Suatu saat, Abdullah bin Umar Al Baidlawi sudah dianggap meninggal oleh
orang-orang di sekitarnya. Usai dirawat sebagaimana jenazah pada
lazimnya, ia dikebumikan dan diratakan tanah di atas pusaranya. Namun,
setelah dikubur, Abdullah ternyata belum mati. Hanya jantung dan
napasnya yang berhenti sementara.
Demikian dikatakan Habib
Abdullah bin Abdurrahman Al-Muhdlar dari Hadramaut, Yaman saat menjawab
pertanyaan salah satu pengunjung tentang mati suri dalam acara Haflah
Akhir Sanah Pesantren Darut Tauhid Al Huda, Jatilawang, Wanayasa,
Banjarnegara, Rabu (25/5).
Ia melanjutkan, karena orang tersebut
hidup namun tidak bisa keluar dari dalam kuburan, Abdullah bin Umar
kemudian bernadzar. Jika saya bisa hidup kembali ke dunia sebagaimana
semula, aku bernadzar akan menafsiri Al-Qur’an.
Ternyata, tidak
sampai selang waktu lama, ada seorang yang berprofesi sebagai pencuri
kain kafan datang menggali kuburan di mana Abdullah dikebumikan. Ia
kaget bukan kepalang. Jenazah yang ia gali dapat bergerak sendiri. Ia
pun lari tunggang-langgang.
Habib muda ini melanjutkan, jenazah
yang hidup lagi ini lalu menyeru kepada pencuri, “Hai, jangan lari,
kemari! Begini, kamu ini ingin mencuri kain kafanku bukan?”
“Iya,” jawab pencuri.
“Sekarang,
bawalah kain kafanku ini dan katakan kepada orang kampung suruh mereka
mengirimkanku pakaian kemari,” pesan Abdullah. Dan benar, setelah
kembali, Abdullah bin Umar ini menyusun tafsir Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil yang terkenal dengan Tafsir Al-Baidlawi.
Habib Muhdlar menyimpulkan dengan adanya kisah tersebut, bahwa siapa pun dalam memutuskan perkara harus ada kalimat wallahu a’lam. Manusia hanya memutuskan yang tampak lahir saja. Sedangkan hakikatnya hanya Allah yang maha tahu.
“Seperti dokter di akhir zaman ini yang langsung memvonis mati salah satu pasien, misalnya. Mereka tanpa mengatakan allahu a‘lam. Padahal ini hanya pengetahuan saja. Bukan hakikat sebagaimana yang terjadi dalam cerita di atas,” tandasnya.
Maka
tak jarang, lanjutnya, banyak orang mati yang hakikatnya belum mati
namun ia mati justru baru saat ia dikubur, karena ia tak bisa bernapas
atau yang lainnya sedangkan dokter memang sudah memberikan vonis mati.
Di sinilah pentingnya kalimat allahu a’lam.
Terakhir,
dai dari Yaman ini berpesan supaya tidak terlalu terburu-buru dalam
mengurus jenazah. Cepat itu perlu, tapi jangan terlalu. Ciri-ciri orang
mati setidaknya ada tiga hal, di antaranya hidung yang sudah melenceng,
seperti meleleh ke samping, telapak kaki yang sudah tidak tegak ke atas,
dan mulut yang berbau busuk. (Mundzir/Zunus)
nu online.com
Tuesday, September 26, 2017
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
Monggo Komentarnya. . .