Tuesday, October 2, 2018

MAKALAH PENDEKATAN HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB


PENDEKATAN HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok 01
Dosen Pengampu: Muhammad Syauqi, MA.Pd
Makalah Pembelajaran Bahasa Arab SD/MI


Disusun oleh:
Misbahusurur
Inez Noviyani
Siti Maftukhah
Liviya Farah Dina

PGMI A Semester 3
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
2018

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pendekatan Humanistik dalam Pembelajaran Bahasa Arab.
Pembuatan makalah ini merupakan tugas mata kuliah Pembelajaran Bahasa arab SD/MI yang di kerjakan secara kelompok.
Makalah ini berisi tentang Pengertian Pembelajaran Bahasa Arab,Kompetensi Pendidikan Bahasa Arab,Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Bahasa Arab dan lain-lain yang mana penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dan pastinya bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dengan itu penyusun sangat berterima kasih banyak kepada semua belah pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa banyak kekurangan baik dari dalam susunan bahasa maupun penulisan. Oleh sebab itu terbuka bagi penyusun saran dan kritik dari pembaca kepada penyusun, sehingga penyusun dapat memperbaiki karya tulis ini.
Penyusun berharap semoga makalah ini memberikan manfaat dan inspirasi kepada pembaca.


Cirebon,09 Agustus 2018

      Penyusun



 


DAFTAR ISI














BAB I

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa Arab adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar kata-kata yang disusun dan digunakan oleh orang-orang Arab untuk mengungkapkan tujuan-tujuan orang-orang Arab tersebut.
Pembelajaran bahasa Arab berbasis humanistik saat diaplikasikan di kelas dapat dilakukan dengan beberapa model berikut; 1) Pendidikan berbahasa terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri, guru hanya berperan sebagai pembimbing.2) Belajar berbahasa dengan kooperatif merupakan dasar yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi peserta didik. 3) Pembelajaran mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut peserta didik menjadi subyek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab.

1.    Apa Pengertian Pembelajaran Bahasa Arab  ?
2.    Apa itu Kompetensi Pendidikan Bahasa Arab ?
3.    Apa saja Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Bahasa Arab ?
4.    Apa itu Pendekatan Humanistik ?
5.    Apa itu Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Humanistik ?








BAB II

PEMBAHASAN


A.  Pengertian Pembelajaran Bahasa Arab
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiatserta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.
Sedangkan bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanyaberlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama (Dardowidjojo. 2005: 16). Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitreryang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata (Alwasilah. 1993: 82). Menurut Gorys Keraf sebagaimana dikutip oleh Abdul Chaerbahwa “Language is a system of arbitrary. vocal symbols which permits all people in a given culture. to communicate or to interact”.
Menurut Mushthafa al-Ghulayaini bahasa Arab adalahkata-kata yang disusun dan digunakan oleh orang-orang Arab untuk mengungkapkan tujuan-tujuan mereka(Al-Ghulayaini. 1993: 7). Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa dunia yang telah mengalami perkembangan sosial dan ilmu pengetahuan. Bahasa Arab dalam kajian sejarah termasuk rumpun bahasa Semit, yaitu rumpun-rumpun bahasa yang dipakai bangsa-bangsa yang tinggal di sekitar sungai Tigris dan Furat, dataran Syria dan Jazirah Arabia (Timur Tengah).
http://dul12.blogspot.com/2013/05/pembelajaran-bahasa-arab.html?m=1
            Jadi, pengajaran bahasa Arab adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajarkata-kata yang disusun dan digunakan oleh orang-orang Arab untuk mengungkapkan tujuan-tujuan orang-orang Arab tersebut.

