HUKUM
ISLAM
Diajukan untuk memenuhi tugas
kelompok
Mata Kuliah : Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu: Ibu Haliemah Noor
Qathrunnada, M.Pd.I
Disusun oleh : Kelompok 7
Anggota :
Faiqoh Kamilia Rahman
Neng Linda Alawiyah
Winti Hartini
Kelas/Semester: PGMI A / Semester I
(Satu)
Kelompok VII (Tujuh)
INSTITUT
AGAMA ISLAM
BUNGA
BANGSA CIREBON (IAI BBC)
2017
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami
panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok yang berjudul Hukum Islam. Shalawat serta salam selalu tercurah
kepada junjungan besar baginda Rasulullah SAW.
Kami menyadari dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karenanya kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun agar di kemudian hari bisa lebih baik lagi
dalam membuat makalah maupun karya ilmiah lainnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, Aamiin.
Cirebon, Oktober 20
Penyusun
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……….………………………...……………………………... i
DAFTAR
ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
B.
Rumusan
Masalah
C.
Tujuan
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hukum Islam
B. Sumber
Hukum Islam
C. Macam-macam
Hukum Islam
D.
Tujuan Sistem Hukum Islam
E.
Penerapan Hukum Islam Di Indonesia………………………......
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
|
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam adalah sebuah agama yang penuh
dengan toleransi yang membuat umatnya semakin mudah. Meskipun dalam Islam penuh
toleransi dan semua umat Islam dipermudah dalam banyak hal, tetapi didalam
agama Islam juga terdapat aturan-aturan yang wajib dan harus diketahui oleh
semua umatnya. Aturan-aturan itu disebut dengan hukum Islam.
Ukuran baligh bagi seorang
perempuan adalah berumur 9 tahun, sudah menstruasi (haid), mulai muncul tanda pubertas seperti membesarnya payudara
dan lain-lain. Bila bagi seorang laki-laki yang berumur 15 tahun dan dia sudah
mulai bisa mengeluarkan sperma, mimpi basah, keluar tanda kedewasaan seperti
tumbuhnya rambut pada ketiak, alat kelamin dan lain-lain.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
Pengertian Hukum Islam?
2.
Apa Saja
Sumber Hukum Islam?
3.
Apa Saja Macam-Macam
Hukum Islam?
4.
Sebutkan
Tujuan Hukum Islam?
5.
Bagaimana
Penerapan Hukum Islam Di Indonesia?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian sumber hukum islam
2.
Untuk
mengetahui apa saja sumber hukum islam
3.
Untuk
mengetahui apa saja macam-macam hukum islam
4.
Untuk mengetahui
tujuan hukum islam
5.
Untuk
mengetahui penerapan hukum islam di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hukum Islam
a. Pengertian
Hukum
Mayoritas
Ulama ushul mendefinisikan hukum sebagai berikut:
Artinya:
“Kalam Allah yang menyangkut perbuatan
orang dewasa dan berakal sehat, baik bersifat imperatif, fakultatif atau
menempatkan sesuatu sebagai sebab, syarat, dan penghalang.”
b. Pengertian
Hukum Islam
Pengertian hukum
islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan pada
wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf (orang yang
sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua
pemeluknya. Dan hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk
melaksanakannya secara total. Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang
diperintahkan Allah Swt untuk umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan
amaliyah.
B. Sumber
Hukum Islam
1. Al-Qur’an
A. Pengertian Al-Quran
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat manusia. Secara bahasa Al-Quran
artinya bacaan, yaitu bacaan bagi orang-orang yang beriman. Bagi umat Islam,
membaca Al-quran merupakan ibadah.
Dalam hukum Islam, Al-Quran merupakan sumber hukum yang
pertama dan utama, tidak boleh ada satu aturan pun yang bertentangan dengan
Al-Quran, sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nisa [4] ayat 105 berikut.
- Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber hukum
yang pertama dalam Islam sehingga semua penyelesaian persoalan harus merujuk
dan berpedoman kepadanya. Berbagai persoalan yang tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat harus diselesaikandengan berpedoman pada Al Quran.
