Saturday, November 26, 2022
Thursday, September 17, 2020
SEJARAH INDONESIA
Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia meliputi rentang waktu yang sangat panjang
yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu.
Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era
Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha danIslam di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan yang terutama mengandalkan perdagangan;
Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda, Portugis, dan Spanyol) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara
awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta Orde Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
·
2Era
Kerajaan-Kerajaan di Nusantara
o
2.3Kerajaan
& Kesultanan Islam
o
3.1Kolonisasi
Portugis dan Spanyol
·
4Periode
Kolonisasai Portugis di Nusantara
o
4.1Perlawanan
Rakyat terhadap Portugis
§ 4.1.1Perlawanan
Rakyat Minahasa terhadap Portugis
§ 4.1.2Perlawanan
Rakyat Malaka terhadap Portugis
§ 4.1.3Perlawanan
rakyat Aceh terhadap Portugis
§ 4.1.4Perlawanan
Rakyat Maluku terhadap Portugis
·
5Garis
waktu kolonialisasi Eropa di Indonesia
o
5.4Kolonisasi
pemerintah Belanda
§ 5.4.1Era
Napoleon (1800-1811)
§ 5.4.2Interregnum
Britania (1811-1816)
§ 5.4.3Pemerintahan
Kerajaan Belanda (sejak 1816)
o
6.6Konfrontasi
Indonesia—Malaysia
o
9.2Sumber
dan bacaan lebih lanjut
Prasejarah
Replika tempurung kepala manusia Jawa yang
pertama kali ditemukan di Sangiran
Secara geologi, wilayah Indonesia modern (untuk kemudahan, selanjutnya
disebut Nusantara) merupakan pertemuan antara tiga lempeng
benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia). Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat
ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti
pertama yang menunjukkan penghuni awal adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun
lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo floresiensis)[1] di Liang Bua, Flores, membuka kemungkinan masih bertahannya H.
erectus hingga masa Zaman Es terakhir.[2]
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara
sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 60 000 sampai 70 000
tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia.[3] Mereka, yang berfenotipe kulit gelap dan rambut ikal rapat,
menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM
dari Cina Selatan melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian
dari pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak
penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan
menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta
teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat, praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk
permukiman-permukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah
masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.
Era Kerajaan-Kerajaan di Nusantara
Sejarah awal
Lihat pula: Sejarah Nusantara
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di Pulau Jawa dan Sumatra atau Swarna Dwipa sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai
adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 ajaran Buddhisme telah mencapai wilayah tersebut.
Nusantara telah mempunyai warisan peradaban
berusia ratusan tahun dengan dua imperium besar, yaitu Sriwijaya di Sumatra pada abad ke-7 hingga ke-14 dan Majapahit di Jawa pada abad ke-13 sampai ke-16, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang
acap kali menjadi vasal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam
semacam ikatan perkawinan dan perdagangan (seperti di Maluku). Hal tersebut telah terjadi sebelum Eropa Barat mengalami masa Renaisans pada abad ke-16.
Kerajaan Hindu-Buddha
Artikel utama: Sejarah Nusantara pada era kerajaan
Hindu-Buddha
Prasasti Tugu peninggalan Raja Purnawarman dari Taruma
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Buddha,
yaitu Kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah
Tiongkok, I Ching, mengunjungi ibu kota Sriwijaya, Palembang, sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah
sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas
wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh
Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan
dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Kerajaan &
Kesultanan Islam
Artikel utama: Sejarah Nusantara pada era kerajaan Islam
Kesultanan sebagai sebuah pemerintahan oleh penguasa Muslim hadir di Indonesia sekitar abad ke-12 dan membangung tamadun. Namun, sebenarnya Islam sudah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang
ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Tiongkok, Sriwijaya di Asia Tenggara, dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad ke-7.[4]
Menurut sumber-sumber Cina zaman Dinasti Tang, menjelang akhir
perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin permukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatra. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada.
