Tuesday, October 2, 2018

Makalah Pembelajaran Bahasa Arab Audiolingual

BAB I
PENDAHULUAN

  1. LatarBelakang
Bahasa Arab adalah salah satu mata pelajaran bahasa asing pilihan yang diajarkan di sekolah maupun di perguruan tinggi. Salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah kemampuan berbicara atau kemampuan menyusun teks lisan. Namun demikian, berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, banyak siswa, yang masih mengalami kesulitan dalam belajar berbicara, khususnya dalam mempraktikkan model dialog. Kurangnya kemampuan siswa dalam mempraktikkan model dialog ini kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain karena kurang tepatnya langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang digunakan. Dengan kata lain metode yang digunakan guru untuk mengajar berbicara masih belum tepat. Pengajaran bahasa harus dimulai dengan memperdengarkan bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk kata atau kalimat kemudian mengucapkannya sebelum pelajaran membaca dan menulis. Maka, yang paling cocok adalah MetodeAudio Lingual.
  1. RumusanMasalah
1.      ApaPengertian Audiolingual?
2.      Apa Saja Karakterisrik Metode Audiolingual
3.      ApaSaja Desain Metode Audiolingual Dalam Bahasa Arab?
4.      Bagaimana Konsep Dasar Penggunaan Audiolingual Dalam Bahasa Arab?
5.      Bagaimana Langkah-Langkah Penggunaan Metode Audiolingual Dalam Pembelajaran Bahasa Arab?
6.      Apa Saja Kekuatan Dan Kelemahan Metode Audiolingual?

  1. Tujuan
1.      Untukmengetahuipengertianaudiolingual
2.      Untukmengetahuikarakteristik metode audiolingual
3.      Untukmengetahuidesain metode audiolingual dalam bahasa arab
4.      Untukmengetahuikonsepdasarpenggunaan audiolingual dalambahasaarab
5.      Untukmengetahuilangkah-langkah penggunaan metode audiolingual dalam pembelajaran bahasa arab
6.      Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan metode audiolingual