Hal ini sebagaimana firman Allah
dalam Surah An Nisa [4] ayat 59 sebagai berikut:
- Kandungan Al-Qur’an
Abdul Wahhab khallaf dalam bukunya ilmu Ushul fiqih
memerinci lebih jelas tentang Kandungan isi al-quran yang terdiri dari 3
doktrin yaitu:
- Doktrin aqidah yang berisi tentang aqidah (keimanan) yang wajib diimani oleh setiap mukalaf tentang iman kepada Allah, malaikat, kitab, para rasul, dan hari akhir.
- Doktrin akhlak, yaitu perilaku yang harus dijadikan perhiasan oleh setiap mukalaf dengan menjalankan hal-hal yang utama dan menghindarkan diri dari hal-hal yang menghinakan.
- Hukum Amaliyah yang berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan tindakan mukalaf (ucapan perbuatan), akad, pembelanjaan (pengolahan harta benda). Bagian ketiga inilah yang disebut dengan fiqh Al-qur’an yang berhubungan dengan ilmu Ushul Fiqh (doktrin syariat/fiqh)
Hukum
Amaliah dibagi lagi menjadi dua :
- Hukum ibadah seperti shalat, puasa, zakat, Haji, Nazar, Sumpah, Dan ibadah-ibadah lain yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhannya.
- Hukum muamalah yang dalam ilmu modern terdiri dari hukum badan pribadi, hukum perdata, hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara, hukum internasional, hukum ekonomi, dan keuangan.
- Prinsip penerapan hukum dalam Al Quran
- Tidak memberatkan
- Menyedikitkan beban
- Berangsur-angsur
2. Hadist
A. Pengertian
Hadist
Menurut para ahli, hadis identik
dengan sunah, yaitu segala perkataan, perbuatan, takrir (ketetapan), sifat,
keadaan, tabiat atau watak, dan sirah (perjalanan hidup) Nabi Muhammad SAW,
baik yang berkaitan dengan masalah hukum maupun tidak, namun menurut bahasa,
hadis berarti ucapan atau perkataan.
B. Kedudukan
Hadist
Sebagai sumber hukum Islam,
kedudukan hadis setingkat di bawah Al Quran. Allah berfirman dalam Surah Al
Hasyr [59] ayat 7 sebagai berikut.
Selain itu, hadis yang diriwayatkan Imam Malik dan Hakim
menyebutkan bahwa Rasulullah meninggalkan dua hal yang jika berpegang teguh
kepada keduanya manusia tidak akan tersesat. Dua hal tersebut, yaitu Al Quran
dan Sunnah Rasulullah SAW atau Hadis. Al-qur’an sudah dijamin kemurniannya oleh
Allah. Namun, tidak demikian dengan hadis. Oleh karena itu, sampai saat ini
Anda mengenal adanya hadis sahih (benar)
dan hadis maudu’ (palsu).
3. Ijma’
A. Pengertian
Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan semua Imam mujtahid Pada suatu masa
setelah wafatnya Rasul terhadap hukum syara’ mengenai suatu kasus.
B. Kedudukan
Ijma’ sebagai sumber hukum
Para
ulama sepakat bawah ijma’ merupakan salah satu sumber hukum dalam Islam. Tak
ada ulama yang menolak keberadaan ijma’ sebagai sumber hukum. Posisi ijma’
sebagai sumber hukum didasari oleh Nas Al-qur’an surat an-nisa/4 ayat 59
Artinya:”
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya) dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka Kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul(Sunahnya)...
Lafadz
ulil amri dalam ayat diatas mengandung dua pengertian sebagaimana Tafsir Ibnu
Abbas:
- Penguasa dunia seperti raja, presiden, atau umara.
- Penguasa agama yaitu para ulama mujtahid dan ahli fatwa agama.
Kedua macam ulil amri diatas wajib bagi umat Islam, untuk
menaatinya selama mereka tidak bertentangan dengan hukum Allah.
C. Kemungkinan
terjadinya ijma’
Adapun
sebab-sebab terjadinya ijma’ antara
lain:
a. Adanya berbagai persoalan yang dicarikan status hukumnya,
sementara didalam al-Qur’an dan as-Sunnah tidak ditemukkan hukumnya.
b. Karena al-Qur’an atau as-Sunnah sudah tidak akan
diturunkan lagi.
c. Pada masa itu lebih mudah mengkkoordinasikan kmujtahid,
karena jumlahnya tidak terlalu banyak dan wilayahnya belum begitu luas.
d. Perpecahan dan perselisihan antar mujtahid sangat kecil,
sehingga masikh mudah mencapai kesepakatan.