Hal ini tampak pada tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan dai yang bisa
menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah
keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam
kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua
sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus
yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang
tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya
merupakan hadiah yang takbegitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya
ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya
tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama
'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh
Sriwijaya Palembang yang masih menganut Buddha.[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban
Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kesultanan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di Kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan
Islam kemudian semakin
menyebarkan pelbagai ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan
Hindu dan Buddha sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di Timur,
rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari
kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan
perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubalig merupakan utusan dari negara-negara
Muslim yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga
mereka, para mubalig ini bekerja melalui cara berdagang, para mubalig inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk indigenos, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan
meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan
lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting
termasuk di antaranya: Kerajaan/ Kesultanan Demak Kerajaan Djipang Kerajaan Samudera
Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan
negara-negara Eropa, Kesultanan Mataram, Kesultanan Iha, Kesultanan Ternate, dan Kesultanan Tidore di Maluku.
Hand out 5
MASA KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI INDONESIA
Kolonisasi Portugis dan
Spanyol
Afonso (kadang juga
ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat
kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Britania dan Belanda—juga Spanyol dalam waktu yang singkat.
Dari Sungai Tajo yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi
Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan,
melewati Tanjung Harapan di Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad ke-16 saat petualangan itu dimulai biasanya
para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara
Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut
Museu de Marinha itu didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de
Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis,
”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang
berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai
kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga
dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan
Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka
Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical
Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak
hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin
dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria,
fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan,
dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis
Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama
ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka
dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600
tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu
Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah
menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai
Maluku, pusat rempah-rempah.
Periode Kolonisasai Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara
menjadi pelabuhan maritim penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler
menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Sumatra, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan
Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi
dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang,
terutama lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21
Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan
untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama
dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi
sudut Jalan Cengkih dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan
perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque
mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari
jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka
singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa,
armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di
Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan
Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih
dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor dan
Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara
Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku
adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis,
masing-masing di bawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat
di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan
dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di
pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli,
begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang
rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem
monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen.
Salah seorang misionaris terkenal adalah Fransiskus Xaverius. Tiba di Ambon 14 Februari 1546, kemudian
melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah
melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan
penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570.
Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus
angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis,
dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605,
Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon
kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz.
Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh
Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah
Maluku.
Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat
dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi
penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala
Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC
selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir
pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku
menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate
tahun 1511, kemudian tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara.
Portugis kalah perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi Utara diserahkan
dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian
dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku:Sejarah Kolonial Portugis di
Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC
(Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga
kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di
Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis
di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornellis de Houtman pada tahun
1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
Perlawanan Rakyat
terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung
Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk
berdagang.
Perlawanan Rakyat
Minahasa terhadap Portugis
Perjuangan perlawanan Rakyat Perserikatan
Minahasa melawan Portugis telah berlangsung dari tahun 1512-1560, dengan
gabungan perserikatan suku-suku di Minahasa maka mereka dapat mengusir
Portugis. Portugis membangun beberapa Benteng pertahanan di Minahasa di
antaranya di Amurang dan Kema.
Perlawanan Rakyat Malaka
terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin
oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Usaha perlawanan kolonial Portugis
di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan
persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah
pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Sunda
Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh
Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya
kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.
Perlawanan rakyat Aceh
terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya
Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat
Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada
tahun 1615 dan 1629.
Perlawanan Rakyat Maluku
terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis
berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis
karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli
perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan
kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun
1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan
terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya
tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan
Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
Garis waktu kolonialisasi Eropa di Indonesia
Kolonialisasi Spanyol
·
1521 Spanyol mendarat di Sulawesi Utara
o 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado.
o 1617 Gerakan perlawanan rakyat Minahasa di Sulawesi Utara untuk mengusir
kolonial Spanyol.
o 1646 Spanyol di usir dari Minahasa dan
Sulawesi Utara. Tahun selanjutnya Spanyol masih mencoba memengaruhi kerajaan
sekitar untuk merebut kembali Minahasa tapi gagal, terakhir dengan
mendukung Bolaang Mongondow yang berakhir tahun 1692.
