BAB I
PENDAHULUAN
- LatarBelakang
Bahasa
Arab adalah salah satu mata pelajaran bahasa asing pilihan yang diajarkan di
sekolah maupun di perguruan tinggi. Salah satu keterampilan berbahasa yang
harus dikuasai oleh siswa adalah kemampuan berbicara atau kemampuan menyusun
teks lisan. Namun demikian, berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, banyak
siswa, yang masih mengalami kesulitan dalam belajar berbicara, khususnya dalam
mempraktikkan model dialog. Kurangnya kemampuan siswa dalam mempraktikkan model
dialog ini kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain karena
kurang tepatnya langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang digunakan. Dengan
kata lain metode yang digunakan guru untuk mengajar berbicara masih belum
tepat. Pengajaran bahasa harus dimulai dengan memperdengarkan bunyi-bunyi
bahasa dalam bentuk kata atau kalimat kemudian mengucapkannya sebelum pelajaran
membaca dan menulis. Maka, yang paling cocok adalah MetodeAudio Lingual.
- RumusanMasalah
1.
ApaPengertian Audiolingual?
2.
Apa Saja Karakterisrik Metode Audiolingual
3.
ApaSaja Desain Metode Audiolingual Dalam Bahasa Arab?
4.
Bagaimana Konsep Dasar Penggunaan Audiolingual
Dalam Bahasa Arab?
5.
Bagaimana Langkah-Langkah Penggunaan Metode
Audiolingual Dalam Pembelajaran Bahasa Arab?
6.
Apa Saja Kekuatan Dan Kelemahan Metode
Audiolingual?
- Tujuan
1.
Untukmengetahuipengertianaudiolingual
2.
Untukmengetahuikarakteristik metode audiolingual
3.
Untukmengetahuidesain metode audiolingual dalam bahasa arab
4.
Untukmengetahuikonsepdasarpenggunaan
audiolingual dalambahasaarab
5.
Untukmengetahuilangkah-langkah penggunaan metode audiolingual
dalam pembelajaran bahasa arab
6.
Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan metode
audiolingual
BAB II
PEMBAHASAN
A. PengertianAudiolingual
(As-Sam’iyyah Asy-Syafawiyyah)
Secara
bahasa Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau
jalan yang ditempuh yaitu berasal dari kata 'met' dan 'hodes' yang berarti
melalui. Sedangkan secara istilah adalah cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Menurut
Acep Hermawan metode adalah tingkat perencanaan progam yang bersifat menyeluruh
yang berhubungan erat dengan langkah-langkah penyampaian materi pelajaran secara
prosedural, tidak saling bertentangan, dan tidak bertentangan dengan pendekatan[1].Sedangkan
Sam’iyyah Syafahiyah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu sami’a
yasma’u sam’an dengan tambahan ya’ nasab yang memiliki arti mendengar. Adapun
Syafahiyah berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti yang dibibir, dimulut,
atau dengan lisan. Jadi metode Sam’iyyah Syafahiyah adalah cara teratur yang
digunakan untuk melaksanakan pembelajaran bahasa Arab agar tercapai sesuai
dengan yang dikehendaki dengan cara
mendengarkan dan berbicara. Dengan metode ini praktek-praktek penggunaan bahasa
arab lebih ditekankan dan lebih banyak menggunakan kosakata-kosakata dan
berbentuk muhawarah.Proses pembelajaran bahasa hendaknya mengikuti
aturan-aturan tertentu, yakni mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Hal
ini bahasa siswa pada awalnya hendaknya dilatih kemampuan mendengar, kemudian
mengucapkan apa yang didengarnya itu. Kemudian mereka diikuti oleh keterampilan
membaca dan menulis[2].
Metode
audio-lingual pada dasarnya merupakan pengembangan dari metode langsung yang
dirasa memiliki kelemahan terutama dalam menjelaskan hal-hal yang sulit
dipahami siswa. Untuk itu metode ini disamping menekankan pengajaran bahasa
lewat mendengar dan menirukan, juga dimungkinkan penggunaan bahasa ibu untuk
penjelasannya. Metode ini biasanya lebih banyak diterapkan dengan bentuk
pattern drill. Penggunaan pendekatan drill sudah lazim digunakan di kalangan
militer. Karena pada awalnya metode ini banyak digunakan pada kalangan militer,
maka metode ini juga disebut dengan army
method.