Pembelajaran bahasa Arab mempunyai sebuah tujuan yang sangat tinggi yaitu untuk memiliki kompetensi berbahasa sehingga seseorang dapat menggunakan bahasa itu untuk memenuhi keperluan hidupnya. Misalnya untuk berkomunikasi dalam rangka mengungkapkan dan menyampaikan pesan kepada orang lainatau meminta bantuan dalam mencapai keinginannya (Suja’I. 2010: 13).
Bahasa Arab sebagaimana bahasa-bahasa yang lain memiliki empat keterampilan berbahasa (مهارة اللغه) atau dikenal pula dengan قنون اللغه (seni-seni bahasa). Dengan menggunakan kata maharah dapat dipahami bahwa aspek paling mendasar dari bahasa itu adalah alat komunikasidan keterampilan ketika menggunakan bahasa. Keempat maharah itu antara lain adalah;مهارة الاستماع/listening (keterampilan mendengar), مهارةالکلم/speaking (keterampilan berbicara),مهارة القراة/reading (keterampilan membaca) dan مهارة الکتابة/writing (keterampilan menulis). (Makruf. 2009: 18).
Meskipun secara garis besar keterampilan berbahasa terbagi menjadi empat macam sebenarnya dibalik ke empat keterampilan tersebut terdapat satu ilmu yang sangat penting untuk dikuasai.Ilmu itu dikenal dengan ilmu qawaid (gramatikal) yang secara garis besar terdiri atas dua bagian. yaitu nahwu dan sharaf (Makruf. 2009: 20).
Pengalaman dan penelitian telah membuktikan bahwa kemampuan berbahasa tidak hanya mencakup empat keterampilan yang selama ini kita kenal dan banyak diajarkan di lembaga-lembaga pendidikantetapi lebih dari itu sebenarnya ada 9 kemahiran berbahasa atau bahkan lebih. 9 di antaranya adalah:  membaca (reading, qira`ah)menulis (writing, kitabah)mendengarkan (listening, istima`) berbicara (speaking, takallum) memahami (understanding, fahm) logika bahasa (linguistic logic, manthiq lughawi) rasa bahasa (sense of language, dzawq lughawi)menerjemahkan (translating, tarjamah) dan menuangkan gagasan (composing, insya-ta`bir).
Orientasi dalam mempelajarinya, pembelajaran Bahasa Arab hendaknya berorientasi pada tujuan bahasa sebagai alat komunikasi, sehingga inti belajar bahasa Arab adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa tersebut secara aktif dan mampu memahami ucapan/ungkapan dalam Bahasa Arab. Kemampuan membaca tulisan Arab yang tak berharakat bukan merupakan tujuan pengajaran bahasa Arab. Jika kita hanya mempelajari bahasa Arab hanya sekedar agar kita bisa membaca kitab kuningmaka orientasi kita dalam mempelajari bahasa Arab menjadi sempit.
Usia dan kemampuan dasar yang dimiliki ketika anak kecil belajar bahasa ibu, otaknya masih bersih dan belum mendapat pengaruh bahasa-bahasa lain. Oleh karena itu ia cenderung dapat berhasil dengan cepat. Sementara yang terjadi pada orang dewasa ketika mempelajari Bahasa Arab, ia telah lebih dahulu menguasai bahasa ibunya, baik lisan, tulismaupun bahasa berpikirnya. Oleh karena itu mempelajari bahasa Arab tentu lebih sulit dan beratkarena ia harus menyesuaikan sistem bahasa ibu ke dalam sistem Bahasa Arab, baik sistem bunyi, struktur kata, struktur kalimat maupun sistem bahasa berpikirnya.
Masalah waktu yang digunakan. Pada kenyataannya disadari atau tidak waktu yang dipergunakan untuk mempelajari bahasa Asing (Arab maupun non Arab) jauh lebih sedikit dibandingkan mempelajari bahasa ibu.
Motivasi dan Minat. Samsunuwiyati mengatakan bahwa “motivasi dan minat mempelajari bahasa pertama jauh lebih besar daripada untuk belajar bahasa kedua” (Samsunuwiyati. 2009: 94).
Masalah kepercayaan diri. Perasaan tidak percaya diri lebih sering muncul ketika mempelajari bahasa keduakarena takut berbuat kesalahan. Perasaan ini tidak muncul pada saat belajar bahasa pertama.
Lingkungan berbahasa. Keberadaan lingkungan berbahasa sangat mendukung dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Orang yang belajar bahasa Arab di lingkungan yang menggunakan Bahasa Arab akan lebih mudah dibandingkan mereka yang belajar Bahasa Arab di lingkungan yang tidak menggunakan Bahasa Arab dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu menciptakan lingkungan berbahasa merupakan suatu keniscayaan bagi setiap lembaga yang menyelenggarakan pengajaran Bahasa Arab.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi metode pembelajaran bahasa asing. Guru hendaknya mengetahui faktor-faktor tersebut dapat membantu guru dalam memilih suatu metode dan mengevalusinya. Diantara faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