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PengertianAudiolingual (As-Sam’iyyah Asy-Syafawiyyah)
Secara bahasa Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh yaitu berasal dari kata 'met' dan 'hodes' yang berarti melalui. Sedangkan secara istilah adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Menurut Acep Hermawan metode adalah tingkat perencanaan progam yang bersifat menyeluruh yang berhubungan erat dengan langkah-langkah penyampaian materi pelajaran secara prosedural, tidak saling bertentangan, dan tidak bertentangan dengan pendekatan[1].Sedangkan Sam’iyyah Syafahiyah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu sami’a yasma’u sam’an dengan tambahan ya’ nasab yang memiliki arti mendengar. Adapun Syafahiyah berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti yang dibibir, dimulut, atau dengan lisan. Jadi metode Sam’iyyah Syafahiyah adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan pembelajaran bahasa Arab agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki dengan  cara mendengarkan dan berbicara. Dengan metode ini praktek-praktek penggunaan bahasa arab lebih ditekankan dan lebih banyak menggunakan kosakata-kosakata dan berbentuk muhawarah.Proses pembelajaran bahasa hendaknya mengikuti aturan-aturan tertentu, yakni mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Hal ini bahasa siswa pada awalnya hendaknya dilatih kemampuan mendengar, kemudian mengucapkan apa yang didengarnya itu. Kemudian mereka diikuti oleh keterampilan membaca dan menulis[2].
Metode audio-lingual pada dasarnya merupakan pengembangan dari metode langsung yang dirasa memiliki kelemahan terutama dalam menjelaskan hal-hal yang sulit dipahami siswa. Untuk itu metode ini disamping menekankan pengajaran bahasa lewat mendengar dan menirukan, juga dimungkinkan penggunaan bahasa ibu untuk penjelasannya. Metode ini biasanya lebih banyak diterapkan dengan bentuk pattern drill. Penggunaan pendekatan drill sudah lazim digunakan di kalangan militer. Karena pada awalnya metode ini banyak digunakan pada kalangan militer, maka metode ini juga disebut dengan army method.
B.     Karakteristik Metode Audiolingual
Karakteristik metode Audiolingual ini natara lain adaah sebagai berikut :
·         Tujuan pengajarannya adalah penguasaan empat ketrampilan berbahasa secara seimbang.
·         Urutan penyajiannya adalah menyimak dan berbicara baru kemudian membaca dan menulis.
·         Model kalimat bahasa asing diberikan dalam bentuk percakapan untuk dihafalkan.
·         Penguasaan pola kalimat dilakukan dengan latihan-latihan pola (pattern-pratctice). Latihan atau drill mengikuti urutan :stimulus > response > reinfrcement.
·         Kosa kata dibatasi secara ketat atau ungkapan, bukan sebagai kata-kata lepas yang berdiri sendiri.
·          Pengajaran sistem bunyi secara sistematis (berstruktur) agar dapat digunakan/dipraktekan oleh pelajar, dengan teknik demonstrasi, peniruan, komparasi, kontras, dan lain-lain.
·          Pelajaran menulis merupakan representasi dari pelajaran berbicara, dalam arti pelajaran menulis terdiri daripola kaimat dan kosa kata yang sudah dipelajari secara lisan.
·         Penerjemahan dihindari. Pemakaian bahasa ibu apabila sangat diperlukan untuk penjelasan, diperblehkan secara terbatas
·         Gramatika (dalam arti ilmu) tidak diajarkan pada tahap permulaan. Apabia diperlukan pengajaran gramatika pada tahap tertentu hendaknya diajarkan secara induktif, dan secara bertahap dari yang mudah ke yang sukar
·         Pemilihan materi ditekankan pada unit dan pola yang menunjukan adanya perbedaan struktural antara bahasa asing yang diajarkan dan bahasa ibu pelajar. Demikian juga bentuk-bentuk kesalahan siswa yang sifatnya umum dan frekuensinya tinggi. Untuk ini diperlukan analisis kontranstif dan analisis kesalahan.
·         Kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan siswa dalam memberikan response harus sungguh-sungguh dihindarkan
·         Guru menjadi pusat dalam kegiatan kelas, siswa mengikuti (merespon) apa yang diperintahkan (stimulus) oleh guru.
·         Penggunaan bahan rekaman, laboratrium bahasa, dan visual aids sangat dipentingkan.[3]