Kolonialisasi Portugis
1509 - 1520
·
1509 Portugis tiba pertama kali di Melaka.
·
1511 April, Admiral Portugis Alfonso de Albuquerque memutuskan berlayar dari Goa ke Melaka.
o 10 Agustus, Pasukan Albuquerque menguasai Melaka.
o Sultan Melaka, Mahmud Syah melarikan diri ke Riau.
o Portugis di Melaka
menghancurkan armada dari kesultanan Demak di Jawa.
o Pati Unus berkuasa di Jepara.
o Desember, Albuquerque mengirim tiga kapal di
bawah Antonio de Abreu dari Melaka untuk menjelajah ke arah
Timur.
·
1512 Perjalanan ekspedisi De Abreu dari Melaka menuju Madura, Bali, Lombok, Aru dan Banda.
o Dua kapal rusak di
Banda. Da Breu kembali ke Melaka; Francisco Serrão memperbaiki kapal dan melanjutkan menuju
ke Ambon, Ternate, dan Tidore. Serrão menawarkan dukungan bagi Ternate
dalam perselisihannya dengan Tidore, pasukannya mendirikan sebuah pos Portugis
di Ternate.
·
1513 Pasukan dari Jepara dan Palembang menyerang Portugis di Melaka, tetapi
berhasil dipukul mundur. Maret, Portugis mengirim seorang duta menemui Raja Sunda di Pajajaran. Portugis diizinkan untuk membangun sebuah benteng
di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta).
o Portugis
menghubungi Raja Udara, anak dari Girindrawardhana dan penguasa bekas kerajaan Majapahit
o Portugis membangun
pabrik-pabrik di Ternate dan Bacan.
o Udara menyerang Demak dengan bantuan dari Raja Klungkung dari Bali. Pasukan Majapahit dipukul mundur, tapi Sunan Ngudung tewas dalam pertempuran. Banyak
pendukung Majapahit melarikan diri ke Bali.
·
1514
o Ali
Mughayat Syah mendirikan Kesultanan Aceh, dan menjadi Sultan Aceh pertama.
·
1515
o Portugis pertama kali
tiba di Timor.
·
1518
o Sultan Mahmud dari Melaka mengambil alih kekuasaan
di Johor.
o Raden Patah meninggal dunia; Pati Unus menjadi
Sultan Demak.
·
1520
o Aceh mulai menguasai
pantai timur laut Sumatra.
o Rakyat Bali menyerang Lombok.
o Para pedagang Portugis
mulai mengunjungi Flores dan Solor.
o Banjar di Kalimantan menjadi Kesultanan Islam.
1521 – 1530
·
1521
o Unus memimpin armada
dari Demak dan Cirebon melawan orang-orang Portugis di Melaka.
Unus terbunuh dalam pertempuran. Trenggono menjadi Sultan Demak.
o Portugis merebut Pasai di Sumatra;
o Gunung Jati (dari Cirebon) meninggalkan Pasai
berangkat ke Mekkah.
o Kapal terakhir dari
ekspedisi Magelhaens mengeliling dunia berlayar antara
pulau Lembata dan Pantar di Nusa Tenggara.
·
1522
o Februari ekspedisi Portugis di bawah De Brito tiba di Banda.
o Mei, ekspedisi De Brito tiba di Ternate,
membangung sebuah benteng Portugis.
o Kerajaan Sunda, yang masih beragama Hindu, meminta bantuan Portugis untuk menghadapi
kemungkinan serangan Demak yang Muslim. Kontrak kerja sama ditandatangani dan
sebuah padrao didirikan di Sunda Kalapa
o Sisa-sisa ekspedisi
Magelhaens berkeliling dunia mengunjungi Timor.
o Portugis membangun
benteng di Hitu, Ambon.