4. Qiyas
Qiyas adalah Menghubungkan suatu
perkara yang tidak ada hukumnya dalam nash dengan perkara lainnya adalah
hukumnya karena ada persamaan illat.
- Rukun-rukun Qiyas
1.
al-Ashl ( pokok)
Ashl adalah masalah yang telah
ditetapkan hukumnya dalam al-Qur’an ataupun Sunnah. Ia disebut pula dengan
maqis ‘alaih (tempat mengqiyaskan) dan maha al-hukum ijal-musyabbah bihm yaitu
wadah yang padanya terdapat hukum untuk disamakan dengan wadah yang lain.[8]
Adapun
syarat-syarat ashl adalah:
a. Hukum ashl adalah hukum yang
telah tetap dan tidak mengandung kemungkinan dinasakhkan yaitu:
b. Hukum itu ditetapkan berdasarkan syara’.
c. Ashl itu bukan merupakan furu’ dari ashl
lainnya.
d. Dalil yang menetapkan illat pada ashl itu
adalah dalil khusus, tidak bersifat umum.
e. Ashl itu tidak berubah setelah dilakukan
qiyas.
f. Hukum ashl itu tidak keluar dari
kaidah-kaidah qiyas.
2.
Furu’ ( cabang)
Faru’ yang berarti cabang, yaitu
suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat
dijadikan sebagai dasarnya. Fara’ disebut juga maqis (yang diukur) atau
musyabbah (yang diserupakan) atau mahmul (yang dibandingkan).
Adapun syarat-syarat furu’ adalah:
a. Tidak bersifat khusus, dalam
artian tidak bisa dikembangkan kepada furu’.
b. Hukum al-ashl tidak keluar dari
ketentuan-ketentuan qiyas.
c. Tidak ada nash yang
menjelaskan hukum furu’ yang ditentukan hukumnya.
d. Hukum al-ashl itu lebih dahulu
disyariatkan daripada furu’.
3. Hukum ashl
Illat yaitu suatu sebab yang
menjadikan adanya hukum sesuatu. Dengan persamaan inilah baru dapat diqiyaskan
masalah kedua (furu’) kepada masalah yang pertama (ashl) karena adanya suatu
sebab yang dapat dikompromikan antara asal dengan furu’.
Adapun syarat-syarat hukum al-Ashl
adalah:
a. Illatnya
sama pada illat yang ada pada ashl, baik pada zatnya maupun pada jenisnya.
b.
Hukum ashl tidak berubah setelah dilakukan qiyas.
c. Hukum
furu’ tidak mendahului hukum ashl.
d. Tidak
ada nash atau ijam’ yang menjelaskan hukum furu’ itu.
4. Illat
Illat secara bahasa berarti sesuatu
yang bisa merubah keadaan, misalnya penyakit disebut illat karena sifatnya
merubah kondisi seseorang yang terkena penyakit. Menurut istilah, sebagaimana
dikemukakan Abdul Wahhab Khallaf, illat adalah suatu sifat pada ashl yang
mempunyai landasan adanya hukum.
Adapun cara untuk mengetahui illat
adalah melalui dalil-dalil al-Qur’an atau Sunnah, baik yang tegas maupun yang
tidak tegas, mengetahui illat melalui ijma’, dan melalui jalan ijtihad.
Adapun syarat-syarat illat adalah:
a. illat
harus berupa sifat yang jelas dan tampak.
b. illat harus kuat.
c.
harus ada korelasi (hubungan yang sesuai) antara hukum dengan sifat yang
menjadi illat.
d. sifat-sifat yang menjadi illat yang kemudian
melahirkan qiyas harus berjangkauan luas, tidak terbatas hanya pada satu hukum
tertentu.
e.
tidak dinyatakan batal oleh suatu dalil.
- Macam-macam Qiyas
Ulama
Ushul diantaranya Al-Amidi dan Al-Syaukani mengemukakan bahwa qiyas terbagi
kepada beberapa segi yaitu:
- Qiyas Aulawi yaitu qiyas yang illatnya mewajibkan adanya hukum.