B. Karakteristik Metode Audiolingual
Karakteristik
metode Audiolingual ini natara lain adaah sebagai berikut :
·
Tujuan pengajarannya adalah penguasaan empat
ketrampilan berbahasa secara seimbang.
·
Urutan penyajiannya adalah menyimak dan berbicara
baru kemudian membaca dan menulis.
·
Model kalimat bahasa asing diberikan dalam bentuk
percakapan untuk dihafalkan.
·
Penguasaan pola kalimat dilakukan dengan
latihan-latihan pola (pattern-pratctice). Latihan atau drill
mengikuti urutan :stimulus > response > reinfrcement.
·
Kosa kata dibatasi secara ketat atau ungkapan,
bukan sebagai kata-kata lepas yang berdiri sendiri.
·
Pengajaran sistem bunyi secara sistematis
(berstruktur) agar dapat digunakan/dipraktekan oleh pelajar, dengan teknik
demonstrasi, peniruan, komparasi, kontras, dan lain-lain.
·
Pelajaran menulis merupakan representasi
dari pelajaran berbicara, dalam arti pelajaran menulis terdiri daripola kaimat
dan kosa kata yang sudah dipelajari secara lisan.
·
Penerjemahan dihindari. Pemakaian bahasa ibu
apabila sangat diperlukan untuk penjelasan, diperblehkan secara terbatas
·
Gramatika (dalam arti ilmu) tidak diajarkan pada
tahap permulaan. Apabia diperlukan pengajaran gramatika pada tahap tertentu
hendaknya diajarkan secara induktif, dan secara bertahap dari yang mudah ke
yang sukar
·
Pemilihan materi ditekankan pada unit dan pola
yang menunjukan adanya perbedaan struktural antara bahasa asing yang diajarkan
dan bahasa ibu pelajar. Demikian juga bentuk-bentuk kesalahan siswa yang
sifatnya umum dan frekuensinya tinggi. Untuk ini diperlukan analisis
kontranstif dan analisis kesalahan.
·
Kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan
siswa dalam memberikan response harus sungguh-sungguh dihindarkan
·
Guru menjadi pusat dalam kegiatan kelas, siswa
mengikuti (merespon) apa yang diperintahkan (stimulus) oleh guru.
·
Penggunaan bahan rekaman, laboratrium bahasa,
dan visual aids sangat dipentingkan.[3]
C. Desain Metode Audio Lingual Dalam Bahasa Arab
a. Tujuan (Umum dan Khusus)
Tujuan metode ini adalah agar para siswa mampu menggunakan bahasa
sasaran secara komunikati. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka percaya bahwa
para siswa perlu mempelajari berulang-ulang bahasa sasaran, agar mereka bisa
belajar menggunakan bahasa tersebut secara otomatis di bawah sadar. Para siswa
mencapai keterampilan ini dengan pembentukan kebiasaan-kebiasaan lama yang
berasal dari bahasa pribumi mereka.
b. Model Silabus
Struktur bahan ajar bahasa dengan metode ini menekankan pada penguasaan
seluruh komponen bahasa. Silabus yang digunakan oleh metode ini pada umumnya
silabus struktural, dengan pengajaran beberapa struktur bahasa pada setiap unit
pembahasan yang tercakup dalam dialog dialog (al-hiwar) baru. Kosa kata yang diajarkan disesuaikan dengan konteks
dialog. Jumlah kosakata tersebut dibatasi karena penekanan metode ini terletak
pada pemerolehan pola-pola bahasa (anmath
al-lugah/ language pattern)
c.
Jenis Kegiatan
Belajar-Mengajar
Penyajianketerampilanberbahasamempertahankanurutanalamiahpemerolehanbahasa,
yaitumendengar , berbicara, membacadanmenulis. Dengantetapmemberiperhatian yang
paling besarkepadaketerampilandenganucap (aura-oral). Pelafalan kata-kata diajarkansejakdini,
seringkalidengancarapara
siswaberlatihdalamlaboratoriumbahasauntukmmembeda-bedakanantarabeberapapasangan
kata minimal (tsunaiyahsugra/minimal pair). Percakapansehari-hariditekankandalamMetode
Audiolingual. Koa kata danstruktur-strukturbarudiperkenalkanmelalui
dialog-dialog (Al-Hiwarat). Dialog-dialog tersebutdiajarkanmelaluipeniruandanpengulangan
(Al-muhakatwa at-tikrar/Imitation and Repetetion) berbagaibentukdrilseperti
(pengulangan, penggabunganberantai, penggantian, perubanahanbentuk, dan Tanya
jawab) diberikanberdasarkanpola-polayyangaadadidalam dialog. Responsiswa yang
suksestepatdiperkuatsecarapositif. Tata bahasadipahamidaricontohcontoh yang
telahdisajikan ;tanpamelaluipengajaranaturantatabahasasecaraeksplisit.