·
1523
o Gunungjati kembali
dari Mekkah, kembali ke Cirebon, dan menetap di Demak, menikahi saudara
perempuan Sultan Trenggono.
·
1524
o Gunungjati dari
Cirebon dan anaknya Hasanuddin (di Banten) melakukan dakwah secara terbuka dan rahasia
di Jawa Barat untuk memperlemah Kerajaan Sunda yang beribu kota di Pajajaran dan persekutuannya dengan Portugis.
Pemerintah lokal di Banten, yang tadinya tergantung pada Pajajaran, masuk Islam
dan bergabung dengan pihak Cirebon dan Demak.
o Aceh merebut Pasai
dan Pedir di Sumatra Utara.
·
1525
o Hasanuddin (dari
Banten), anak dari Gunungjati (dari Cirebon), melakukan dakwah di Lampung.
·
1526
o Portugis membangun
benteng pertama di Timor.
·
1527
o Demak
menaklukkan Kediri, sisa-sisa Hindu dari kerajaan Majapahit;
Sultan-sultan Demak mengklaim sebagai pengganti Majapahit; Sunan Kudus ikut serta.
o Demak merebut Tuban.
o Cirebon, dibantu
Demak, menduduki Sunda Kelapa, pelabuhan Kerajaan Sunda. Fatahillah mengganti namanya menjadi Jayakarta.
(Sukses ini dikatakan berkat pimpinan "Fatahillah"—atau, sesuai
dengan kekeliruan ucapan Portugis, "Falatehan"—namun mungkin ini
adalah nama yang diberikan kepada Sunan Gunungjati dari Cirebon) Para penjaga
keamanan pelabuhan Kerajaan Sunda didorong mundur meninggalkan daerah pesisir.
Dengan demikian pembangunan gudang atau benteng sesuai perjanjian dagang antara
Portugis dengan Kerajaan Sunda batal terwujud.
o Kerajaan Palakaran di Madura, yang berbasis di Arosbaya (kini Bangkalan), menjadi Islam di bawah Kyai Pratanu.
o Ekspedisi dari Spanyol
dan Meksiko berusaha mengusir Portugis dari Maluku.
·
1529
o Demak
menaklukkan Madiun.
o Raja-raja Spanyol dan
Portugal sepakat bahwa Maluku harus menjadi milik Portugal, dan Filipina menjadi milik Spanyol.
·
1530
o Salahuddin menjadi Sultan Aceh.
o Surabaya dan Pasuruan takluk kepada Demak. Demak merebut Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Jawa.
o Gowa mulai meluas dari Makassar.
o Banten memperluas
pengaruhnya atas Lampung.
1531 – 1540
·
1536
o Serangan besar
Portugis terhadap Johor.
o Antonio da Galvão menjadi gubernur di pos Portugis di
Ternate; mendirikan pos Portugis di Ambon.
o Portugis membawa Sultan Tabariji dari Ternate ke Goa karena mencurigainya
melakukan kegiatan-kegiatan anti Portugis, menggantikannya dengan
saudara-saudaranya.
·
1537
o Serangan Aceh atas
Melaka gagal. Salahuddin dari Aceh digantikan oleh Alaudin
Riayat Syah I.
·
1539
o Aceh menyerang
suku Batak di selatan mereka.
·
1540
o Portugis berhubungan
dengan Gowa.
o Kesultanan Butung didirikan.
1541 – 1550
·
1545
o Demak
menaklukkan Malang. Gowa membangun benteng di Ujung Pandang.
·
1546
o Demak menyerang
Blambangan namun gagal.
o Trenggono dari Demak
meninggal dan digantikan oleh Prawata. Menantunya, Joko Tingkir memperluas pengaruhnya dari Pajang (dekat Sukoharjo sekarang).
o St. Fransiskus
Xaverius pergi
ke Morotai, Ambon, dan Ternate.
·
1547
o Aceh menyerang Melaka.