o    Tujuan yang hendak dicapai
Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar setiap guru hendaknya memperhatikan tujuan pembelajaran. Karakteristik tujuan yang akan dicapai sangat mempengaruhi penentuan metode, sebab metode tunduk pada tujuan bukan sebaliknya. Jika tujuan program untuk kemahiran menulis dalam bahasa asing, membaca, berbicara atau menerjemahkan maka metode pembelajaran yang digunakan harus sejalan dengan tujuan-tujuan tersebut (Pupuh Fathurrohman, 2011:60).
o    Materi Pelajaran
Materi pelajaran adalah sejumlah materi yang hendak disampaikan oleh guru untuk bisa dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik. Dalam mempelajari bahasa arab seorang siswa hendaknya menguasai 4 Maharat (Istima’, Kalam, Qira’ah dan Kitabah).
o    Peserta didik
Peserta didik sebagai subjek belajar memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik minat, bakat, kebiasaan, motivasi, situasi, sosial, dan lingkungan keluarga.Perbedaan peserta didik dari aspek psikologis seperti sifat pendiam, super aktif tertutup, terbuka, periang, pemurung, bahkan ada yang menunjukkanperilaku-perilaku yang sulit untuk dikenal. Semua perbedaan tadi akan berpengaruh terhadap penentuan metode pembelajaran.Usia siswa sangat mempengaruhi metode pembelajaran. Metode yang cocok untuk anak-anak bisa jadi tidak cocok untuk orang dewasa, demikian juga sebaliknya. Dan juga minat siswa, jika murid tertarik untuk mempelajari bahasa tertentu, maka guru akan lebih mudah memvariasikan metode mengajarnya, karena muridnya mempunyai motivasi untuk belajar (Hasan Saefuloh, 2010: 29-30).
o    Situasi
Situasi kegiatan belajarmerupakan setting lingkungan pembelajaran yang dinamis, guru harus teliti dalam melihat situasi. Jika pembelajaran bahasa arab dilaksanakan dalam waktu yang singkat, maka materi atau tujuannya harus dibatasi, namun jika waktu yang disediakan cukup lama maka materi pembelajarannya pun bisa diperluas lagi. Selain itu guru tidak harus melalukan proses pembelajaran di dalam kelas bisa juga di alam terbuka.
o    Fasilitas
Fasilitas dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pembelajaran. Oleh karena itu, ketiadaan fasilitas akan mengganggu pemilihan metode yang tepat, seperti tidak adanya laboratorium untuk praktik, jelas kurang mendukung penggunaan metode eksperimen atau demonstrasi.Terdapat perbedaan yang signifikan antara program pembelajaran bahasa arab yang dilengkapi dengan berbagai sarana dan media seperti kaset, film, gambar, laboratorium, kartu, dan sebagainya dengan program pembelajaran bahasa arab yang tidak memiliki fasilitas . Ketersediaan sarana dan banyaknya dan banyaknya fasilitas media pembelajaran sangat mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran yang variatif.
o    Guru
Setiap orang memiliki kepribadian, kebiasaan dan pengalaman mengajar yang berbeda-beda. Kompetensi mengajar biasanya dipengaruhi pula oleh latar belakang pendidikan. Guru yang berlatar belakang pendidikan keguruan biasanya lebih terampil dalam memilih metode dan tepat dalam menerapkannya, sedangkan guru yang berlatar belakangnya kurang relevan, sekalipun tepat dalam menentukan metode, namun sering mengalami hambatandalam penerapannya. Jadi untuk menjadi seorang guru pada intinya harus memiliki jiwa profesional.Jika seorang guru belum pernah mengikuti pelatihan berkaitan dengan metode pembelajaran bahasa asing, baik sebelum atau selama mengajar, sulit baginya untuk menerima atau menerapkan sebuah metode. Dan juga banyak guru yang mempunyai kecenderungan mengajar dengan menggunakan metode yang ia gunakan ketika ia dahulu belajar bahasa tersebut, seolah-olah ia mengatakan kepada muridnya, “Belajarlah kalian seperti saya dulu belajar” (Hasan Saefuloh, 2010: 28-29)