Informasitentangbudayadikontekstualiasikandalam dialog-dialog
ataudiperkenalkanoleh guru. Latihanmembacadanmenulisdiberikankepadasiswaberdasarkanlatihanlisan
yang merekalakukansebelumnya.
d.
Peranan Pembelajar
Dalam metode ini, guru berperan secara sentral dan aktif, gurulah yang
mendominasikan pembelajaran. Dalam metode ini, guru berperan sebagai pemimpin
orkes, mengarahkan dan mengendalikan perilaku bahasa dan para siswanya. Dia
juga bertanggung jawab untuk memberikan suatu model yang baik bagi siswanya
untuk ditiru. Seacar singkat peran guru adalah sebagai model, sebagai pelatih,
sebagai “pemimmpin orkes” dan sebagai pemandu bagi siswa-siswanya.
e.
Peranan Pengajar
Sedangkan para siswa adalah para peniru model yang diberikan langusung
oleh guru atau materi rekaman. Mereka mengikuti arahan guru dan
menanggapi dengan seteliti dan secepat mungkin secara stimulus yang diberikan
guru. Siswa dipandang sebagai organism
yang bias diarahkan dengan tekhnik pelatihan yang teruji untuk memproduksi
respon-respon yang tepat. Kebanyakan interaksi yang terjadi adalah antara guru
dan para siswa dengan iniisasi dari guru sendiri. Walau memang terjadi
interaksi yang terjadi antar siswa dengan siswa, yaitu dalam bentuk latihan
bergilir atau ketika para siswa memainkan berbagai peran yang berbeda-beda
dalam latihan dialog, tetapi interaksi tersebut tetap berada dalam pengarahan
guru.
f.
Peranan Bahan Ajar
Materi pembelajaran dalam metode Audiolingual berperan membantu guru
untuk mengembangkan penguasaan pelajar terhadap bahasa asing. Buku teks untuk
siswa (Kitab At-taulad/ students text book0 sering tidak digunakan pada tahap-tahap
dasar pembelajaran dimana para siswa lebih banyak berlatih mendengar,
mengulangi, dan menjawab. Pada pembelajaran
tahap ini, penggunaan materi cetak tidak disarankan karena dapat
mengalihkan perhatian dari penerimaan input pendengaran. Walaupun bagaimana,
guru harus sudah lebih dahulu mempelajari buku guru (Kitab al mudarris/teachers
book) yang berisi sequence pelajaran yang harus di ikuti dan berisi dialog,
beberapa drill, dan kegiatan praktek lainnya.
D. Konsep Dasar Penggunaan Audio Lingual Dalam
Bahasa Arab
Ada dua pendekatan teori yang mendasari pengajaran bahasa, sebagaimana
kita ketahui, yaitu teori tata bahasa tradisional dan struktural. Keduanya
memiliki pandangan yang saling berbeda dalam hal tata bahasa. Teori tradisional
meyakini adanya tata bahasa yang semesta, sedangkan teori struktural meyakini
bahwa struktur bahasa di dunia tidak sama, menurut teori tradisional bahasa
yang baik dan benar adalah menurut para ahli bahasa (dalam istilah linguistik
disebut preskriptif), sedangkan menurut teori struktural yang baik dan benar
adalah yang digunakan oleh penutur asli (dalam istilah linguitik disebut
deskriptif).
Dengan demikian pendekatan struktural melihat struktur bahasa sebagai
fokus perhatian. Struktur bahasa dalam hal ini dianggap sama dengan pola-pola
kalimat. Pandangan ini bertolak belakang dengan pendekatan tradisional yang
memandang sebaliknya.