·
1549
o Sunan Prawata
meninggal
o Arya Penangsang
menggantikan Prawata sebagai Sultan Demak V
·
1550
o Portugis mulai
membangun benteng-benteng di Flores.
·
1554
o Arya Penangsang
meninggal, Kesultanan Demak runtuh.
1551 – 1560
·
1551
o Johor menyerang
Portugis Melaka dengan bantuan armada Ratu Kalinyamat dari Jepara.
o Pasukan-pasukan dari
Ternate menguasai Kesultanan
Jailolo di Halmahera dengan bantuan Portugis.
·
1552
o Hasanuddin memisahkan
diri dari Demak dan mendirikan Kesultanan Banten, lalu merebut Lampung untuk Kesultanan yang
baru.
o Aceh mengirim duta
ke Suleiman I, Sultan Utsmaniyah di Istanbul.
·
1558
o Leiliato memimpin suatu pasukan dari Ternate untuk menyerang
Portugis di Hitu.
o Portugis membangun
benteng di Bacan.
o Ki Ageng Pemanahan menerima distrik Mataram dari Joko Tinggir, memerintah di Pajang.
o Wabah cacar di
Ternate.
·
1559
o Para misionaris
Portugis mendarat di Timor. Khairun menjadi Sultan Ternate.
·
1560
o Portugis mendirikan
pos misi dan perdagangan di Panarukan, di ujung timur Jawa.
o Spanyol mendirikan pos
di Manado.
1561 – 1570
·
1561
o Misi Dominikan
Portugis didirikan di Solor.
·
1564
o Wabah cacar di Ambon.
·
1565
o Aceh menyerang Johor.
o Kutai di Kalimantan menjadi Kesultanan.
·
1566
o Misi Dominikan
Portugis di Solor membangun sebuah benteng batu.
·
1568
o Serangan yang gagal
oleh Aceh di Melaka Portugis.
·
1569
o Portugis membangun
benteng kayu di pulau Ambon.
·
1570
o Aceh menyerang Johor
lagi, namun gagal.
o Sultan Khairun dari
Ternate menandatangani sebuah perjanjian damai dengan Gubernur Lopez de
Mezquita[6], tetapi agen Portugis membunuh Sultan Hairun[7]. Baabullah menjadi Sultan Ternate (hingga * 1583), dan bersumpah untuk mengusir Portugis
keluar dari benteng-benteng mereka.
o Maulana Yusuf menjadi Sultan Banten.
1571 – 1590
·
1571
o Alaudin Riyat Shah
meninggal, kekacauan di Aceh hingga 1607.
·
1574
o Jepara memimpin
serangan yang gagal di Melaka.
·
1575
o Sultan Babullah
berhasil mengusir Portugis dari Ternate. Karena itu Portugis membangun sebuah
benteng di Tidore.
·
1576
o Portugis membangun
benteng di kota Ambon sekarang.
·
1577
o Ki Ageng Pemanahan
mendirikan Kota Gede (dekat Yogyakarta sekarang).
·
1579
o Banten menyerang dan
meluluhlantakkan Pajajaran merebut sisa-sisa Kerajaan Sunda, dan
melakukan Islamisasi. Raja Sunda terakhir yang enggan memeluk Islam,
yaitu Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana, meninggalkan
ibu kota Kerajaan Sunda tersebut dan meninggal dalam pelarian di
daerah Banten.
o November, Sir Francis Drake dari Britania, setelah menyerang kapal dan pelabuhan
Spanyol di Amerika, tiba di Ternate. Sultan Babullah, yang juga
membenci orang-orang Spanyol, mengadakan perjanjian persahabatan dengan
Britania.
·
1580
o Maulana Muhammad
menjadi Sultan Banten.
o Kerajaan Portugal
jatuh ke tangan kerajaan Spanyol dibawah Raja Philip II; usaha-usaha kolonial Portugis tidak
dipedulikan.
o Drake
mengunjungi Sulawesi dan Jawa, dalam perjalanan pulang ke
Britania.
o Ternate menguasai
Butung.
