argumentasi. Contoh : Q.S.
Al-baqarah : 84-85
b) Metode yang
mengandalkan kelihaian yang meruntuhkan mental lawan.
o
Al-intiqal, adalah berpindah dari pemakaina suatu argumen pada argument
lainnya, dengan andaian bahwa lawan tidak menguasai argumen pertama sehingga
tidak dapat menjawabnya. Disatu sisi ini, perpindahan ini menunjukkan
sportifitas mustadlil, dengan memberikan penyampaian yang mampu dicerna
lawannya. Perpindahan itu juga menunjukkan kelebihluasan wawasan mustadlildari
lawannya.
Contoh : Q.S.
Al-baqarah : 258
o
Al-Naqd, adalah metode debat dengan cara memancing mental lawan agar
mengeluarkan pernyataan yang nantinya akan menjebak dirinya sendiri.
Contoh : Q.S.
Al-baqarah : 91
Menurut al-Zarkassyi
sebagaimana yang di kutip dalam Manna Khalil Qattan terj. Drs. Mudzakir AS,
menyatakan bahwa al-Qur’an telah mencakup segal macam dalil dan bukti,
tidak ada satu dalil pun, satu bukti atau definisi-definisi mengenai sesuatu,
maupun berupa persepsi akal maupun dalil naql yang universal, kecuali telah
dibicarakan oleh Kitabullah. Tetapi Allah mengemukakannya sejalan dengan
kebiasaan-kebiasaan bangsa Arab; tidak menggunakan metode-metode berpikir ilmu
kalam yang rumit, hal ini disebabkan kepada dua hal,diantara nya;
a. Mengingat Firman-Nya
dalam Surat Ibrahim ayat 4;
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan
dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada
mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk
kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana.
b. Bahwa orang yang
cenderung menggunakan argumentasi pelik dan rumit itu sebenarnya ia tidak
sanggup menegakan hujjah dengan kalam agung. Sebab orang yang mampu memberi
pengertian tentang sesuatu dengan cara yang lebih jelas yang bisa dipahami
sebagian besar orang, tentu tidak perlu melangkah kepada yang lebih kabur,
rancu dan teka-teki yang hanya dipahami oleh segelintir orang.
4. Bentuk-bentuk
Perdebatan dalam al-Qur’an dan Dalilnya
1) Menyebutkan ayat-ayat kauniyah
yang disertai perintah melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil
bagi penetapan dasar-dasar kaidah, seperti ketauhidan Allah dan Uluhiyah-Nya
dan keimanan kepada malikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul-Nya dan hari
kemudian. Seperti firman Allah;
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki
untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,Padahal
kamu mengetahui.” (al-Baqarah; 21-22)
2) Membantah pendapat para
penantang dan lawan, serta mematahkan argumentasi mereka,
perdebatan macam ini mempunyai beberapa bentuk;
1. Membungkam lawan bicara
dengan mengajukan pertanyan tentang hal-hal yang telah diakui dan diterima baik
oleh akal, agar ia mengakui apa yang tadinya diingkari, seperti penggunaan
dalil dengan makhluk untuk menetapkan adanya Khalik, seperti firman Allah:
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)?. Ataukah mereka telah menciptakan langit dan
bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah
di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?. Ataukah
mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal
yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka
mendatangkan suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak
perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki? Ataukah kamu meminta upah kepada
mereka sehingga mereka dibebani dengan hutang? Apakah ada pada sisi
mereka pengetahuan tentang yang gaib lalu mereka menuliskannya? Ataukah
mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang yang kafir itu merekalah
yang kena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai Tuhan selain Allah. Maha
suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.(al-Thur; 35-43)
2. Mengambil dalil dengan mabda’
(asal mula kejadian) untuk menetapkan ma’ad (hari kebangkitan), seperti
Firman-Nya dalam Surat Qaaf ayat 15:
“Maka Apakah Kami letih dengan penciptaan yang
pertama? sebenarnya mereka dalam Keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.”
