Monday, September 11, 2017

KH Abdul Latif dan Kuda Sumbawa

Pada suatu ketika, KH Abdul Latif bepergian dengan menaiki delman. Kuda penarik delman itu sangat gesit dan kuat sehingga sang kiai memujinya. Terjadilah obrolan antara kiai dan sang sais. Kira-kira seperti ini.
<>
“Bagus amat kuda Ini. Kuda dari mana?”

“Dari Sumbawa, Kiai.”

“Dari Sumbawa?” tanya kiai kaget.

“Betul, Kiai.”

“Kalau begitu, saya turun di sini. Sudah saya cukup di sini saja.”

Untuk beberapa saat, sang sais terdiam. Dia tak paham maksud kiai tersebut. Pada akhirnya dia bertanya, “Kenapa, Kiai?”

“Ini kuda dari Sumbawa. Guru saya berasal dari Sumbawa. Saya tak pantas naik kuda ini,” jelasnya.

Setelah membayar ongkos, kiai Abdul Latif pun jalan kaki.

***

KH Abdul Latif lahir tahun 1817 M/1299 di Desa Cibeber, Cilegon, Banten. Ayahnya, KH Ali, adalah pejuang mengusir penjajah Belanda. Kiai Ali adalah teman KH Wasyid dalam peristiwa Geger Cilegon. Karena itu, KH Ali dibuang Belanda ke Digul. Kemudian dibuang lagi ke Ambon hingga wafat. Dia dimakamkan di sebuah bukit. Bukit itu kemudian dikenal Puncak Ali sekitar tahun 1898.

Ia  berguru kepada ayahnya. Ia pernah juga belajar kepada KH as’ad (Ki Buntung, KH Abdul  Halim, KH Suchari Thoif di pesantren Cibeber.

Setelah dewasa ia menikah dengan Hj. Salkhah binti H Sapta. Pada tahun 1912, bersama istrinya pergi ke Makkah. Ia bermukim di sana selama 6 tahun. Di sana belajar kepada ulama-ulama terkenal, di antaranya KH Abdul Hamid Kairo, KH Jasir, KH Jusuf, dan kepada pamannya yang sudah lama di Makkah, KH Abdul Salam.

Pada tahun 1918, ia pulang kembali ke Cibeber. Ia sempat berguru tarekat kepada KH Asnawi Caringin, Labuan Banten.

Mulai tahun itu juga, KH Abdul Latif mulai mengajar santri dan masyarakat sekitar. Pada tahun 1924 ia mendirikan madrasah bernaman Tarbiyatul Athfal. Karena santri terus bertambah, pada tahun 1926, ia mendirikan madrasah Jauharotunnaqiyyah. 

Dari tahun 1926, ia mulai aktif berorganisasi. Pilihannya jatuh kepada Nahdlatul Ulama dengan menjadi Rais Syuriyah NU Kabupaten Serang.

Selain mengajar berorganisasi ia juga menulis kitab. Di antara karyanya adalah Taudikhul Ahkam, Irsyadul Anam, Bayanul Arkan, Adabul Marah, Tauqilu Tauhid,  Kifayatu Sibyan, Matan Sanusiyah, Mu’awanatul Ikhwan, Sirat Sayyidil Mursalin.

ia juga menulis kitab Munabbahat, Manaqibu Syekh Abdul Qodir Jilani, Sejarah Banten, Tajwid Jawi, terjemah Mawaidzul Ushfuriyh, Tafsir Juz ‘Ama, Tafsir Surat Yasin, Tafsir Surat Alif Lam Tanzil, Tafsir Surat Al-Baqoroh (bahasa Jawa Banten), Bayanul Maswail, dan Fathu Robbani. (Abdullah Alawi)

0 comments:

Post a Comment

Monggo Komentarnya. . .