Tuesday, February 25, 2020

Aliran Nativisme, Empirisme dan Konvergensi


ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI

MAKALAH
Guna memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu : Cucum Novianti, M. Pd



Description: Description: Description: Description: Description: C:\Users\Asus X453MA PC\Pictures\Institut-Agama-Islam-Bunga-Bangsa-Cirebon.png




Disusun oleh:
Aprilia Putri Astuti (2017.3.5.1.00365)
Anisi (2017.3.5.1.00364)
Khadijah (2017.3.5.1.00399)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
2020

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
 Penulis mengucapkan banyak terima kasih  kepada orang tua, dosen dan teman-teman yang sudah mengdukung dan membantu selama pembuatan makalah ini sehingga dapat terealisasikan dengan baik. Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Psikologi Perkembangan dengan judul “Aliran Nativisme, Empirisme dan Konvergensi”.
Demikian yang dapat disampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.


                                                                        Cirebon, 18 Februari 2020


                                                                                    Penyusun


DAFTAR ISI




BAB I

PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan, syarat-syarat  seorang pendidik diantaranya, mengetahui perkembangan manusia (peserta didik) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya agar pendidikan berjalan efektif dan efisien sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.
Barat memandang perkembangan manusia dengan pola pikir antroposentris. Artinya perkembangan manusia seakan-akan hanya dipengaruhi faktor manusiawi yaitu keturunan/ pembawaan dan lingkungan. Sehingga muncul tiga aliran besar yaitu nativisme, empirisme dan konvergensi.

1.      Apa yang dimaksud dengan aliran nativisme?
2.      Apa yang dimaksud dengan aliran empirisme?
3.      Apa yang dimaksud dengan aliran konvergensi?
4.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan?
5.      Apa saja teori-teori lain dalam psikologi pengembangan?

1.      Untuk menjabarkan tentang aliran nativisme.
2.      Untuk menjabarkan tentang aliran empirisme.
3.      Untuk menjabarkan tentang aliran konvergensi.
4.      Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak.
5.      Untuk memaparkan teori-teori lain dalam psikologi perkembangan.