Metode audiolingual adalah metode mendasarkan diri kepada pendekatan
struktural dalam pengajaran bahasa. Sebagai implikasinya metode ini menekankan
penelaahan dan pendeskripsian suatu bahasa yang akan dipelajari dengan
memulainya dari sistem bunyi (fonologi), kemudian sistem pembentukan kata
(morfologi), dan sistem pembentukan kalimat (sintaksis). Karena menyagkut
struktur bahasa secara keseluruhan, maka dalam hal ini juga ditekankan system
tekanan, nada, dan lain-lain. Maka bahasa tujuan diajarkan dengan mencurahkan
perhatian pada lafal kata, dan pada latihan berkali-kali (drill) secara
intensif. Bahkan drill inilah yang biasanya dijadikan teknik utama dalam proses
belajar mengajar. Drill ialah suatu teknik pengajaran bahasa yang dipakai oleh
semua guru bahasa pada suatu waktu untuk memaksa para pelajar mengulang dan
mengucapkan suatu pola kalimat dengan baik tanpa kesalahan (1983:15-16).
Mengadakan drill dengan konsisten akan melahirkan suatu kebiasaan yang baik
dalam berbahasa. Menurut Hubbard (1983:15-16) drill ini berdasar langsung pada
teori psikologi yang disebut behaviorisme. Menurut para behavioriskebiasaan
terbentuk apabila suatu jawaban (response) pada rangsangan (stimulus) secara
konsisten diberikan hadiah (reward) sebagai pengyatan (reinforcement). Tokoh
terkenalnya adalah skinner yang sangat tertarik pada perilaku bahasa manusia.
Hasil analisisnya menyatakan bahwa bunyi-bunyi ujar diucapkan dan diperkuat
sama seperti perilaku nonverbal lainnya. Perilaku berbahasa manusia dibentuk
oleh penguatan yang lazim dipakai dalam masyarakat. Urutannya menurutnya adalah
: Rangsangan –Pespon-Penguatan atau Stimulus-Response-Reinforcement. Di dalam
psikologi konsep ini disebut operamt-conditioning/al-isyrah al-ijra’i yaitu
penguatan terhadap respon pelajar untuk mendapatkan respon baru sesuai
rangsangan yang diberikan,dan diberikan dalam rangka pembiasaan yang baik.
Menurutnya hadiah lebih efektif dari pada hukuman dalam situasi pengajaran
kebiasaan. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa para pelajar bahasa tujuan harus
diatur sedemikian rupa sehinnga mereka mempunyai peluang banyak untuk memberi
respon yang benar. Jadi suatu program pengajaran bahasa kedua atau asing harus
disajikan sedemikian rupa sehingga merupakan serentetan langkah yang tidak
boleh terlalu sukar bagi para pelajar.
Pandangan ini menjadi dasar yang kuat bagi metode audiolingual dalam
pengajaran bahasa. Selanjutnya melahirkan dasar pikiran tertentu yang
membedakannya dengan yang lainnya. Al-Naqah (2010) dan Badri (1986 : 16-22)
mengatakan dasar itu adalah bahwa bahasa adalah ujaran, bukan tulisan: bahasa
terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan;yang harus dipelajari adalah bahasa, bukan
tentang bahasa; bahasa bukan untuk dibicarakan, tetapi harus digunakan; semua
bahasa di dunia memiliki perbedaan. Selain itu Al-Khuli (1982: 23-24)
menambahkan dasar lain dengan adanya urutan keterampilan berbahasa yang harus
diajarkan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Konsep ini
mengandung arti bahwa:
a.
Dasar bahasa adalah percakapan, sedangkan
tulisan adalah bagian dari percakapan. Maka materi yang perlu diprioritaskan
dalam pengajaran bahasa asing atau bahasa tujuanadalah memahami pembicaraan dan
berbicara, setelah itu baru aspek lain, yaitumembaca dan menulis. Hal ini
sejalan dengan aktivitas seorang anak dalam mempelajari bahasa ibu, yaitu
mendengarkan dahulu, kemudian berbicara sebelum dilanjutkan kepada aktivitas
belajar bahasa sebagai bacaan dan tulisan
b.
Cara yang tepat untuk mengajarkan bahasa asing
atau bahasa tujuan adalah membentuk kebiasaan berbahasa. Para ahli metode
memandang bahwa kebiasaan ini sama halnya seperti seorang anak dalam memperoleh
kebiasaan-kebiasaan sosial budaya di masyarakatnya. Oleh sebab itu diperlukan
adanya usaha-usaha untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan yang baik, yaitu dengan
memberikan stimulus secara berulang untuk mendapatkan respon yang berulang
kemudian diberikan penguatan sebagaimana dijelaskan diatas
c.
