Sebelum bertanding, Kiai Wahab membagikan air suwukan (air yang sudah didoakan) agar diminum pemain-pemainnya. Berbekal suwukan itu, mereka bertanding dengan gagah berani. Pemuda Rakyat pun kian jeri karena tampaknya bola tak lagi terlalu penting buat anak-anak Ansor itu. Kaki lawanlah sasaran utama mereka. Wasit tak berdaya. Memegang peluit saja tak berani dia. Nyalinya terbang sejak tendangan bola yang pertama, karena ia merasa Kiiai Wahab terus-terusan memelototinya.
Pertandingan terpaksa bubar sebelum waktunya karena seorang pemain Ansor menggasak tiang gawang lawan hingga roboh.
Anehnya, anak-anak Ansor itu berkemas sambil meringis-ringis menahan nyeri. Yang menggasak gawang tadi malah mengerang-erang tak bisa berdiri.
"Kok suwuknya kurang manjur, 'Yai?" mereka mengeluh pada Kiai Wahab. "Atau kami kurang syarat? Atau terlanjur banyak maksiat?".
Kiiai Wahab nyengir.
"Lha wong tadi itu memang suwuk kendel (biar berani) kok, bukan suwuk kebal..."
Sontak saja para santri Ansor itu nyengir.
Anehnya, anak-anak Ansor itu berkemas sambil meringis-ringis menahan nyeri. Yang menggasak gawang tadi malah mengerang-erang tak bisa berdiri.
"Kok suwuknya kurang manjur, 'Yai?" mereka mengeluh pada Kiai Wahab. "Atau kami kurang syarat? Atau terlanjur banyak maksiat?".
Kiiai Wahab nyengir.
"Lha wong tadi itu memang suwuk kendel (biar berani) kok, bukan suwuk kebal..."
Sontak saja para santri Ansor itu nyengir.
0 comments:
Post a Comment
Monggo Komentarnya. . .