C.    Desain Metode Audio Lingual Dalam Bahasa Arab
a.      Tujuan (Umum dan Khusus)
Tujuan metode ini adalah agar para siswa mampu menggunakan bahasa sasaran secara komunikati. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka percaya bahwa para siswa perlu mempelajari berulang-ulang bahasa sasaran, agar mereka bisa belajar menggunakan bahasa tersebut secara otomatis di bawah sadar. Para siswa mencapai keterampilan ini dengan pembentukan kebiasaan-kebiasaan lama yang berasal dari bahasa pribumi mereka.
b.      Model Silabus
Struktur bahan ajar bahasa dengan metode ini menekankan pada penguasaan seluruh komponen bahasa. Silabus yang digunakan oleh metode ini pada umumnya silabus struktural, dengan pengajaran beberapa struktur bahasa pada setiap unit pembahasan yang tercakup dalam dialog dialog (al-hiwar) baru. Kosa kata yang diajarkan disesuaikan dengan konteks dialog. Jumlah kosakata tersebut dibatasi karena penekanan metode ini terletak pada pemerolehan pola-pola bahasa (anmath al-lugah/ language pattern)
c.       Jenis Kegiatan Belajar-Mengajar
Penyajianketerampilanberbahasamempertahankanurutanalamiahpemerolehanbahasa, yaitumendengar , berbicara, membacadanmenulis. Dengantetapmemberiperhatian yang paling besarkepadaketerampilandenganucap (aura-oral).  Pelafalan kata-kata diajarkansejakdini, seringkalidengancarapara  siswaberlatihdalamlaboratoriumbahasauntukmmembeda-bedakanantarabeberapapasangan kata minimal (tsunaiyahsugra/minimal pair). Percakapansehari-hariditekankandalamMetode Audiolingual. Koa kata danstruktur-strukturbarudiperkenalkanmelalui dialog-dialog (Al-Hiwarat). Dialog-dialog tersebutdiajarkanmelaluipeniruandanpengulangan (Al-muhakatwa at-tikrar/Imitation and Repetetion) berbagaibentukdrilseperti (pengulangan, penggabunganberantai, penggantian, perubanahanbentuk, dan Tanya jawab) diberikanberdasarkanpola-polayyangaadadidalam dialog. Responsiswa yang suksestepatdiperkuatsecarapositif. Tata bahasadipahamidaricontohcontoh yang telahdisajikan ;tanpamelaluipengajaranaturantatabahasasecaraeksplisit. Informasitentangbudayadikontekstualiasikandalam dialog-dialog ataudiperkenalkanoleh guru. Latihanmembacadanmenulisdiberikankepadasiswaberdasarkanlatihanlisan yang merekalakukansebelumnya.
d.      Peranan Pembelajar
Dalam metode ini, guru berperan secara sentral dan aktif, gurulah yang mendominasikan pembelajaran. Dalam metode ini, guru berperan sebagai pemimpin orkes, mengarahkan dan mengendalikan perilaku bahasa dan para siswanya. Dia juga bertanggung jawab untuk memberikan suatu model yang baik bagi siswanya untuk ditiru. Seacar singkat peran guru adalah sebagai model, sebagai pelatih, sebagai “pemimmpin orkes” dan sebagai pemandu bagi siswa-siswanya.
e.       Peranan Pengajar
Sedangkan para siswa adalah para peniru model yang diberikan langusung oleh guru atau  materi  rekaman. Mereka mengikuti arahan guru dan menanggapi dengan seteliti dan secepat mungkin secara stimulus yang diberikan guru.  Siswa dipandang sebagai organism yang bias diarahkan dengan tekhnik pelatihan yang teruji untuk memproduksi respon-respon yang tepat. Kebanyakan interaksi yang terjadi adalah antara guru dan para siswa dengan iniisasi dari guru sendiri. Walau memang terjadi interaksi yang terjadi antar siswa dengan siswa, yaitu dalam bentuk latihan bergilir atau ketika para siswa memainkan berbagai peran yang berbeda-beda dalam latihan dialog, tetapi interaksi tersebut tetap berada dalam pengarahan guru.
f.       Peranan Bahan Ajar
Materi pembelajaran dalam metode Audiolingual berperan membantu guru untuk mengembangkan penguasaan pelajar terhadap bahasa asing. Buku teks untuk siswa (Kitab At-taulad/ students text book0 sering tidak digunakan pada tahap-tahap dasar pembelajaran dimana para siswa lebih banyak berlatih mendengar, mengulangi, dan menjawab. Pada pembelajaran  tahap ini, penggunaan materi cetak tidak disarankan karena dapat mengalihkan perhatian dari penerimaan input pendengaran. Walaupun bagaimana, guru harus sudah lebih dahulu mempelajari buku guru (Kitab al mudarris/teachers book) yang berisi sequence pelajaran yang harus di ikuti dan berisi dialog, beberapa drill, dan kegiatan praktek lainnya.