B.
Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an
1.
Pengertian
Kisah dalam penulisan Bahasa Arab adalah qosso – yaqussu qissatun
yang berarti : mencari bekasan, mengikuti bekas (jejak). Jamak dari qissatun
adalah qosos / al-qosos dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dengan arti
mengikuti jejak.
Ayat-ayat tersebut diantaranya adalah:
فارتد
على آثارهما قصصا
“Lalu keduanya kembali mengikuti
jejak mereka” (QS. Al-Kahfi 18:64)
وقالت
لاخته قصيه
“Dan
berrkatalah Ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: ikutilah dia” (QS.
Al-Qosos : 11)
ان
هذا لهو القصص الحق
“Sesungguhnya
ini adalah kisah yang benar” (QS. Al-Imran : 62)
لقد
كان في قصصهم عبرة لاولي الالباب
“Sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran (ibrah) bagi orang-orang yang
mempunyai akal” (QS. Yusuf : 111)
Menurut istilah pengertian Qosos adalah kabar-kabar Al-Qur’an
tentang keadaan umat yang terdahulu dan masa kenabian, peristiwa-peristiwa yang
terjadi. Al-Qur’an melengkapi keterangan-keterangan tentang peristiwa yang
terjadi, sejarah-sejarah bangsa, keadaan negeri-negeri serta menerangkan
sejarah dari kaum terdahulu.
2.
Macam-Macam Qosos (Kisah dalam Al-Qur’an)
Kisah Al-Qur’an mempunyai banyak pola, format kisah Al-Qur’an dapat
difahami dari beberapa segi yaitu dari segi waktu, segi materi, dan segi
bahasa.
a)
Dari segi waktu terbagi menjadi tiga bagian :
1)
Kisah ghaib yang terjadi masa lalu, seperti :
·
Kisah tentang dialog Malaikat dengan Rabbnya mengenai penciptaan
Khalifah di bumi sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an :
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (QS. Al-Baqarah : 30)
·
Kisah tentang penciptaan alam semesta.
“Yang
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy”. (QS. Al-Furqan : 59)
·
Kisah tentang penciptaan Nabi Adam dan Keidupannya di Surga,
sebagaimana dikisahkan dalam QS. Al-A’raf: 11-25.
2)
Kisah hal ghaib yang terjadi masa kini, misalnya :
·
Kisah tentang turunnya Malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan, dan
tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebi baik dari
seribu bulan, pada malam itu turun para malikat dan Ruh (Jibril) dengan izin
Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah malam itu sampai terbit fajar.”
(QS. Al-Qadar : 1-5)
·
Kisah tentang kehidupan makhluk ghaib seperti syetan, jin, dan
iblis. Seperti :
“Allah
berfirman : “Maka turunlah kamu darinya (surga); karena kamu tidak sepatutnya
menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk
yang hina”. (Iblis) menjawab:”Berilah aku penangguhan waktu, sampai hari mereka
dibangkitkan”. (Allah) berfirman:”Benar, kamu termasuk yang diberi penangguhan
waktu”. (Iblis) menjawwab:”Karena Enkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan
selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudia pasti aku akan
mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka.
Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur”. (Allah)
berfirman:”Keluarlah kamu dari sana (surga) dalam keadaan terhina dan terusir!
Sesungguhnya barang siapa yang diantara mereka ada yang mengikutimu, pasti akan
Aku isi neraka Jahannam dengan kamu semua”. (QS. Al-A’raf : 13 – 18)
3)
Kisah hal ghaib yang akan terjadi di masa yang akan datang, seperti
:
·
Kisah tentang akan datangnya hari kiamat seperti dijelaskan dalam
Al-Qur’an surat Al-Qari’ah, Al- Zalzalah, dan lain-lain.
·
Kisah tentang Abu Lahab kelak di Akhirat seperti dalam Al-Qur’an
surat Al-Lahab.