https://kholid1993.wordpress.com/2015/05/22/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-pembelajaran-bahasa-arab/
Humanisme berasal dari akar kata latin“homo” yang berarti manusia (Mangunhadjana. 1997: 93). Humanis berarti bersifat manusiawi. sesuai dengan kodratnya.Semula humanisme merupakan sebuah gerakan yang mempromosikan harkat, martabat, dan nilai-nilai kemanusiaan.Sebagai aliran pemikiran kritis yang berasal dari gerakan yang menjunjung tinggi manusia, humanisme menekankan harkat, peranan dan tanggungjawab manusia (Mangunhadjana. 1997: 93).
Dalam pendidikan humanis, belajar dimaknai sebagai proses kemanusiaan sehingga pendidikan modern harus mengandung:humanistic aspect of learning. Oleh karena itu sudah saatnya bahwa humanistic teaching and learning harus dikembangkan di lembaga pendidikan di Indonesia (Amin. 1997: 8).
Ki Hadjar Dewantara menggunakan metode among, momong danngemong (Dewantara. 1997: 13) yang mempunyai arti ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wurihandayani. (Seorang guru memberikan contoh, membangun motivasi serta memberikan arahan kepada peserta didik). Dengan motede tersebut maka proses pendidikan akan berlangsung dengan pemberian kesempatan penuh kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.
Metode among adalah salah satu metode untuk mengembalikan nilai kemanusiaan dalam proses pendidikan. Dengan metode ini antara pendidik dan peserta didik saling terlibat dalam proses komunikasi yang aktif sehingga proses pendidikan berlangsung dengan dua arah.
Pendidikan mempunyai dua dimensi yang saling bertautan. Pertama, pendidikan merupakan suatu hak asasi manusia. Kedua, pendidikan merupakan suatu proses. Sebagai suatu hak asasi manusia berarti bahwa manusia tanpa pendidikan tidak dapat mewujudkan kemanusiaannya. Selanjutnya ia hanya menjadi manusia apabila berada di dalam hubungan dengan sesamanya. Pendidikan sebagai suatu proses berarti bahwa menjadi manusia tidak terjadi dengan sendirinya. tetapi merupakan suatu proses kemanusiaan dalam kebersamaan dengan sesama manusia (Tilaar. 2011: 13).
Islam memandang humanisme harus dipahami sebagai sesuatu konsep dasar kemanusiaan yang tidak berdiri dalam posisi bebas.Ini mengandung pengertian bahwa makna dari memanusiakan manusiaharus selalu terkait secara teologis. Dalam konteks inilah al-Qur‘an memandang manusia sebagai khalifah Allah di bumi (Hanafi. 2007: ix).
Untuk menjalankan fungsi kekhalifahan tersebut, manusia tidak dibedakan menurut latar belakang kesukuan maupun jenis kelamin, semuanya setara di hadapan Allah dan diberi kebebasan untuk berpikir dan bertindak. Keseluruhan ajaran Islam dapat dipelajari melalui al-Qur‘an dan Sunnah Rasulullah. Apa yang tertulis dalam al-Qur‘an dan dipraktikkan oleh Rasulullah merupakan pembimbing bagi manusia agar kebebasan yang diberikan Allah sejalan dengan   fungsi   kekhalifahannya.   Di   sinilah   letak perbedaan fundamental dalam upaya memanusiakan manusia menurut versi humanisme Barat dan humanisme Islam. Humanisme  dalam  Islam  akan  berjalan  dalam  garis  dialog  antara Allah, manusia, dan  sejarahnya.  Jika  Islam  dimaknai  dalam konteks historisnya maka  akan  memunculkan benang merah bahwa sesungguhnya Islam tidak lain bertujuan untuk advokasi kemanusiaan (Hanafi. 2007: vii).