Materi yang harus dipelajari adalah bahasa
asing atau bahasa tujuan itu,bukan materi mengenai bahasa. Artinya metode ini
memiliki prinsip yang bertolak belakang dengan metode kaidah dan
terjemah, yaitu tidak memperhatikan aspek kaidah bahasa maupun terjemahan,
kecuali jika sangat terpaksa. Sebagai gantinya pelajar dituntuk untuk berlatih
sacara intensif dalam penggunaan bahasa. Dengan demikian bahasa adalah untuk
digunakan, bukan untuk dibicarakan
d.
Para
ahlibahasastrukturalmenolakadanyapikirantatabahasasemesta yang
memandangadanyakaidah-kaidahbahasasecarakeseluruhan. Akan
tetapisebaliknyamerekamemandangbahwasetiapbahasa di duniamemilikikaidahmasing-masing
yang berbedadengan yang lainnya. Para
ahlimetodeinimemandangbahwaproblematikaterbesardalampengajaranbahasaadalahadanyaperbedaanantarabahasatujuansebagaibahasa
yang dipelajaridenganbahasaibudanaspeksuara, struktur, makna. Olehsebabituuntukmemperolehpenguasaan
yang baikadalahpembiasaansecarakonsistendenganjalanlatihan.
Namun demikian setelah mencapai ketenarannya tahun 1951-an dan 1960-an
(Nababan, 1993:35), metode ini mendapat kritikan dari para pelajar dan ahli
linguistik. Kritikan terutama ditunjukankepada konsep dasar tersebut
sebagaimana digambarkan olrh Al-Khuli (1982:24-25) bahwa :
a.
Percakapan bukan satu-satunya aspek kecakapan
yang utama, sebab aspek lain juga penting sebagai unsur keterampilan secara
utuh
b.
Urutan keterampilan bukan hal yang mestu
dilakukan, sebab bisa saja keterampilan-keterampilan itu diajarkan dalam waktu
yang bersamaan
c.
Menggunakan kaidah bahasa dan tarjamah bukan
suatu yang dilarang. Sebab antara kaidah dengan bahasa sangat erat kaitannya,
maka justru akan membantu pelajar dalam menguasai kecakapan berbahasa
d. Tidak
benar bahwa mempelajari bahasa ibu sama dengan mempelajari bahasa asing, sebab
secara psikologis belajar bahasa ibu sangat berkaitan dengan unsur-unsur
emosional anak terhadap orang tua dan keluarganya, sehingga penggunaanya,
merupakan kebutuhan untuk mengekspresikan kebutuhan dasar,emosi dan pikirannya.
Sedangakan mempelajari bahasa asing tidak demikian
e.
Benarbahwabahasa-bahasa di
duniamemilikiunsur-unsur yang berbeda, tetapibenarjugabahwabahasa-bahasaitumemilikiunsur-unsur
yang salingmenyerupai.
Olehsebabitusangatpentingmengetahuiasapekpersamaandanperbedaanantarabahasaasingdenganbahasaibudalampengajaranbahasaasing[4].
E. Langkah-Langkah Penggunaan Metode Audiolingual
Dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Sebagaimana nama metode ini, yaitu mendengarkan dan berbicara, maka
dalam aplikasinya lebih menekankan dua aspek ini sebelum kepada dua aspek
lainnya. Jika melihat konsep dasarnya, maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam aplikasinya, yaitu:
1.
Langkah Umum
a.
Pelajar harus menyimak, kemudian berbicara,
lalu membaca, dan akhirnya menulis
b.
Tata bahasa harus disajikan dalam bentuk
pola-pola kalimat atau dialog-dialog dengan topik situasi-situasi sehari-hari
c.
Latihan (Drill/ al-tadribat) harus mengikuti operant-conditioning seperti yang telah
dijelaskan. Dalam hal ini hadiah adalah baik diberikan
d.
Semua unsur tata bahasa harus disajikan dari
yang mudah kepada yang sukar atau bertahap (graded
exercise/ tadarruj/ al-tadrib)
e.