- Qiyas musawi yaitu Qiyas yang illatnya mewajibkan adanya hukum yang sama antara hukum yang ada pada ashal dan hukum yang ada pada furu’(cabang).
- Qiyas Adna, yaitu illat yang ada pada far’u (cabang) lebih rendah bobotnya dibandingkan dengan Illat yang ada pada ashal (pokok)
C.
Macam-Macam Hukum Islam
Tiap
sendi-sendi kehidupan manusia, ada tata aturan yang harus ditaati. Bila berada
dalam masyarakat maka hukum masyarakat harus dijunjung tinggi. Begitu pula
dengan memeluk agama Islam, yaitu agama yang memiliki aturan. Berikut ini
adalah macam-macam hukum islam:
a. Wajib
Wajib
adalah perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila
ditinggalkan mendapat siksa atau dosa. Wajib sama dengan fardhu. Misalnya shalat fardhu, puasa
Ramadhan, dan semacamnya.
b. Sunnah
Sunnah
adalah perbuatan yang jika dilakukan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan
tidak berdosa. Sunnah terdiri dari 2 macam yaitu;
-
Sunnah
Muakad yaitu sunnah-sunnah yang selalu di lakukan oleh Nabi Muhammad Saw.
-
Sunnah
Ghairu Muakkad yaitu sunnah-sunnah yang tidak selalu dilaksanakan oleh
Rasulullah Saw.
c. Haram
Haram
adalah perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapat dosa atau siksa. Haram
terbagi menjadi 2 yaitu:
-
Haram
karena dzatnya, misalnya bangkai dan khamar.
-
Haram
karena yang lainnya (lighoirihi),
misalnya: makanan ayam hasil curian.
d. Makruh
Makruh
adalah perbuatan yang sebaiknya tidak dilakukan dan dianjurkan untuk dijauhi,
contohnya: merokok.
e. Mubah
Mubah
adalah perbuatan yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan. (contoh: jual beli).
Selain
hukum-hukum diatas ada pula yang disebut rukhshah.
Rukhshah adalah hukum-hukum yang
ditetapkan karena ada alasan-alasan yang memperbolehkan kita keluar dari hukum
asal. Rukhshah diartikan juga
keringanan Allah karena adanya uzur atau kesulitan. Misalnya orang yang sedang
sakit boleh melakukan shalat sambil duduk atau berbaring.
D.
Tujuan Hukum Islam
Sumber
hukum syariat Islam adalah Al-Quran dan Al-Hadist. Sebagai hukum dan ketentuan
yang diturunkan Allah swt, syariat Islam telah menetapkan tujuan-tujuan luhur
yang akan menjaga kehormatan manusia, yaitu sebagai berikut:
1. Pemeliharaan atas keturunan
Hukum syariat Islam mengharamkan seks bebas dan mengharuskan dijatuhkannya sanksi bagi pelakunya. Hal ini untuk menjaga kelestarian dan terjaganya garis keturunan. Dengan demikian, seorang anak yang lahir melalui jalan resmi pernikahan akan mendapatkan haknya sesuai garis keturunan dari ayahnya.
Hukum syariat Islam mengharamkan seks bebas dan mengharuskan dijatuhkannya sanksi bagi pelakunya. Hal ini untuk menjaga kelestarian dan terjaganya garis keturunan. Dengan demikian, seorang anak yang lahir melalui jalan resmi pernikahan akan mendapatkan haknya sesuai garis keturunan dari ayahnya.
2. Pemeliharaan atas akal
Hukum Islam mengharamkan segala sesuatu yang dapat memabukkan dan melemahkan ingatan, seperti minuman keras atau beralkohol dan narkoba. Islam menganjurkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu dan mengembangkan kemampuan berpikirnya. Jika akalnya terganggu karena pesta miras oplosan, akalnya akan lemah dan aktivitas berpikirnya akan terganggu.
Hukum Islam mengharamkan segala sesuatu yang dapat memabukkan dan melemahkan ingatan, seperti minuman keras atau beralkohol dan narkoba. Islam menganjurkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu dan mengembangkan kemampuan berpikirnya. Jika akalnya terganggu karena pesta miras oplosan, akalnya akan lemah dan aktivitas berpikirnya akan terganggu.