D.    Konsep Dasar Penggunaan Audio Lingual Dalam Bahasa Arab
Ada dua pendekatan teori yang mendasari pengajaran bahasa, sebagaimana kita ketahui, yaitu teori tata bahasa tradisional dan struktural. Keduanya memiliki pandangan yang saling berbeda dalam hal tata bahasa. Teori tradisional meyakini adanya tata bahasa yang semesta, sedangkan teori struktural meyakini bahwa struktur bahasa di dunia tidak sama, menurut teori tradisional bahasa yang baik dan benar adalah menurut para ahli bahasa (dalam istilah linguistik disebut preskriptif), sedangkan menurut teori struktural yang baik dan benar adalah yang digunakan oleh penutur asli (dalam istilah linguitik disebut deskriptif).
Dengan demikian pendekatan struktural melihat struktur bahasa sebagai fokus perhatian. Struktur bahasa dalam hal ini dianggap sama dengan pola-pola kalimat. Pandangan ini bertolak belakang dengan pendekatan tradisional yang memandang sebaliknya.
Metode audiolingual adalah metode mendasarkan diri kepada pendekatan struktural dalam pengajaran bahasa. Sebagai implikasinya metode ini menekankan penelaahan dan pendeskripsian suatu bahasa yang akan dipelajari dengan memulainya dari sistem bunyi (fonologi), kemudian sistem pembentukan kata (morfologi), dan sistem pembentukan kalimat (sintaksis). Karena menyagkut struktur bahasa secara keseluruhan, maka dalam hal ini juga ditekankan system tekanan, nada, dan lain-lain. Maka bahasa tujuan diajarkan dengan mencurahkan perhatian pada lafal kata, dan pada latihan berkali-kali (drill) secara intensif. Bahkan drill inilah yang biasanya dijadikan teknik utama dalam proses belajar mengajar. Drill ialah suatu teknik pengajaran bahasa yang dipakai oleh semua guru bahasa pada suatu waktu untuk memaksa para pelajar mengulang dan mengucapkan suatu pola kalimat dengan baik tanpa kesalahan (1983:15-16). Mengadakan drill dengan konsisten akan melahirkan suatu kebiasaan yang baik dalam berbahasa. Menurut Hubbard (1983:15-16) drill ini berdasar langsung pada teori psikologi yang disebut behaviorisme. Menurut para behavioriskebiasaan terbentuk apabila suatu jawaban (response) pada rangsangan (stimulus) secara konsisten diberikan hadiah (reward) sebagai pengyatan (reinforcement). Tokoh terkenalnya adalah skinner yang sangat tertarik pada perilaku bahasa manusia. Hasil analisisnya menyatakan bahwa bunyi-bunyi ujar diucapkan dan diperkuat sama seperti perilaku nonverbal lainnya. Perilaku berbahasa manusia dibentuk oleh penguatan yang lazim dipakai dalam masyarakat. Urutannya menurutnya adalah : Rangsangan –Pespon-Penguatan atau Stimulus-Response-Reinforcement. Di dalam psikologi konsep ini disebut operamt-conditioning/al-isyrah al-ijra’i yaitu penguatan terhadap respon pelajar untuk mendapatkan respon baru sesuai rangsangan yang diberikan,dan diberikan dalam rangka pembiasaan yang baik. Menurutnya hadiah lebih efektif dari pada hukuman dalam situasi pengajaran kebiasaan. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa para pelajar bahasa tujuan harus diatur sedemikian rupa sehinnga mereka mempunyai peluang banyak untuk memberi respon yang benar. Jadi suatu program pengajaran bahasa kedua atau asing harus disajikan sedemikian rupa sehingga merupakan serentetan langkah yang tidak boleh terlalu sukar bagi para pelajar.
Pandangan ini menjadi dasar yang kuat bagi metode audiolingual dalam pengajaran bahasa. Selanjutnya melahirkan dasar pikiran tertentu yang membedakannya dengan yang lainnya. Al-Naqah (2010) dan Badri (1986 : 16-22) mengatakan dasar itu adalah bahwa bahasa adalah ujaran, bukan tulisan: bahasa terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan;yang harus dipelajari adalah bahasa, bukan tentang bahasa; bahasa bukan untuk dibicarakan, tetapi harus digunakan; semua bahasa di dunia memiliki perbedaan. Selain itu Al-Khuli (1982: 23-24) menambahkan dasar lain dengan adanya urutan keterampilan berbahasa yang harus diajarkan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Konsep ini mengandung arti bahwa:
a.       Dasar bahasa adalah percakapan, sedangkan tulisan adalah bagian dari percakapan. Maka materi yang perlu diprioritaskan dalam pengajaran bahasa asing atau bahasa tujuanadalah memahami pembicaraan dan berbicara, setelah itu baru aspek lain, yaitumembaca dan menulis. Hal ini sejalan dengan aktivitas seorang anak dalam mempelajari bahasa ibu, yaitu mendengarkan dahulu, kemudian berbicara sebelum dilanjutkan kepada aktivitas belajar bahasa sebagai bacaan dan tulisan
b.      Cara yang tepat untuk mengajarkan bahasa asing atau bahasa tujuan adalah membentuk kebiasaan berbahasa. Para ahli metode memandang bahwa kebiasaan ini sama halnya seperti seorang anak dalam memperoleh kebiasaan-kebiasaan sosial budaya di masyarakatnya. Oleh sebab itu diperlukan adanya usaha-usaha untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan yang baik, yaitu dengan memberikan stimulus secara berulang untuk mendapatkan respon yang berulang kemudian diberikan penguatan sebagaimana dijelaskan diatas