·
1581
o Sekitar saat ini, Kyai
Ageng Pemanahan mengambil alih distrik Mataram (yang telah dijanjikan kepadanya
oleh Joko Tingkir, yang menundanya hingga Sunan Kalijaga dari Wali Songo mendesaknya), mengubah namanya menjadi
Kyai Gedhe Mataram.
·
1584
o Sutawijaya menggantikan ayahnya Kyai Gedhe Mataram
sebagai pemerintah lokal dari Mataram, memerintah dari Kota Gede.
·
1585
o Sultan Aceh mengirim
surat kepada Elizabeth I dari Britania.
o Kapal Portugis yang
dikirim untuk membangun sebuah benteng dan misi di Bali karam tepat di lepas
pantai.
·
1587
o Sutawijaya mengalahkan
Pajang dan Joko Tingkir meninggal; garis keturunan beralih kepada
Sutawijaya. Gunung Merapi meletus.
o Portugis di Melaka
menyerang Johor.
o Portugis
menandatangani perjanjian perdamaian dengan Sultan Aceh.
o Sir Thomas Cavendish dari Britania mengunjungi Jawa.
·
1588
o Sutawijaya mengganti
namanya menjadi Panembahan Senopati; merebut Pajang dan Demak.
·
1590
o Desa asli Medan
didirikan.
1591 – 1659
·
1591
o Senopati merebut
Madiun, lalu Kediri.
o Sir James Lancaster dari Britania tiba di Aceh dan Penang, tetapi misinya gagal.
o Ternate menyerang
Portugis di Ambon.
·
1593
o Ternate mengepung
Portugis di Ambon kembali.
·
1595
o 2 April, ekspedisi Belanda di bawah De Houtman berangkat ke Hindia Belanda.
o Suriansyah menjadikan Banjar di Kalimantan sebuah Kesultanan
(belakangan Banjarmasin).
o Portugis membangun
benteng di Ende, Flores.
Kolonisasi VOC
Mulai tahun 1602 Kongsi dagang VOC yang didirikan di Republik Persekutuan Tujuh Provinsi bersaing dengan kerajaan Portugal dan Kerajaan Spanyol dalam dominasi perdagangan rempah di
Hindia Timur (Nusantara), secara perlahan-lahan menjadi penguasa
wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan Perselisihan dan
perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit.
VOC berhasil mengeliminasi Kongsi dagang EIC yang didirikan oleh kerajaan Inggris yang bertahan di bengkulu hingga 1824,
satu-satunya koloni Portugal yang masih bertahan hingga abad 20 adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia
bernama Timor Timur.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia Belanda tidak
dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang
bernama Perusahaan Hindia
Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau
VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas
kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Kongsi Dagang VOC dan dilanjutkan oleh
pemerintah kolonial Belanda mendominasi Indonesia selama hampir 350 tahun
(antara 1602 dan 1945), kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil
dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang
Jawa Britania-Belanda (perpanjangan dari perang Napoleonik di Eropa) dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Pada masa penguaasaan VOC terhadap nusantara
banyak penduduk di nusantara menderita akibat monopoli, peperangan dan pajak
dari VOC, salah satu perusahaan terbuka yang terbesar dalam sejarah,
Setelah VOC bangkrut pada 1799 dan aset-asetnya di nusantara diambil alih oleh
kerajaan Belanda dalam bentuk pemerintahan kolonial,
Belanda mulai mengembangkan Hindia Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial
terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah
berlebihan karena banyak wilayah di Indonesia seperti Aceh dan Papua baru
ditaklukkan secara penuh oleh Belanda mendekati abad ke 20.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan
rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan
ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang
mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika
penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau
mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau
tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan
pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal
Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan
pemimpin Mataram dan Banten.