Pendekatan humanistik dapat diartikan sebagai pandangan atau pendapat yang diambil dari sudut kemanusiaannya atau masalah-masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri (Soemanto, 1998).
Dalam makalah ini akan kami sajikan dua pandangan tentang psikologi humanistik, yaitu Abraham Maslow dan Carl Roggers.
1. Humanismenya Abraham Maslow
Kajian tentang manusia Abraham Maslow beranggapan bahwa manusia mempunyai tujuh kebutuhan dasar yaitu : kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan pertama dalam mempertahankan hidupnya, misalnya kebutuhan makan, minum dan sebagainya. Kebutuhan kedua adalah kebutuhan akan rasa aman yang menurut Maslow biasanya terpuaskan pada orang-orang dewasa yang normal dan sehat. Para psikolog anak maupun guru menemukan bahwa anak-anak membutuhkan suatu dunia yang dapat diramalkan.
Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika unsur-unsur ini tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Kebebasan yang ada batasnya lebih disukai daripada serba dibiarkan sama sekali. Menurut Maslow, kebebasan yang ada batasnya semacam itu sesungguhnya perlu demi perkembangan anak
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki dan dimiliki. Selanjutnya orang akan mendambakan hubungan penuh kasih sayang dengan orang lain pada umumnya, khususnya kebutuhan akan rasa memiliki tempat di tengah kelompoknya, dan ia akan berusaha keras mencapai tujuan yang satu ini. Ia akan berharap memperoleh tempat semacam itu melebihi segala-galanya di dunia ini, bahkan mungkin kini ia lupa bahwa tatkala ia merasa lapar ini mencemoohkan cinta sebagai sesuatu yang nyata, tidak perlu atau tidak penting.
Keenam kebutuhan akan penghargaan, menurut Maslow, setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan akan penghargaan : yakni, harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidak tergantungan dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta penghargaan. Seseorang yang memilik cukup harga diri akan lebih percaya diri serta lebih mampu maka juga lebih produktif. Sebaliknya jika harga dirinya kurang maka ia akan diliputi rasa rendah diri serta rasa tidak berdaya yang selanjutnya dapat menimbulkan rasa putus asa serta tingkah laku neurotik. Harga diri yang paling stabil, karenanya juga yang paling sehat, tumbuh dan penghargaan yang wajar dari orang-orang lain. Bukan karena nama harum, kemasyhuran serta sanjungan kosong.
Kebutuhan kelima adalah kebutuhan akan aktualisasi diri yang merupakan salah satu aspek penting dalam motivasi pada manusia. Maslow mengatakan bahwa kebutuhan ini sebagai hasrat untuk makan menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Dan ini akan muncul sesudah kebutuhan akan cinta terpuaskan secara memadai.
Keenam adalah hasrat untuk tahu dan memahami yang merupakan ciri mental yang sehat. Kebutuhan terakhir adalah kebutuhan estetik yaitu kebutuhan akan suatu keindahan yang dirasakan oleh setiap orang. Keindahan dipandang sebagai terapi yang menjadikan seseorang lebih sehat. Kebutuhan estetik ini berhubungan dengan diri seseorang. Mereka yang tidak menjadi lebih sehat oleh keindahan adalah orang-orang yang terbelenggu oleh gambaran orang yang rendah.