Kemungkinan-kemungkinan untuk membuat
kesalahan dalam memberi respon harus dihindarkan, sebab penguasaan positif
dianggap lebih efektif daripada penguatan negatif. Prinsip ini kata Nababan
(1993: 33) disebut “Penghindaran Kesalahan” (error prevention/ tajannub al-khatta’)
Terlihat bahwa Metode audiolingual pada
dasarnya tidak hanya menekankan latihan dan pembiasaan para pelajar untuk
membentuk kecakapan berbahasa, tetapi juga kecermatan pengajar dalam membimbing
mereka sangat diperhatikan. Oleh sebab itu seorang pengajar harus benar-benar
menguasai prinsip-prinsip itu.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan ,
diperlukan langkah-langkah yang dianggap cocok. Misalnya saja langkah yang
dipilih sebagai berikut:
2.
Langkah-Langkah
Spesifik/ Umum
a. Pendahuluan,
memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang akan di sajikan baik
berupa appersepsi, atau tes awal tentang materi, atau yang lainnya.
b. Penyajian
dialog/bacaan pendek yang dibacakan oleh guru berulang kali, sedangkan pelajar
menyimaknya tanpa melihat pada teksnya.
c. Peniruan
dan penghapalan dialog/bacaan pendek dengan teknik meniru setiap kalimat secara
serentak dan menghapalkannya. Di dalam pengajaran bahasa, teknik ini dikenal
dengan teknik “peniruan-penghapalan”
(mimicry-memorization technique/ uslub
al-muhakah wal-hifzh)
d. Penyajian
pola-pola kalimat yang terdapat dalam dialog/bacaan yang dianggap sulit karena
terdapat struktur atau ungkapan-ungkapan sulit. Hal ini bisa dikembangkan
dengan drill dengan teknik ini dilatih struktur dan kosa kata
Contohnya
sebagai berikut:
Drill
yang mengganti satu unsur (al-tdrib al-namthi):
Guru : S1 أنا
تلميذ
Pelajar : R1 أنا
تلميذ
Guru :
(memberi penguatan dan rangsangan baru): S2
صحيح,...نحن...!
Pelajar :
R2 نحن
تلاميذ
Dan
seterusnya.
Drill
tanya jawab (tadrib al-su’al wa al-jawab):
Guru :
S1 يكتب
أحمد الدرس في الفصل
Guru :
S2 ماذا
يعمل أحمد؟
Pelajar :
R1 يكتب
الدرس
Guru :
(memberi penguatan dan rangsangan baru): S3
صحيح,
...وأين يكتب أحمد؟
Pelajar
: R2
في
الفصل.
Dan
seterusnya.
Drill
menyatukan kalimat (tadrib tamzij al-jumal):
Guru :
S1
"إبراهيم لا يذهب إلى
المدرسة", "هو مريض" ...(لأن)
Pelajar :
R1
إبراهيم
لا يذهب إلى المدرسة لأنه مريض
Guru :
S2
"إبراهيم مريض", إبراهيم
يقرأ الكتاب في بيته"...(لكن)
Pelajar :
S2
إبراهيم
مريض, لكنه يقرأ الكتاب في بيته
Dan lain-lain.
Keterangan: S= Stimulus; R=Respon
e. Dramatisasi
dari dialog/bacaan yang sudah dilatihkan di atas pelajar yang sudah hapal
disuruh mempergunakannya (memperagakan) di muka kelas
f. Pembentukan
kalimat-kalimat lain yang sesuai dengan pola-pola kalimat yang sudah dilatihkan
g. Penutupan
(jika diperlukan) misalnya dengan memberikan tugas untuk dikerjakan dirumah.
Dalam hal ini pelajar disuruh belatih kembali dengan menggunakan pola-pola yag
sudah dipelajarinya di sekolah[5].
F. Kekuatan dan Kelemahan Metode Audiolingual
·
Kekuatan
Kekuatan-kekuatan metode Audiolingual ini,
antara lain:
1.
Para pelajar mempunyai pelafalan yang bagus
2.
Para pelajar terampil membuat pola-pola
kalimat yang sudah didrillkan
3.
Pelajar dapat melakukan komunikasi lisan
dengan baik karena latihan menyimak dan berbicara yang intensif
4.