c.       Materi yang harus dipelajari adalah bahasa asing atau bahasa tujuan itu,bukan materi mengenai bahasa. Artinya metode ini memiliki prinsip yang bertolak belakang dengan metode kaidah  dan terjemah, yaitu tidak memperhatikan aspek kaidah bahasa maupun terjemahan, kecuali jika sangat terpaksa. Sebagai gantinya pelajar dituntuk untuk berlatih sacara intensif dalam penggunaan bahasa. Dengan demikian bahasa adalah untuk digunakan, bukan untuk dibicarakan
d.      Para ahlibahasastrukturalmenolakadanyapikirantatabahasasemesta yang memandangadanyakaidah-kaidahbahasasecarakeseluruhan. Akan tetapisebaliknyamerekamemandangbahwasetiapbahasa di duniamemilikikaidahmasing-masing yang berbedadengan yang lainnya. Para ahlimetodeinimemandangbahwaproblematikaterbesardalampengajaranbahasaadalahadanyaperbedaanantarabahasatujuansebagaibahasa yang dipelajaridenganbahasaibudanaspeksuara, struktur, makna. Olehsebabituuntukmemperolehpenguasaan yang baikadalahpembiasaansecarakonsistendenganjalanlatihan.
Namun demikian setelah mencapai ketenarannya tahun 1951-an dan 1960-an (Nababan, 1993:35), metode ini mendapat kritikan dari para pelajar dan ahli linguistik. Kritikan terutama ditunjukankepada konsep dasar tersebut sebagaimana digambarkan olrh Al-Khuli (1982:24-25) bahwa :
a.   Percakapan bukan satu-satunya aspek kecakapan yang utama, sebab aspek lain juga penting sebagai unsur keterampilan secara utuh
b.   Urutan keterampilan bukan hal yang mestu dilakukan, sebab bisa saja keterampilan-keterampilan itu diajarkan dalam waktu yang bersamaan
c.   Menggunakan kaidah bahasa dan tarjamah bukan suatu yang dilarang. Sebab antara kaidah dengan bahasa sangat erat kaitannya, maka justru akan membantu pelajar dalam menguasai kecakapan berbahasa
d.  Tidak benar bahwa mempelajari bahasa ibu sama dengan mempelajari bahasa asing, sebab secara psikologis belajar bahasa ibu sangat berkaitan dengan unsur-unsur emosional anak terhadap orang tua dan keluarganya, sehingga penggunaanya, merupakan kebutuhan untuk mengekspresikan kebutuhan dasar,emosi dan pikirannya. Sedangakan mempelajari bahasa asing tidak demikian
e.       Benarbahwabahasa-bahasa di duniamemilikiunsur-unsur yang berbeda, tetapibenarjugabahwabahasa-bahasaitumemilikiunsur-unsur yang salingmenyerupai. Olehsebabitusangatpentingmengetahuiasapekpersamaandanperbedaanantarabahasaasingdenganbahasaibudalampengajaranbahasaasing[4].
E.     Langkah-Langkah Penggunaan Metode Audiolingual Dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Sebagaimana nama metode ini, yaitu mendengarkan dan berbicara, maka dalam aplikasinya lebih menekankan dua aspek ini sebelum kepada dua aspek lainnya. Jika melihat konsep dasarnya, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aplikasinya, yaitu:
1.      Langkah Umum
a.       Pelajar harus menyimak, kemudian berbicara, lalu membaca, dan akhirnya menulis
b.      Tata bahasa harus disajikan dalam bentuk pola-pola kalimat atau dialog-dialog dengan topik situasi-situasi sehari-hari
c.       Latihan (Drill/ al-tadribat) harus mengikuti operant-conditioning seperti yang telah dijelaskan. Dalam hal ini hadiah adalah baik diberikan
d.      Semua unsur tata bahasa harus disajikan dari yang mudah kepada yang sukar atau bertahap (graded exercise/ tadarruj/ al-tadrib)
e.       Kemungkinan-kemungkinan untuk membuat kesalahan dalam memberi respon harus dihindarkan, sebab penguasaan positif dianggap lebih efektif daripada penguatan negatif. Prinsip ini kata Nababan (1993: 33) disebut “Penghindaran Kesalahan” (error prevention/ tajannub al-khatta’)
Terlihat bahwa Metode audiolingual pada dasarnya tidak hanya menekankan latihan dan pembiasaan para pelajar untuk membentuk kecakapan berbahasa, tetapi juga kecermatan pengajar dalam membimbing mereka sangat diperhatikan. Oleh sebab itu seorang pengajar harus benar-benar menguasai prinsip-prinsip itu.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan , diperlukan langkah-langkah yang dianggap cocok. Misalnya saja langkah yang dipilih sebagai berikut:
2.      Langkah-Langkah Spesifik/ Umum
a.    Pendahuluan, memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang akan di sajikan baik berupa appersepsi, atau tes awal tentang materi, atau yang lainnya.
b.   Penyajian dialog/bacaan pendek yang dibacakan oleh guru berulang kali, sedangkan pelajar menyimaknya tanpa melihat pada teksnya.
c.    Peniruan dan penghapalan dialog/bacaan pendek dengan teknik meniru setiap kalimat secara serentak dan menghapalkannya. Di dalam pengajaran bahasa, teknik ini dikenal dengan teknik “peniruan-penghapalan” (mimicry-memorization technique/ uslub al-muhakah wal-hifzh)
d.   Penyajian pola-pola kalimat yang terdapat dalam dialog/bacaan yang dianggap sulit karena terdapat struktur atau ungkapan-ungkapan sulit. Hal ini bisa dikembangkan dengan drill dengan teknik ini  dilatih struktur dan kosa kata
Contohnya sebagai berikut:
Drill yang mengganti satu unsur (al-tdrib al-namthi):
Guru    :           S1                                                           أنا تلميذ   
Pelajar :           R1                                                           أنا تلميذ 