B. Humanismenya Carl Roggers
Rogers dalam hal pendekatan humanistik mengemukakan gagasan tentang motif yang ada pada setiap orang yang disebutnya sebagai tendensi pengaktualisasian. Tendensi pengaktualisasian menurutnya merupakan master motif pada manusia untuk mengembangkan potensi pribadinya dengan berbagai cara dengan tujuan memelihara dan meningkatkan diri. Baginya motif-motif seperti lapar, haus, seks hanyalah ekspresi yang spesifik yang bersumber dari tendensi pengaktualisasian. Demikian juga motif berprestasi, mengejar sukses tidak lain sebagai upaya meningkatkan diri. Tendensi pengaktualisasian menjadi penggerak bagi setiap individu untuk aktif berkreasi mengungkapkan segenap potensi dan berusaha ke arah pertumbuhan diri yang optimal (Koswara, him. 216-218)
Konsep psikologinya adalah non-directive counseling atau client centered rheraphy yang ditulis dalam buku Controversia Counseling And Psicoteraphy. Menurutnya seorang client bisa menemukan solusinya sendiri, konselor tidak diperkenankan memberi solusi, petunjuk, interpretasi, memuji atau mencela atau memberikan anjuran (Encyclopedia, him. 142).
Selain itu Rogers menggaris bawahi satu kebutuhan mendasar yang menjadi prasyarat bagi pertumbuhan diri yang sehat. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan pandangan positif (need for positive regard). Ini berarti setiap individu mempunyai hasrat untuk memperoleh perlakuan baik, dihargai dan dicintai oleh orang lain. Meskipun kebutuhan ini merupakan bawaan tetapi dalam perkembangan selanjutnya lingkungan mempengaruhi.
Kebutuhan akan pandangan positif ini mempunyai pengaruh motivasional yang besar akan tingkah laku individu, artinya untuk memperoleh pandangan yang positif individu bersedia melakukan apa saja. Pandangan positif bisa menunjang tendensi pengaktualisasian hanya bila pandangan positif ini diperoleh tanpa syarat karena kenyataannya lingkungan akan hanya memberikan pandangan positif dengan syarat seseorang bertingkah laku sesuai yang diharapkan.
Pandangan positif bersyarat ini akan mengakibatkan energi pengaktualisasian yang ada, sebagian besar digunakan untuk perlindungan diri dan ancaman-ancaman kecemasan, sehingga individu tersebut tidak memiliki cukup energi untuk menumbuhkan diri.  Sedangkan pandangan positif yang diberikan kepada individu tanpa memandang apakah individu tersebut bertingkah laku yang sesuai atau tidak. Dengan demikian memungkinkan individu bebas dan ancaman serta bebas pula untuk tumbuh dan berubah, sehingga individu tersebut bisa mencapai pertumbuhan diri yang optimal menjadi orang yang menurut Rogers disebut berfungsi penuh (Fully Functioning) (Koswara, lthn 219220)..
Menurut Rogers ada tiga persyaratan bagi therapi dalam sikapnya  menghadapi klien antara lain:
1.      Congruence, artinya therapist menunjukkan sikap terbuka kepada client.
2.      Unconditional Positif Regard; therapist harus bisa menerima client sebagai manusia dengan segala kemanusiaannya. Therapi tidak boleh menilai dengan menyetujui atau menolak tingkah lakunya.
3.      Empatic Understandirig; therapist harus menunjukkan kepada client bahwa ia memahami apa yang client rasakan tentang dirinya sendiri, tentang lingkungan sekitar dan tentang persoalan hidup yang dihadapinya. (Nana sudjana, 174).