Suasana kelas hidup karena para pelajar tidak
tinggal diam, harus terus menerus merespon stimulus guru
·
Kelemahan
Kelemahan-kelemahan
metode Audiolingual ini, antara lain:
1. Para
pelajar cenderung untuk memberi respon secara serentak dan secara mekanistik
seperti membero (babgai), mereka
sering tidak mengetahui atau tidak memikirkan makna ujaran yang diucapkan.
Pengulangan –pengulangan stimulus-respon yang mekanistik seringkali membosankan
serta menghambat penyimpulan kaidah-kaidah kebahasaan.
2. Kurang memperhatikan ujaran/tujuan spontan,
pelajar bisa berkomunikasi dengan lancar hanya apabila kalimat yang digunakan
telah dilatihkan sebelumnya di dalam kelas
3. Makna
kalimat yang diajarkan biasanya terlepas dari konteks, sehingga pelajar hanya
memahami satu makna, padahal suatu kalimat atau ungkapan bisa mempunyai
beberapa makna tergantung konteksnya
4. Sebetulnya,
para pelajar tidak berperan di kelas ( keaktifan semu ), karena mereka hanya
memberi respon pada rangsangan guru. Gurulah yang menentukan semua bentuk
latihan dan materi pelajaran di kelas. Dialah yang mengetahui semua jawaban
atas semua pertanyaan yang diajukan di kelas. Tidak ada inisiatif dan
kreativitas dari siswa
5. Karena
kesalahan dianggap sebagai “dosa”, maka pelajar tidak dianjurkan berinteraksi
secara lisan atau tubs sebelum menguasai benar pola-pola kalimat yang cukup
banyak. Akibatnya, pelajar takut menggunakan bahasa
6. Latihan-latihan
pola bersifat manipulatif, tidak kontekstual dan tidak realistis, pelajar
mengalami kesulitan ketika menerapkannya dalam konteks komunikatif yang
sebenarnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada
dasarnya pengertian dari metode Audiolingual (Sam’iyyah Syafahiah) itu sendiri
adalah langkah atau cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan
meteri pelajaran bahasa kepada peserta didik dengan dengan cara memaksimalkan
pendengaran dan mulut. Yang lebih menitik beratkan pada praktek-praktek
langsung bahasa arab itu sendiri.
Sedangkan
cara pengaplikasiannya lebih menekankan aspek istima’ dan kalamdari pada aspek qiro’ah dan kitabah. Kemudian mengenai konsep
pengaplikasiannya dapat dibedakan menjadi dua langkah, yaitu langkah umum dan
langkah khusus.
Pada
hakikatnya metode ini lebih mengutamakan sisi pendengaran dan pengucapan, maka
setiap materi yang diajarkan harus diawali dari contoh yang di sajikan oleh
guru, kemudian baru murid suruh menirukan (stimulus respon).
Metode
ini juga memiliki kelebihan yaitu siswa lebih terampil dalam penggunaan bahasa
arab, mempunyai lafal yang baik dan benar dan tidak tinggal diam dalam
dialog tetapi terus menerus memberi respon pada rangsangan yang diberikan oleh
guru.
Selain
itu metode ini juga memiliki kekurangan yang tidak sedikit seperti, siswa
cenderung untuk memberi respon secara serentak, tidak diberi latihan dalam
makna-makna lain dari kalimat yang dilatih berdasarkan konteks, siswa tidak
berperan aktif tetapi hanya memberikan respon pada rangsangan yang diberikan
oleh guru, metode ini berpendirian bahwa jika pada tahap-tahap awal para
pelajar tidak/ belum mengerti makna dari kalimat-kalimat yang ditirunya, tidak
dianggap sebagai hal yang meresahkan.
[1]Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, cet.II,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), hal. 168
[2]Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
(Bandung: Alfabeta, 2013), Cet.2, hlm. 217.
[3]Nuke Winandha, “Metode Audiolingual”, diakses dari http://nukewinandha.blogspot.com/2015/05/metode-audiolingual.html,
pada tanggal 11 Agustus 2018 pukul 21.16
[4]Chaedar Alwasilah, Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), Cet. 1, hlm.185,186,187,188.
[5]Chadliq, “Makalah Metodologi Sam’iyyah Syafahiyah Dalam Pembelajaran
Bahasa Arab”, diakses dari https://chadliq.blogspot.com/2014/10/makalah-metodologi-samiyyah-syafahiyah.html,
pada tanggal 13 Agustus 2018 pukul 19.30
0 comments:
Post a Comment
Monggo Komentarnya. . .