·
Kisah tentang kehidupan orang-orang di surga dan orang-orang yang
hidup di dalam neraka seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Ghasyiyah.
b)
Dari segi materi, Al-Qosos dalam Al-Qur’an terbagi dalam tiga
macam:
1)
Kisah-kisah para Nabi, seperti :
·
Kisah Nabi Adam dalam QS. Al-Baqarah : 30-39.
·
Kisah Nabi Nuh dalam QS. Hud : 25-49.
·
Kisah Nabi Hud dalam QS. Al-A’raf : 65, 72, 50, 58.
·
Kisah Nabi Idris dalam QS. Maryam : 56-57, Al-Anbiya : 85-86.
·
Kisah Nabi Yunus dalam QS. Yunus : 98, QS. Al-An’am : 86-87.
·
Kisah Nabi Luth dalam QS. Hud : 69-83.
·
Kisah Nabi Sholeh dalam QS. Al-A’raf : 85-93.
·
Kisah Nabi Musa dalam QS. Al-Baqarah : 49-61, Al-A’raf : 103-157.
·
Kisah Nabi Harun dalam QS. An-Nisa : 163.
·
Kisah Nabi Daud dalam QS. Saba : 10, QS. Al-Anbiya : 78.
·
Kisah Nabi Sulaiman dalam QS. An-Naml : 15,44, QS. Saba : 12-14.
·
Kisah Nabi Ayyub dalam QS. Al-An’am : 34, Al-Anbiya : 83-84.
·
Kisah Nabi Ilyas dalam QS. Al-An’am : 85.
·
Kisah Nabi Ilyasa dalam QS. Shod : 48.
·
Kisah Nabi Ibrahim dalam QS. Al-Baqarah : 124, 132, QS. Al-An’am :
74-83.
·
Kisah Nabi Isma’il dalam QS. Al-An’am : 86-87.
·
Kisah Nabi Ishaq dalam QS. Al-Baqarah : 133-136.
·
Kisah Nabi Ya’kub dalam QS. Al-Baqarah : 132-140.
·
Kisah Nabi Yusuf dalam QS. Yusuf : 3-102.
·
Kisah Nabi Yahya dalam QS. Al-An’am : 85.
·
Kisah Nabi Zakaria dalam QS. Maryam : 2-15.
·
Kisah Nabi Muhammad dalam QS. At-Takwir : 22-24, QS. Al-Furqan : 4,
QS. Abasa : 1-10, QS. At-Taubah : 43-57.
Adapun kisah para Nabi, ada yang diceritakan dan ada pula yang
tidak diceritakan. Seperti yang dikatakan dalam firman Allah :
·
“Dan Sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau
(Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya
ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.....” (Q.S Ghafir : 78).
·
“Dan ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan mereka kepadamu
sebeluDan ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan mereka kepadamu
sebelumnya dan ada beberapa rasul (lain) yang tidak Kami kisahkan kepadamu. Dan
kepada Musa, Allah berfirman langsung”. (Q.S. An-Nisa : 164).
·
“Dan Tuhanmu lebih
mengetahui siapa yang di langit dan di bumi. Dan sunnguh, Kami telah memberikan kelebihan kepada
sebagian nabi-nabi atas sebagian (yang
lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud”. (Q.S. Al-Isra : 55).[3]
2)
Kisah tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi (masa lampau)
yang tidak dapat dipastikan keNabiannya, seperti :
·
Kisah tentang Luqman dalam QS. Luqman : 12-13.
·
Kisah tentang Dzulqarnain dalam QS. Al-Kahfi : 83-98.
·
Kisah tentang Ashabul Kahfi dalam QS. Al-Kahfi : 9-26.
·
Kisah tentang Thalut dan Jalut dalam QS. Al-Baqarah : 246-251.
·
Kisah tentang Maryam dalam QS. 16-35.
·
Kisah tentang Ya’juj dan Ma’juj dalam QS. Al-Anbiya : 95-97.
·
Kisah tentang bangsa Romawi dalam QS. Ar-Rum : 2-4.
3)
Kisah yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di
masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, seperti:
·
Kisah tentang Ababil dalam QS. Al-Fiil : 1-5.