https://www.gokasima.com/2018/02/makalah-pendekatan-humanistik-dalam-pembelajaran-bahasa.html?m=1

Pembelajaran bahasa Arab berbasis humanistik ini lebih menitik beratkan pada bagaimana pembelajaran bahasa yang menyenangkan dan sifatnya tidak memaksa. Adapun pembelajaran bahasa Arab berbasis humanistik adalah sebagai berikut:
Pendidikan Berbahasa yang Terbuka. Pendidikan berbahasa terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai pembimbing. Pada proses pembelajaran terbuka ini lingkungan fisik kelas yang berbeda dengan kelas tradisional, karena peserta didik bekerja secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam proses ini mensyaratkan adanya pusat-pusat belajar atau pusat-pusat kegiatan di dalam kelas yang memungkinkan peserta didik mengeksplorasi kemampuan berbahasa Arab, topik-topik yang berkaitan dengan bahasa Arab,ketrampilan-keterampilan atau minat-minat tertentu peserta didik yang dihubungkan dengan pembelajaran berbahasa Arab. Pusat ini dapat memberikan petunjuk untuk mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru dan dapat mencatat partisipasi dan kemajuan peserta didik untuk nantinya dibicarakan dengan guru (Rumini. 1993: 111).
Belajar Berbahasa dengan Kooperatif. Belajar berbahasa dengan kooperatif merupakan dasar yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi peserta didik. Dalam praktiknya, belajar kooperatif memiliki tiga karakteristik; 1) Peserta didik bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota)dan komposisi ini tetap selama seminggu; 2) Peserta didik didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik dan melakukannya secara kelompok; dan 3) Peserta didik  diberi  imbalan  atau  hadiah  atas  dasar  prestasi kelompok (Rumini. 1993: 110).
Teknik-teknik  dalam  belajar  kooperatif  ini  ada  4 (empat) macam. yakni;
1) Team-Games-turnament. Dalam teknik ini peserta  didik yang kemampuan dan jenis kelaminnya berbeda disatukan dalam tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota. Setelah guru menyajikan bahan pelajaran, lalu tim mengerjakan lembaran-lembaran kerja, saling mengajukan pertanyaandan belajar bersama untuk persiapan menghadapi perlombaan atau turnamen yang diadakan sekali seminggu. Dalam turnamen penentuan anggota tim berdasarkan kemampuan pada minggu sebelumnya. Hasilnya, peserta didik yang berprestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki peluang yang sama untuk memperoleh poin bagi timnya sebagai peserta didik yang berprestasi paling tinggi. Adapun jalannya turnamen adalah para peserta didik secara bergantian mengambil kartu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada kartu itu, yakni pertanyaan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari selama seminggu itu. Pada akhir turnamen, guru menyiapkan lembar berikut tentang tim-tim yang berhasil dan skor-skor tertinggi yang dicapai. Meskipun keanggotaan tim tetap sama, tetapi tiga orang yang mewakili tim untuk bertanding dapat berubah-ubah atas dasar penampilan dan prestasi masing-masing anggota. Misalnya saat ini prestasi peserta didik rendah dan ia bertanding dengan peserta didik lain yang kemampuannya serupa, maka minggu berikutnya ia bisa saja bertanding melawan peserta didik yang berprestasi tinggi manakala ia menjadi lebih baik.
2) Student teams-Achivement Divisions.Teknik ini menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota. Akan tetapi kegiatan turnamen diganti dengan saling bertanya selama lima belas menit, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terlebih dulu disusun oleh tim. Skor-skor pertanyaan diubah menjadi skor-skor tim, skor-skor yang tertinggi memperoleh poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah, disamping itu juga ada skor perbaikan.
3) Jigsaw. Peserta didik dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen, kemudian tim diberi bahan pembelajaran bahasa Arab. Peserta didik mempelajari bagian masing-masing bersama-sama dengan anggota tim lain yang mendapat bahan serupa. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mengajarkan bagian yang telah dipelajarinya bersama dengan anggota tim lain tersebutkepada teman-teman dalam timnya sendiri. Akhirnya semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran.Adapun skor yang diperoleh peserta didik dapat ditentukan melalui dua cara. yakni skor untuk masing-masing peserta didik dan skor yang digunakan untuk membuat skor tim.
4) Group Investigation. Disini para peserta didik bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil untuk menanggapi berbagai macam proyek kelas yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa Arab. Setiapkelompok membagi tugas tersebut menjadi sub-sub topik yang dibebankan kepada setiap anggota kelompok untuk menelitinya dalam rangka mencapai tujuan kelompok. Setelah itu setiap kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas (Rachmahana. 2012: 10-11).
Pembelajaran Mandiri. Pembelajaran mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut peserta didik menjadi subyek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Dalam pelaksanaan pembelajaran mandiri menuntut kemandirian yang besar dari peserta didik.Di sini pendidik menjadi seorang fasilitatordan menjadi tempat bertanya dan bahkan sangat diharapkan pendidikadalah seorang ahli dalam bidang yang dipelajari peserta didik.
Poses pengajaran bahasa Arab yang selama ini dipandang kurang memperhatikan kebutuhan-kebutuhan peserta didik terutama kebutuhan rasa aman dan kasih sayang harus kita kaji. Maka dalam hal ini seharusnya seorang pendidik terlebih dahulu memenuhi kebutuhan rasa aman bagi peserta didik, misal menciptakan suasana kelas yang menyenangkan atau dengan komunikasi yang harmonis antara pendidik dan peserta didik.
Pendidik hanya sebagai fasilitator atau konselor dan siswa adalah kliennya. Jadi pendekatan humanistik berorientasi pada siswa yang mementingkan aspek kebebasan, otonomi, tanggung jawab dan kreativitas yang menjadi bagian siswa.
Untuk memberikan rasa aman pada siswa seorang pendidik yang humanis harus mengambil sikap yang fasilitator, ramah,  penuh pengertian,  mengiakan dan berbagi rasa. Curran mengajukan enam konsep yang diperlukan untuk menumbuhkan learning yaitu Security, Attmiion-Agression, Retention-reflection, dan discrimination (SARD).
Dalam hal ini guru sebagai pemberi rasa aman dan nyaman kepada siswa untuk belajar bahasa Arab. Proses pembelajaran berlangsung tidak satu arah melainkan terjadinya komunikasi antara guru dan siswa.[1]
https://www.gokasima.com/2018/02/makalah-pendekatan-humanistik-dalam-pembelajaran-bahasa.html?m=1