3. Pemeliharaan atas kemuliaan
Syariat Islam mengatur masalah tentang fitnah atau tuduhan dan melarang untuk membicarakan orang lain. Hal ini untuk menjaga kemuliaan setiap manusia agar ia terhindar dari hal-hal yang dapat mencemari nama baik dan kehormatannya.
Syariat Islam mengatur masalah tentang fitnah atau tuduhan dan melarang untuk membicarakan orang lain. Hal ini untuk menjaga kemuliaan setiap manusia agar ia terhindar dari hal-hal yang dapat mencemari nama baik dan kehormatannya.
4. Pemeliharaan atas jiwa
Hukum Islam telah menetapkan sanksi atas pembunuhan, terhadap siapa saja yang membunuh seseorang tanpa alasan yang benar. Dalam Islam, nyawa manusia sangat berharga dan patut dijaga keselamatannya.
Hukum Islam telah menetapkan sanksi atas pembunuhan, terhadap siapa saja yang membunuh seseorang tanpa alasan yang benar. Dalam Islam, nyawa manusia sangat berharga dan patut dijaga keselamatannya.
5. Pemeliharaan atas harta
Syariat Islam telah menetapkan sanksi atas kasus pencurian dengan potong tangan bagi pelakunya. Hal ini merupakan sanksi yang sangat keras untuk mencegah segala godaan untuk melakukan pelanggaran terhadap harta orang lain.
Syariat Islam telah menetapkan sanksi atas kasus pencurian dengan potong tangan bagi pelakunya. Hal ini merupakan sanksi yang sangat keras untuk mencegah segala godaan untuk melakukan pelanggaran terhadap harta orang lain.
6. Pemeliharaan atas agama
Hukum Islam memberikan kebebasan bagi setiap manusia untuk menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya. Islam tidak pernah memaksakan seseorang untuk memeluk Islam. Akan tetapi, Islam mempunyai sanksi bagi setiap muslim yang murtad agar manusia lain tidak mempermainkan agamanya.
Hukum Islam memberikan kebebasan bagi setiap manusia untuk menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya. Islam tidak pernah memaksakan seseorang untuk memeluk Islam. Akan tetapi, Islam mempunyai sanksi bagi setiap muslim yang murtad agar manusia lain tidak mempermainkan agamanya.
E. Penerapan
Hukum Islam Di Indonesia
Pertama,Pada
zaman penjajahan Belanda penerapan hukum Islam belum berhasil, karena C.Snouk
Hurgronye selaku penasehat pemerintah Belanda, memandang bahwa hukum yang hidup
dan berlaku di dalam masyarakat Indonesia adalah hukum adat. Hukum Islam hanya
berlaku apabila sudah diresepsi (diterima) oleh hukum adat dan menjadi bagian
dari hukum adat.
Kedua,Pada
zaman Pemerintahan Orde Lama, yakni setelah Pemilu 1955,partai Masyumi yang
menjadi ujung tombak dalam upaya penerapan syari’at Islam juga mengalami
kegagalan. Sejak pembubaran kontituante yang di dalamnya duduk tokoh-tokoh
Islam,seperti dari kalangan Masyumi dan PSI, Soekarno menerapkan demokrasi terpimpin yang dalam
kenyataannya meyumbat aspirasi politik
pihak-pihak yang berseberangan dengan Soekarno.
Ketiga,Pada
zaman Orde Baru. Sejarah mencatat, walaupun keberhasilan Soeharto menduduki
tampuk kekuasan mendapat dukungan dari umat Islam, namun baru beberapa tahun
berjalan, upaya-upaya pemusatan kekuasan oleh Soeharto dan sikap tidak
bersahabat terhadap umat Islam mulai kelihatan. Diketahui, bahwa Orde Baru
berkuasa selama lebih kurang 32 tahun. Baru pada fase kedua atau keenam belas
tahun kemudian pemerintah orde baru (Orba) menunjukan sikap akomodatif terhadap
Islam,sebagaimana terlihat pada lahirnya UU Nomor 2 pendidikan untuk memberikan
pelajaran agama sesuai dengan agama yang dianut anak didik .