·
Kisah tentang hijrahnya Nabi Muhammad dalam QS. Muhammad : 13.
·
Kisah tentang perang Badar dan Uhud yang diuraikan dalam surat
Al-Imran.
·
Kisah tentang perang Hunain.
c)
Dari segi bahasa terdapat tiga cara, yaitu :
1)
Deskriptif (Akhbari).
2)
Interview (Hiwar).
3)
Debat (Jadal).
Adapun contoh
dari segi ini adalah :
·
Kisah Nabi Nuh dituangkan dalam QS. Hud : 25-29, QS. Hud : 32-33,
dan QS. Hud : 42-49. Kisah ini terdiri dari bagian, yaitu:
1)
Percakapan Nabi Nuh dengan kaumnya mengenai tauhid dan ibadah
kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
2)
Percakapan dengan anaknya; perumpaan antar orang tua yang sayang
dan anak yang maksiat.
3)
Percakapannya dengan Allah; tentang taqdir Allah bagi anaknya.
Dari kisah inilah kita memahami mengapa Nabi memberikan nasehat
kepada umatnya untuk tidak mematuhi nasehat orang tua yang mengajak pada
kemusyrikan.
·
Kisah Nabi Hud dan Kaum ‘Ad dituangkan dalam QS. Hud : 50-59. Dari
kisah tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang posisi Nabi Hud dan kaumnya.
Posisi Nabi Hud ialah mendakwahkan perintah Allah yang terdiri dari :
1)
Kembali pada Allah dan tidak syirik (sebagaimana ajaran Nabi Nuh).
2)
Tidak minta upah dan tujuannya hanyalah Allah.
3)
Istighfar hanya kepada Allah.
4)
Kembali pada Tauhid.
Sedangkan kaum
‘Ad :
1)
Mereka tetap menyembah Tuhan mereka.
2)
Tidak mendengar dan mengacuhkan ajakan tauhid.
3)
Keyakinan mereka bahwa Hud akan terkena bala karena dakwahnya.
·
Kisah Nabi Sholeh dan kaum Tsamud dituangkan dalam QS. Hud : 61-67.
Nabi Sholeh telah memberikan bukti kenabiannya dengan seekor unta betina yang
memberikan kesejahteraan, lalu kaumnya memotong unta betina tersebut. Kemudian
Nabi Sholeh memberikan tenggang waktu tiga hari, lalu datanglah angin topan
yang menghancurkan mereka.
Adapun
arti dari QS. Hud : 61-67, adalah :
61)
“dan kepada kaum Tsamud (Kami utus) saudar mereka, Shaleh. Dia
berkata,”Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dia
telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena
mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya
Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan memperkenankan (do’a hamba-Nya).”
62)
Mereka (kaum Tsamud) berkata,”Wahai Shaleh! Sungguh, engkau sebelum
ini berada di tengah-tengah kami merupakan orang yang g yang diharapkan,
mengapa engkau melarang kami menyembah apa yang disembah nenek moyang kami?
Sungguh, kami benar-benar dalam keraguan dan kegelisahan terhadap apa (agama)
yang engkau serukan kepada kami.”
63)
Dia (Shaleh) berkata,”Wahai kaumku! Terangkanlah kepadaku jika aku
mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan diberi-Nya aku rahmat (kenabian)
dari-Nya, maka siapa yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku
mendurhakai-Nya? Maka kamu hanya akan menambah kerugian kepadaku.”
64)
Dan wahai kaumku! Inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat
untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu
mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan kamu segera ditimpa
(azab)”.
65)
Maka mereka menyembelih unta itu, kemudian dia (Shaleh)
berkata,”Bersukarialah kamu semua di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat
didustakan.”
66)
Maka ketika keputusan Kami datang, Kami selamatkan Shaleh dan
orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat Kami dan (Kami selamatkan)
dari kehinaan pada hari itu. Sungguh, Tuhanmu, Dia Maha Kuat, Maha Perkasa.