 




















BAB III

PENUTUP

Sebagai penutup dalam penulisan ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Bahasa Arab sebagaimana bahasa-bahasa yang lain memiliki empat keterampilan berbahasa (مهارة اللغه) atau dikenal pula dengan قنون اللغه (seni-seni bahasa). Dengan menggunakan kata maharah dapat dipahami bahwa aspek paling mendasar dari bahasa itu adalah alat komunikasidan keterampilan ketika menggunakan bahasa. Keempat maharah itu antara lain adalah; مهارة الاستماع/listening (keterampilan mendengar), مهارة الکلم/speaking (keterampilan berbicara), مهارة القراة/reading (keterampilan membaca) dan  مهارة الکتابة/writing (keterampilan menulis).Pembelajaran bahasa Arab adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar kata-kata yang disusun dan digunakan oleh orang-orang Arab untuk mengungkapkan tujuan-tujuan orang-orang Arab tersebut.
Pembelajaran bahasa Arab berbasis humanistik saat diaplikasikan di kelas dapat dilakukan dengan beberapa model berikut; 1) Pendidikan berbahasa terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai pembimbing.2) Belajar berbahasa dengan kooperatif merupakan dasar yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi peserta didik. 3) Pembelajaran mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut peserta didik menjadi subyek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab.











DAFTAR PUSTAKA
Soeparno. (2002). Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Imam Makruf. (2009). Strategi Pembelajaran bahasa Arab. Semarang: Need’s Press.
Ratna Syifa’a Rachmahana. (2012). Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam     Pendidikan. ElTarbawi: Jurnal Pendidikan Islam.http://journal.uii.ac.id/. 

0 comments:

Post a Comment

Monggo Komentarnya. . .