Guru    : (memberi penguatan dan rangsangan baru): S2
صحيح,...نحن...!

Pelajar : R                                                                                              نحن تلاميذ
Dan seterusnya.
Drill tanya jawab (tadrib al-su’al wa al-jawab):
Guru    : S1                                                                         يكتب أحمد الدرس في الفصل
Guru    : S2                                                                                         ماذا يعمل أحمد؟
Pelajar : R1                                                                                        يكتب الدرس
Guru    : (memberi penguatan dan rangsangan baru): S3
صحيح, ...وأين يكتب أحمد؟
Pelajar : R2
في الفصل.
Dan seterusnya.
Drill menyatukan kalimat (tadrib tamzij al-jumal):
Guru    : S1
"إبراهيم لا يذهب إلى المدرسة", "هو مريض" ...(لأن)

Pelajar : R1
إبراهيم لا يذهب إلى المدرسة لأنه مريض
Guru    : S2
"إبراهيم مريض", إبراهيم يقرأ الكتاب في بيته"...(لكن)
Pelajar : S2
إبراهيم مريض, لكنه يقرأ الكتاب في بيته
Dan lain-lain.
Keterangan:  S= Stimulus;                R=Respon
e.    Dramatisasi dari dialog/bacaan yang sudah dilatihkan di atas pelajar yang sudah hapal disuruh mempergunakannya (memperagakan) di muka kelas
f.    Pembentukan kalimat-kalimat lain yang sesuai dengan pola-pola kalimat yang sudah dilatihkan
g.   Penutupan (jika diperlukan) misalnya dengan memberikan tugas untuk dikerjakan dirumah. Dalam hal ini pelajar disuruh belatih kembali dengan menggunakan pola-pola yag sudah dipelajarinya di sekolah[5].
F.     Kekuatan dan Kelemahan Metode Audiolingual
·         Kekuatan
           Kekuatan-kekuatan metode Audiolingual ini, antara lain:
1.      Para pelajar mempunyai pelafalan yang bagus
2.      Para pelajar terampil membuat pola-pola kalimat yang sudah didrillkan
3.      Pelajar dapat melakukan komunikasi lisan dengan baik karena latihan menyimak dan berbicara yang intensif
4.      Suasana kelas hidup karena para pelajar tidak tinggal diam, harus terus menerus merespon stimulus guru
·         Kelemahan
Kelemahan-kelemahan metode Audiolingual ini, antara lain:
1.  Para pelajar cenderung untuk memberi respon secara serentak dan secara mekanistik seperti membero (babgai), mereka sering tidak mengetahui atau tidak memikirkan makna ujaran yang diucapkan. Pengulangan –pengulangan stimulus-respon yang mekanistik seringkali membosankan serta menghambat penyimpulan kaidah-kaidah kebahasaan.
2.   Kurang memperhatikan ujaran/tujuan spontan, pelajar bisa berkomunikasi dengan lancar hanya apabila kalimat yang digunakan telah dilatihkan sebelumnya di dalam kelas
3.  Makna kalimat yang diajarkan biasanya terlepas dari konteks, sehingga pelajar hanya memahami satu makna, padahal suatu kalimat atau ungkapan bisa mempunyai beberapa makna tergantung konteksnya
4.  Sebetulnya, para pelajar tidak berperan di kelas ( keaktifan semu ), karena mereka hanya memberi respon pada rangsangan guru. Gurulah yang menentukan semua bentuk latihan dan materi pelajaran di kelas. Dialah yang mengetahui semua jawaban atas semua pertanyaan yang diajukan di kelas. Tidak ada inisiatif dan kreativitas dari siswa
5.  Karena kesalahan dianggap sebagai “dosa”, maka pelajar tidak dianjurkan berinteraksi secara lisan atau tubs sebelum menguasai benar pola-pola kalimat yang cukup banyak. Akibatnya, pelajar takut menggunakan bahasa
6.  Latihan-latihan pola bersifat manipulatif, tidak kontekstual dan tidak realistis, pelajar mengalami kesulitan ketika menerapkannya dalam konteks komunikatif yang sebenarnya.


































BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya pengertian dari metode Audiolingual (Sam’iyyah Syafahiah) itu sendiri adalah langkah atau cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan meteri pelajaran bahasa kepada peserta didik dengan dengan cara memaksimalkan pendengaran dan mulut. Yang lebih menitik beratkan pada praktek-praktek langsung bahasa arab itu sendiri.
Sedangkan cara pengaplikasiannya lebih menekankan  aspek istima’ dan kalamdari pada aspek qiro’ah dan kitabah. Kemudian mengenai konsep pengaplikasiannya dapat dibedakan menjadi dua langkah, yaitu langkah umum dan langkah khusus.
Pada hakikatnya metode ini lebih mengutamakan sisi pendengaran dan pengucapan, maka setiap materi yang diajarkan harus diawali dari contoh yang di sajikan oleh guru, kemudian baru murid suruh menirukan (stimulus respon).
Metode ini juga memiliki kelebihan yaitu siswa lebih terampil dalam penggunaan bahasa arab, mempunyai lafal yang baik dan benar dan tidak tinggal diam dalam dialog tetapi terus menerus memberi respon pada rangsangan yang diberikan oleh guru.
Selain itu metode ini juga memiliki kekurangan yang tidak sedikit seperti, siswa cenderung untuk memberi respon secara serentak, tidak diberi latihan dalam makna-makna lain dari kalimat yang dilatih berdasarkan konteks, siswa tidak berperan aktif tetapi hanya memberikan respon pada rangsangan yang diberikan oleh guru, metode ini berpendirian bahwa jika pada tahap-tahap awal para pelajar tidak/ belum mengerti makna dari kalimat-kalimat yang ditirunya, tidak dianggap sebagai hal yang meresahkan.















[1]Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, cet.II, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), hal. 168
[2]Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabeta, 2013), Cet.2, hlm. 217.

[3]Nuke Winandha, “Metode Audiolingual”, diakses dari http://nukewinandha.blogspot.com/2015/05/metode-audiolingual.html, pada tanggal 11 Agustus 2018 pukul 21.16
[4]Chaedar Alwasilah, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), Cet. 1, hlm.185,186,187,188.
[5]Chadliq, “Makalah Metodologi Sam’iyyah Syafahiyah Dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, diakses dari https://chadliq.blogspot.com/2014/10/makalah-metodologi-samiyyah-syafahiyah.html, pada tanggal 13 Agustus 2018 pukul 19.30

0 comments:

Post a Comment

Monggo Komentarnya. . .