Keempat,Pada
zaman era reformasi. Sejak tumbangnya Soeharto dari tampuk kekuasaan pada tahun
1998, Indonesia memasuki era reformasi yang antara lain ditandai oleh adanya
penerapan demokrasi yang makin luas.berkaitan dengan ini telah lahir sejumlah
perundang-undang yang berkaitan dengan kebutuhan umat Islam, seperti
Undang-undang tentang Zakat, dan penerapan syari’ah dalam praktek per-bankan
dan lainnya. Keadaan ini terjadi setelah terjadinya krisis dalam bidang ekonomi
yang penyebab utamanya karena perekonomian tersebut menggunakan konsep ekonomi
liberal kapitalis. Keadan ini mengharuskan adanya ekonomi yang berdasarkan
syari’ah yang menjamin tidak adanya pencurian dan sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sumber hukum islam ada 4 yaitu
Al-Qur’an, Hadist, Ijma’, Qiyas.
2. Macam-macam hukum islam ada 5
yaitu Wajib, Sunnah, Haram, Makruh, Mubah.
3. Tujuan hukum islam yaitu:
• Pemeliharaan
atas keturunan
• Pemeliharaan
atas akal
• Pemeliharaan
atas kemuliaan
• Pemeliharaan
atas jiwa
• Pemeliharaan
atas harta
• Pemeliharaan
atas agama
4. Penerapan Hukum Islam Di
Indonesia
Pada
zaman penjajahan Belanda penerapan hukum Islam belum berhasil, karena C.Snouk
Hurgronye selaku penasehat pemerintah Belanda, memandang bahwa hukum yang hidup
dan berlaku di dalam masyarakat Indonesia adalah hukum adat. Hukum Islam hanya
berlaku apabila sudah diresepsi (diterima) oleh hukum adat dan menjadi bagian
dari hukum adat.
Lalu,
Pada zaman era reformasi. Sejak tumbangnya Soeharto dari tampuk kekuasaan pada
tahun 1998, Indonesia memasuki era reformasi yang antara lain ditandai oleh
adanya penerapan demokrasi yang makin luas.berkaitan dengan ini telah lahir
sejumlah perundang-undang yang berkaitan dengan kebutuhan umat Islam, seperti
Undang-undang tentang Zakat, dan penerapan syari’ah dalam praktek per-bankan
dan lainnya. Keadaan ini terjadi setelah terjadinya krisis dalam bidang ekonomi
yang penyebab utamanya karena perekonomian tersebut menggunakan konsep ekonomi
liberal kapitalis. Keadan ini mengharuskan adanya ekonomi yang berdasarkan
syari’ah yang menjamin tidak adanya pencurian dan sebagainya.
DAFTAR
PUSTAKA
Syarifuddin, Amir. 2009. Ushul Fiqih. Kencana Prenada Media Group
: Jakarta.
Syafe’i, Rachmat. 2015. Ilmu Ushul Fiqih. CV Pustaka Setia :
Bandung.
Hasanah, Amalia. 2013. Buku Pintar RIPAIL. Pustaka Widyatama :
Yogyakarta
Shidiq, Sapiudin. 2011. Ushul Fiqih. Prenadamedia Group :
Jakarta
Bro, Kang. 2016. “Pengertian Hukum
Islam, Sumber dan Tujuan”, http://www.mohlimo.com/pengertian-hukum-islam-sumber-dan-tujuan/,
diakses pada 19 Oktober 2017 pukul 15.04 .
Marpid, Irhan Inranda. 2011.
“Makalah Pengantar Study Islam Fiqih (Hukum Islam), http://irhan-studyislam.blogspot.co.id/2011/10/fiqh-hukum-islam.html,
diakses pada 19 oktober pukul 15.11 .
Mishba. 2016. “Hukum-Hukum Dalam
Agama Islam (Wajib, Sunnah, Haram, Makruh, Mubah)”. http://www.mishba7.com/2015/05/hukum-hukum-dalam-agama-islam.html,
diakses pada 22 oktober pukul 13.09 .
Iswahyudi. 2016. “Al-Qiyas (Pengertian,
Syarat, Rukun, Macam-Macam Qiyas)”. http://www.iswahyudi-wahyu.top/2016/04/al-qiyas-pengertian-syarat-rukun-macam.html,
diakses pada 28 oktober pukul 19.38.
0 comments:
Post a Comment
Monggo Komentarnya. . .