BAB II

PEMBAHASAN
Nativisme berasal dari kata dasar “natus” artinya lahir dan “nativius” artinya kelahiran, pembawaan. Nativisme berpendapat bahwa perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor pembawaan yang dibawa sejak lahir. Aliran ini memandang hereditas (heredity) sebagai penentu kepribadian.[1]
Aliran nativisme yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak  didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.[2]
Dalam perkembangan teori nativisme, terdapat tokoh – tokoh psikologi yang turut andil dalam mengembangkan teori nativisme dalam psikologi, diantaranya[3] :
Arthur Schopenhauer: Dikenal melalui sebuah karya yang berjudul “The World as Will and Representation”. Baginya, bawaan lahir adalah sebagai yang paling punya kuasa dalam menentukan perkembangan dan kepribadian manusia.
Immanuel Kant: Dikenal melalui karya “Kritik der Reinen Vernunft”. Ia memiliki pandangan bahwa akal budi yang berasal dari pribadi manusialah yang menentukan pengharapan manusia.
Noam A. Chomsky: Ahli linguistik ini berpendapat bahwa perkembangan bahasa pada manusia tidak didapatkan dari pendidikan manusia itu, namun oleh bawaan biologis sejak lahir dari orang tuanya.
Gottfried Wilhemleibnit:  Sama seperti Schopenhauer, baginya perkembangan manusia itu sudah ditentukan sejak manusia itu dilahirkan.
Keempat tokoh diatas berkeyakinan bahwa proses pendidikan tidak mampu mengubah sifat-sifat atau karakter manusia. Atau secara kontroversial, mereka menganggap bahwa pendidikan tidak membawa manfaat yang signifikan kepada manusia. Pemikiran dari kalangan nativisme ini dikenal dengan julukan Pesimisme Paedagogi.
Dengan pemahaman aliran nativisme, maka setiap pendidikan dan perkembangan manusia bertujuan untuk[4] :
1.      Menemukan bakat terpendam yang dimiliki
Dengan faktor-faktor diatas, maka setiap manusia diharapkan untuk mampu menemukan apa yang menjadi potensi diri atau bakat alaminya.
2.      Mengasah kompetensi diri sehingga menjadi ahli
3.      Merujuk pada faktor pertumbuhan anak, maka setiap manusia dapat mengembangkan minat dan bakatnya. Tidak hanya sampai disitu, bahkan tiap manusia akan mencapai label sebagai manusia yang memiliki kompetensi dan berkemampuan menjadi yang terbaik.
4.      Memotivasi tiap individu untuk menentukan sebuah pilihan
Dengan keyakinan pembawaan yang dipaparkan, maka setiap manusia diharapkan mampu berkomitmen dan bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang menjadi pilihan dalam hidupnya.
Empirisme berasal dari kata Yunani “empiria” yang berarti pengalaman inderawi.  Aliran empirisme juga bisa disebut dengan aliran environmentalisme  (environment: lingkungan).
Empirisme secara langsung bertentangan dengan nativisme. Kalau nativisme berpendapat bahwa perkembangan manusia itu semata-mata tergantung pada faktor dasar, maka empirisme berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung pada faktor lingkungan sedangkan dasar tidak memainkan peranan sama sekali.
Aliran empirisme, tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan peserta didiknya.
Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka.[5]
Dalam Ilmu Pendidikan, empirisme disebut juga dengan Optimisme Pedagogik yang mengatakan bahwa perkembangan anak menjadi manusia dewasa ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.
Konvergensi berasal dari kata converge yang berarti “bertemu, berpadu”. Terhadap pertentangan dua aliran diatas, maka William Stern berusaha mengambil langkah yang lebih moderat. Menurutnya perkembangan manusia itu bergerak secara konvergen antara nativisme atau keturunan dan empirisme atau lingkungannya, termasuk pendidikan.
Aliran konvergensi artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.
Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia  disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan dalam pembelajaran.[6]
Berdasarkan ketiga aliran yang dijelaskan oleh para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas perkembangan anak ditentukan oleh:[7]
1.      Faktor Intern (Alami)
Faktor intern adalah faktor yang mempengaruhi perkembangan yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Berikut ini merupakan beberapa hal yang diduga sebagai faktor intern yang mempengaruhi proses perkembangan:
a.       Genetika/Hereditas (Keturunan)
Pertumbuhan dan perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetik yang didapat dari orangtuanya. Faktor genetik lebih menekankan pada aspek fisiologis dan psikologis yang yang dibawa melalui aliran darah dalam kromosom sehingga faktor ini bersifat statis, misalnya bentuk fisik, kesehatan, sifat, kepribadian, minat, bakat, kecerdasan.
b.      Hormon
Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa prenatal, yaitu saat janin berumur 4 bulan, pada saat itu terjadi pertumbuhan yang cepat. Beberapa hormon yang berpengaruh dalam proses tumbuh kembang anak adalah hormon pertumbuhan somatotropin, sedangkan hormon estrogen dan progesteron merupakan hormon seksual yang berguna saat anak mulai memasuki usia remaja sebagai salah satu penanda kematangan individu.
2.      Faktor Ekstern (Lingkungan)
Faktor ekstern merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan anak yang berasal dari luar individu/lingkungan, baik dalam bentuk lingkungan fisik yang berupa kondisi rumah, gizi, kesehatan lingkungan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan psikis berupa faktor kebudayaan, sikap, keyakinan, nilainilai yang dianut dan sebagainya:
a.       Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal anak, keluarga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap proses tumbuh kembang anak. Dukungan dan bimbingan yang tepat dari keluarga akan memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga anak akan banyak belajar dari orangtuanya.
b.      Kelompok Teman Sebaya
Saat anak sudah memasuki usia sekolah, teman sebaya akan sangat berpengaruh pada perkembangan anak hal ini dikarenakan anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan temannya. Saat bersama temantemannya anak akan mempelajari apa yang tidak didapatkan dikeluarga misalnya saja tentang persaingan, kerjasama, saling menghormati perbedaan, dan hal-hal lain yang akan sangat berguna dalam proses perkembangan.
c.       Pengalaman hidup
Pengalaman hidup dan proses pembelajaran menjadikan anak berkembang dengan cara mengaplikasikan apa yang telah dipelajari pada kebutuhan yang perlu dipelajari. Semakin banyak pengalaman hidup yang dipelajari maka akan sangat membantu anak untuk menyelesaikan tugas perkembangannya.
d.      Kesehatan Lingkungan
Tingkat kesehatan mempengaruhi respon anak terhadap lingkungan dan respon orang lain pada anak tersebut, sehingga proses pekembangan dapat terganggu bila kesehatan lingkungan tidak kondusif. Sakit atau luka berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan. Sakit atau cidera berkepanjangan bisa menyebabkan ketidakmampuan untuk mengatasi dan menjawab kebutuhan dan tugas tahap perkembangan.