Kolonisasi pemerintah Belanda
Artikel utama: Indonesia:
Era Belanda
Era Napoleon (1800-1811)
Setelah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) jatuh bangkrut dan dibubarkan pada
akhir abad ke-18, tepatnya adalah pada tahun 1 Januari 1800 dan setelah Belanda kalah Perang Eropa dan dikuasai Prancis, maka Hindia
Belanda jatuh ke tangan Prancis, walaupun secara pemerintahan masih di bawah
negara kesatuan Republik Belanda (hingga 1806), kemudian
dilanjutkan Kerajaan Hollandia (hingga 1810). Sejak saat itu dimulailah
perang perebutan kekuasaan antara Prancis (Belanda) dan Britania Raya, yang
ditandai dengan peralihan kekuasaan beberapa wilayah Hindia Belanda dan
perjanjian, antara lain Persetujuan Amiens hingga Kapitulasi Tuntang.
Dalam masa ini Hindia Belanda berturut-turut
diperintah oleh Gubernur Jenderal Overstraten, Wiese, Daendels, dan yang terakhir adalah Janssens. Pada masa Daendels dibangunlah Jalan Raya Pos (jalur Pantura sekarang), kemudian meluaskan daerah jajahan
hingga ke Lampung, namun kehilangan Ambon, Ternate dan Tidore
yang direbut Britania. Tahun 1810 ketika Prancis menganeksasi Belanda, maka
bendera Prancis dikibarkan di Batavia, dan Daendels kembali ke Eropa untuk
berperang di bawah Napoleon. Janssens, penggantinya, tidak memerintah lama,
karena Britania di bawah Lord Minto datang dan merebut
Jawa dari
Belanda-Prancis.
Interregnum Britania
(1811-1816)
Setelah Britania menguasai Jawa, pemerintahan
beralih sementara dari Belanda ke Britania, hingga akhir perang Napoleon pada
1816 ketika Britania harus mengembalikan Hindia Belanda kepada Kerajaan
Belanda. Lord Minto menjadi Gubernur Jenderal pertama yang bermarkas di India,
sedangkan Raffles diangkat menjadi Wakil Gubernur yang memimpin Jawa. Raffles
kemudian membenahi pemerintahan di Jawa sesuai sistem pemerintahan Britania.
Salah satu penemuan penting pada pemerintahan
Raffles adalah penemuan kembali Candi Borobudur, salah satu candi Buddha terbesar di dunia,
dan Gunung Tambora di Sumbawa meletus, dengan korban langsung dan
tidak langsung mencapai puluhan ribu jiwa
Pemerintahan Kerajaan
Belanda (sejak 1816)
Setelah Kongres Wina mengakhiri Perang Napoleon dan
mengembalikan Jawa ke Belanda, sejak 16 Agustus 1816 pemerintah Kerajaan Belanda berkuasa dan berdaulat penuh atas
wilayah Hindia Belanda yang tertulis dalam Undang-Undang
Kerajaan Belanda tahun 1814 dan diamendemen tahun 1848, 1872, dan 1922 menurut perkembangan wilayah Hindia Belanda, hingga 1942 ketika Jepang datang menyerbu
dalam Perang Dunia II.
Dalam masa ini, terjadi pemberontakan besar di
Jawa dan Sumatra, yang terkenal dengan Perang Diponegoro atau Perang Jawa, pada tahun 1825-1830, dan Perang Padri (1821-1837), dan perang-perang lainnya.
Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para
penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar
dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara.
Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang
Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli
pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: Ethische
Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi
orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah
gubernur-jenderal J.B. van Heutsz pemerintah Hindia Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial
secara langsung di sepanjang Hindia Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi
bagi negara Indonesia saat ini.
Hand
ouat 6
Masa Pergerakan Nasional
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada
tahun 1908 oleh gerakan nasionalis
berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang
Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal
dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang
beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang
dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang
pertama, Soekarno.