67)
Kemudian suara yang mengguntur menimpa orang-orang zalim itu,
sehingga mereka mati bergelimpangan di rumahnya.
3.
Pengulangan Kisah
Dalam beberapa surat kisah-kisah Al-Qur’an dituturkan berulang-ulang,
kadang-kadang penyebutannya saja yang berbeda, kadang disebut dengan bahasa
yang pendek, kadang diungkapkan secara panjang. Kisah Nabi Nuh terulang sepuluh
kali, kisah kaum ‘Ad terulang dua puluh empat kali, kisah kaum Tsamud terulang
sebanyak dua puluh lima kali, kisah tentang Fir’aun terualng sebelas kali dan
kisah Bani Israil terulang sebanyak sepuluh kali.
Kejadian ini
memiliki dasar sebagai berikut :
1.
Untuk menerangkan ketinggian unsur balaghahnya dalam Al-Qur’an
seperti : menerangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan. Dan tiap-tiap
susunan disebut dengan perkataan yang berbeda-beda dari yang telah disebutkan.
Dengan demikian selalu terasa indah disaat kita mendengarkan atau membacanya.
2.
Menampakkan kekuatan ‘ijaznya, menyebut suatu makna dalam berbagai
bentuk susunan perkataan yang tidak dapat ditentang salah satunya oleh para
sastrawan Arab. Menjelaskan bahwasannya Al-Qur’an itu benar-benar dari Allah.
3.
Memberikan perhatian yang penuh kepada kisah itu, mengulang-ulang
sebutan adalah salah satu daripada cara penegasan dan salah satu dari
tanda-tanda besarnya perhatian, seperti keadaannya kisah Fir’aun dan Musa.
4.
Karena berbedanya tujuan disebabkan kisah itu disebut. Di suatu
tempat disebutkan sebagiannya saja karena memang itu yang diperlukan dan di
tempat lain kadang disebut lebih sempurna karena demikianlah yang dituntut oleh
keadaan.[4]
C.
Nilai dan Hikmah
Ø Nilai dan Hikmah
Jadalil Al-Qur’an
1.
Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir.
2.
Jawaban Allah tentang pembenaran aqidah dan persoalan yang dihadapi
Rasul.
3.
Layanan dialog bagi orang yang benar-benar ingin tahu, kemudian
hasilnya itu dijadikan pegangan dan semacamnya, seperti jawaban Allah atas
kegelisahan Nabi Ibrahim.
4.
Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan
pertanyaan- pertanyaan yang muncul dikalangan umat manusia, seperti dialog Nabi
Musa dengan Fir’aun (QS. Asy-Syu’araa: 10-51).[5]
5.
Allah menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar firman yang
memisahkan antara yang haq dengan yang bathil.[6]
6.
Adanya jadal Al-Qur’an adalah bukti bahwa Al-Qur’an itu bukan
permainan atau sanda gurau.[7]
7.
Menegaskan bahwasannya orang-orang kafir merencanakan tipu daya dan
Allah pun merencanakan tipu daya yang
sebenarnya.[8]
Ø Nilai dan
Hikmah Kisah dalam Al-Qur’an
1.
Menjelaskan dasar-dasar dakwah kepada agama Allah dan menerangkan
pokok syariat yang disampaikan oleh para Nabi. “Dan Kami tidak mengutus seorang
Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya :”bahwasanya tidak
ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku” (QS. Al-Anbiya 21:25).
2.
Mengokohkan hati Rasul dan hati umat Muhammad dalam beragama dengan
agama Allah dan menguatkan kepercayaan para mukmin tentang datangnya
pertolongan Allah dan kehancurannya kebatilan.
“Dan
semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan padamu , ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu,dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta ibroh (pelajaran) dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”
(QS. Hud 11: 120).
3.
Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan pernyataan para Nabi terdahulu
adalah benar.
4.
Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwahnya dapat
menerangkan keadaan-keadaan umat terdahulu.
5.
Menyingkap kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan isi
kitab mereka yang masih murni.