1.    Teori Berorientasi Keturunan atau Biologis
           Pada teori ini lebih ditekankan pada pengaruh bakat individu, maka teori ini lebih banyak memperhatikan faktor keturunan dan konstitusi atau keadaan psikofisik yang dibawa sejak lahir.
           Perkembangan yang dilihat sebagai pertumbuhan dan pemasakan organisme. Maksudnya bahwa perkembangan telah ditentukan secara biologic dan tidak dapat berubah lagi disebut dengan genotype.
           Oleh karena itu setiap individu lahir akan membawa atau mewariskan dari pada pihak orangtuanya berupa karakteristik dalam strukturnya seperti tubuh, warna kulit dan bentuk rambut, melalui gen-gen yang mempengaruhinya.
            Di sini dijelaskan bahwa pengaruh lingkungan tidaklah menjadi penting, melainkan sebatas menyediakan kesempatan yang baik untuk berkembangnya individu tersebut.
           Maka, perkembangan menurut Piaget merupakan suatu proses yang spontan atau dikenal dengan sebutan embrio-genese. Dalam hal ini dinyatakan bahwa gen-gen tersebut,berupa perilaku, sifat, karakter atau perkembangan individu tersebut. Dapat dikatan pula setiap individu akan menerima penurunan dari orang tuanya berbentuk struktur gen-gennya.
           Penurunana tersebut sesaui dengan prinsip berikut :
1.      Reproduksi. Yang mempunyai penurunan sifat-sifatnya melalui sel benih.
2.      Konformitas (Keseragaman). Dimana proses penurunan sifatnya akan mengikuti pola jenis (spesies) generasi sebelumnya, misalnya manusia yang menurunkan sifat kemanusian kepada keturunannya.
3.      Variasi. Variasi adalah jumlah gen-gen pada setiap pembuahan akan mempunyai kemungkinan yang banyak pula. Dengan demikian, untuk setiap proses penurunan sifat akan terjadi keanekaragaman (bervariasi).
4.      Regresi Fillial. Penurunan yang mempunyai kecenderungan kearah rata-rata.
2.      Teori Berorientasi Lingkungan atau Belajar
           Teori ini menekankan pada proses belajar dan proses sosialisasi, menunjukan bahwa individu memperoleh pola perilaku dari lingkungannya. Sehingga para ahli teori ini memandang belajar itu sebagai suatu bentuk perubahan dalam disposisi seseorang yang bersifat relatif tetap dan yang tidak disebabkan oleh pertumbuhan. Disposisi disini dimaksudkan sebagai potensi untuk bertingkah laku dan untuk bersikap terhadap reaksi lingkungan pada dirinya.
           Pada teori belajar ini mengasumsikan bahwa perilaku manusia akan diperoleh melaalui pengkondisian (conditioning). Maka akan diperoleh bahwa adanya perbedaan perilaku yang dipelajari dengan perilaku yang temporer. Sebagaimana B.F. Skinner membedakan antara “respondent behavior” dengan “operant behavior”.
1.      Respondent Behavior (S-R) menunjukkan bahwa anak merespon apabila adanya suatu stimulus (rangsangan) yang diberikan padanya. Jika tidak adanya stimulus maka anak tidak akan merespon. Dapaat dikatakan bahwa anak akan merespon secara reflex atas stimulus yang diterima. Misalnya anak akan belajar apabila dilakukan stimulus (rangsangan), bias berupa hadiah atau hukuman.
2.      Operant Behavior (S-R-R) menunjukkan bahwa segala sesuatu yang menyenangkan akan direspon kembali, sedangkan respon yang tidak menyenangkan akan ditinggalkan atau tidak diulang kembali. Misalnya anak dijanjikan sesuatu yang menyenangkan, maka anak melakukan perilaku tersebut, kemudian berikutnya akan melakukan kembali. Seperti siapa yang mengerkan PR akan diberi roti, maka anakpun akan mengerjakan PR dengan giat, karena dia berharap akan mendapat roti, kemudian rotinya diberikan. Besok anak akan mengerjakan PR kembali, tetapi ternyata tidak mendapat apa yang diharapkan. Kemudian jika diberi PR kembali, anak tersebut tidak akan mengerjakannya kembali.

3.    Teori Interaksionisme
                        Secara Etimologi, teori interaksionisme memiliki arti arti yang jelas dalam kehidupan perkembangan individu. Interaksi juga dalam perkembangan individu terdapat hubungan yang saling berkaitan antara diri individu dan lingkungan dari luar diri individu.
                        Dengan interaksi yang terjadi antara pribadi dengan dunia luarnya, maka akan membentuk suatu ikatan, keluarga, teman, tetangga, kelas sosial dan kelompk. Apabila individu dalam kesendirian dan mendapat pengaruh dari dunianya, maka dia akan mengalami bahaya. Yaitu gangguan-gangguan perkembangan atau perkembangan yag tidak terkontrol.
                        Teori ini banyak dipengaruhi oleh pandangan Piaget tentang perkembangan kognitif individu. Karena ia melihat individu dari perkembangan intelektual serta moralitas saja, sehingga sedidkit banyak perkembangan afektifdan motoric hanya sebatas peran pembantu dalam perkembangan individu.
                        Di dalam teori ini, pembelajaran tidak hanya diperlukan dalam penyesuaian perkembangan anak. Hanya sebatas mensstimuluasi perkembangan pada anak. Memberikan stimulasi yang terarah sesuai dengan apa yang ada didalam diri anak itu sendiri. Hal ini disebut dengan “ Memotivasi diri”.
                        Piaget menjelaaskan bahwa perkembangan harus dipandang sebagai suatu kelanjutan genese-embrio. Yang dimaksudkan bahwa perjalanan perkembangan ini melalui stadium-stadium (akan diterangkan secara  terperinci pada bab komponen kognitif).
                        Setiap kali anak telah melakukan fungsi perkembangan tertentu maka ia akan meningkat pada stadium yang lebih tinggi. Dalam proses perkemangannya pun akan mengalami dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu pemasakan, pengalaman, dan tranmisi sosial.
4.      Teori Penampungan
     Teori Penampungan yang dimaksud bahwa setiap individu akan menerima segala informasi yang dilihat, didengar, dirasa, baik yang berhubungan dengan dirinya maupun yang tidak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
     Penampungan yang terisi dengan kebaikan terjadi apabila informasi sesuai dengan usia perkembangannya, yaitu usia anak yang 5 tahun mendapat informasi anak yang usianya 15 tahun, ia akan lelah dan jadi beban. Informasi kebaikan akan masuk ke dalam penampungan ketidak baikan. Dan sebaliknya, anak yang usianya 19 tahun tetapi masih diperlakukan engan usia 5 tahun, maka ia pun akan jenuh dan menjadi bebaan ke dalam kehidupannya.

     Oleh karena itu setiap anak yang dalam penampungannya terisi suatu kebaikan, maka ia akan mampu menolak dan tidak menerima informasi yang tidak baik. Sehingga dikemudian hari ia akan hidup dengan keadaan yang baik.


PENUTUP

Dalam perkembangan manusia ada tiga aliran yang mempengaruhi yaitu:
1.      Nativisme, aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh      faktor-faktor pembawaan yang dibawa sejak lahir.
2.      Empirisme, aliran ini berpendapat bhawa perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
3.      Konvergensi, aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh interaksi antara faktor pembawaan dan lingkungan.

1.      Dalam proses pendidikan seharusnya pendidik tidak berorientasi pada salah satu aliran diatas. Akan tetapi berusaha menggabungkan ketiga aliran tersebut dengan tetap memohon hidayah Allah demi keberhasilan pendidikan.
2.      Bagi peserta didik tidak boleh menjadikan salah satu aliran diatas menjadi alasan untuk tidak mau belajar dan berusaha.



DAFTAR PUSTAKA


https://fatonikeren.blogspot.com/2014/10/aliran-nativisme-empirisme-dan_42.html diakses pada tgl 4 feb 2020 jam 21.17
https://aisaja51.wordpress.com/2015/02/12/belajar-psikologi-antara-nativisme-empirisme-dan-konvergensi/, diakses pada tgl 4 Februari 2020 jam 21.13
https://dosenpsikologi.com/teori-nativisme, diakses pada tgl 17 Februari 2020 jam 19:31
7 http://eprints.umm.ac.id/35600/3/jiptummpp-gdl-nurirosyad-49786-3-babiil-i.pdf



[1] https://fatonikeren.blogspot.com/2014/10/aliran-nativisme-empirisme-dan_42.html diakses pada tgl 4 feb 2020 jam 21.17
[2] https://aisaja51.wordpress.com/2015/02/12/belajar-psikologi-antara-nativisme-empirisme-dan-konvergensi/, diakses pada tgl 4 Februari 2020 jam 21.13
[3] https://dosenpsikologi.com/teori-nativisme, diakses pada tgl 17 Februari 2020 jam 19:31
[4] Ibid.
[7] http://eprints.umm.ac.id/35600/3/jiptummpp-gdl-nurirosyad-49786-3-babiil-i.pdf

1 comment:

  1. Did you hear there is a 12 word sentence you can communicate to your partner... that will induce intense feelings of love and impulsive attraction to you buried inside his heart?

    Because deep inside these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's instinct to love, admire and care for you with his entire heart...

    ====> 12 Words That Fuel A Man's Desire Response

    This instinct is so built-in to a man's mind that it will drive him to work harder than before to love and admire you.

    As a matter of fact, fueling this powerful instinct is absolutely mandatory to getting the best ever relationship with your man that as soon as you send your man one of these "Secret Signals"...

    ...You will immediately find him open his mind and soul to you in a way he never expressed before and he will distinguish you as the only woman in the galaxy who has ever truly fascinated him.

    ReplyDelete

Monggo Komentarnya. . .