6.
Menarik perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran kepada
mereka, seperti dijelaskan dalam al-qur’an surat yusuf 12:111.[9]
7.
Dalam ayat-ayat kisah, Allah menjelaskan bahwa Al-Qur’an mengandung
berbagai macam perumpamaan yang berfaedah dan berguna bagi semua orang yang
memperhatikannya.[10]
8.
Allah benar-benar telah menerangkan kepada manusia dan Allah
mengulang-ulangi dengan keterangan itu dengan berbagai macam perumpamaan dalam
Al-Qur’an, supaya umat manusia mereka mengambil pelajaran dan melepaskan diri
dari kesyirikan.[11]
9.
Dalam kisah Nabi Ibrahim, Allah menandaskan bahwa orang yang
imannya bersih dari syirik itulah orang yang mendapat perlindungan (merasa aman)
dan memperoleh petunjuk.[12]
Hal ini mendorong umat manusia agar tetap berusaha menjaga kebersihan dan menguatkan keimanannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadal
dan Jidal adalah bertukar
pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Dimana kedua
belah pihak itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan
lawan dari pendirian yang dipeganginya. Dan adapun Jadal atau berdebat merupakan salah
satu tabiat manusia.
Kisah-
Qissoh- Qossos adalah
kabar-kabar Al-Qur’an tentang keadaan umat yang terdahulu dan masa kenabian,
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Al-Qur’an melengkapi keterangan-keterangan
tentang peristiwa yang terjadi, sejarah-sejarah bangsa, keadaan negeri-negeri
serta menerangkan sejarah dari kaum terdahulu.
Dan
adapun Jadal maupun kisah dalam Al-Qur’an keduanya memiliki peran penting yang
saling berkesinambungan serta memiliki nilai dan hikmah bagi kehidupan umat
manusia.
B. Kritik
dan Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah dikesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Hikmat Basyir et. al. Syaikh Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad
Alusy Syaikh. At-Tafsir Al-Muyassar. Jilid 2. Cetakan II. 2012. Solo:
An-Naba.
Choiruddin Hadhiri SP. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an. Jilid
1. 2005. Jakarta: Gema Insani Press.
Drs. H. M. Shalahuddin Hamid, MA. Study Ulumul Qur’an. Jakarta
Timur: PT. Intimedia Ciptanusantara.
Dr. H. Moh. Amin, dkk. Materi Pokok Qur’an-Hadis 1. Jakarta:
PT. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas
Terbuka.
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Prof. DR. Tafsir
Al-Qur’anul Majid An-Nuur. Jilid 3. 2000.
Semarang: Pustaka Rizki Putra.
[1] http://www.stiualhikmah.ac.id/index.php/artikel-ilmiah/153-jadal-dalam-al-qur’an-21-12-17-10-05a.m
[3] Choiruddin Hadhiri SP. Klasifikasi
Kandungan Al-Qur’an. Jilid 1. 2005. Jakarta: Gema Insani Press
[4] Drs. H. M. Shalahuddin Hamid, MA. Study
Ulumul Qur’an. Jakarta Timur: PT. Intimedia Ciptanusantara. Hal.158-166
[5] http://www.academia.edu/14717061/jadal-dalam-Al-Qur’an.26-desember-2017-06:55-a.m
[6] Dr. H. Moh. Amin, dkk. Materi Pokok
Qur’an-Hadis 1. Jakarta: PT. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam dan Universitas Terbuka.
[7] Dr. H. Moh. Amin, dkk. Ibid
[8] Dr. H. Moh. Amin, dkk. Ibid
[9] Drs. H. M. Shalahuddin Hamid, MA. Study
Ulumul Qur’an. Jakarta Timur: PT. Intimedia Ciptanusantara.
[10] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Prof.
DR. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur. Jilid 3. 2000.
Semarang: Pustaka Rizki Putra.
[11] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy,
Ibid.
[12] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy,
ibid. Jlid 2
0 comments:
Post a Comment
Monggo Komentarnya. . .