Perang Dunia II
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan
di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk
mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara
di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima
bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan
Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pendudukan Jepang
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan
kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap
kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai memperoleh penghormatan dari
Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di
Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status
sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam
peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran
Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan
pertamanya di bulan Mei, Soepomo membicarakan integrasi nasional dan
melawan individualisme perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut
juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia
Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman
Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang
sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada
24 Agustus.
HAND
OUT 7
MASA KEMERDEKAAN DAN
SETELAH KEMERDEKAAN
Proklamasi kemerdekaan
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi
mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi"
pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan
selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya
langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik
Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan
menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian
dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga
pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru
pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang
terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak
dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
Masa Perang kemerdekaan
Teks Proklamasi
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha
kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar
Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk
membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi
perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut
kembali ibu kota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibu kota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi,
Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada
pemerintah Federal
Indonesia.
Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah itu, Indonesia
mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di
mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen
atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik
sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang
rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih
menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang
menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.Demokrasi Parlementer, adalah suatu demokrasi
yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada badan
eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana
menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh
parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Demokrasi Terpimpin (Masa Orde Lama)
Artikel utama: Indonesia: Era Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatra, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang
dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru,
melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali
konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil
yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno
berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar
negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting
negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun
Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak
menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada
negara-negara komunis Asia dan kepada Partai
Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. PKI merupakan partai komunis
terbesar setelah Uni Soviet dan Tiongkok.
Nasib Irian Barat
Artikel utama: Konflik Papua Barat
Pada saat perjuangan kemerdekaan, pemerintah
Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau Nugini (Papua) . Pada perundingan Meja Bundar
di Den Haag pada 1949, dicapai kesepakatan bahwa status Koloni belanda di
belahan barat nugini (Papua) akan dibicarakan setahun setelah
pemindahan kedaulatan dari Kolonial Belanda ke Republik Indonesia Serikat telah
dilakukan (2 November 1949). Namun setelah perundingan Meja Bundar mencapai
kesepakatan, Kolonial Belanda di Nugini mengizinkan langkah-langkah menuju
pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan penduduk Nugini Belanda
pada 1 Desember 1961.
Negosiasi susulan antara pemerintah Republik
Indonesia dengan Kerajaan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan
Indonesia gagal mencapai kata sepakat, dan pasukan penerjun payung Indonesia
mendarat di Irian dan terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda
pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju
melakukan perbincangan tertutup dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan Indonesia
mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
Konfrontasi
Indonesia—Malaysia
Artikel utama: Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah
sebuah "rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana
komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan
pembentukan Federasi Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas
pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia dan
memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk memengaruhi perpolitikan
regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran
diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian
mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu
oleh Inggris).
Gerakan 30 September
Artikel utama: Gerakan 30 September
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk
Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari
Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya.
Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam
upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal
istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat
itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik
melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih
kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian
dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi
di Jawa dan Bali.
Era Orde Baru
Artikel utama: Indonesia:
Era Orde Baru
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu
pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB
lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk
melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam
kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan
secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang
ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi (Pelita) sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui
struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli
ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini,
dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya,
jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Irian Jaya
Artikel utama: Irian Jaya
Setelah menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan "Act
of Free Choice" (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana
1.025 wakil kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan
dalam bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung
dengan Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan
perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan
Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada
tahun-tahun berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer
yang lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit
yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
Timor Timur
Artikel utama: Timor Timur dan Operasi Seroja
Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang
dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara
Australia oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak mundur dari
Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh
orang-orang yang membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk
aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur dalam sebuah operasi militer yang disebut Operasi Seroja. Indonesia, yang mempunyai dukungan material
dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka
akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang
strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur —
melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada
dalam wilayah Indonesia.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari
Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih
turut serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan,
dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor
Timur, seperti merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekret 1976 yang mengintegrasikan Timor Timur
ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung
jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada
Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.
Krisis ekonomi
Artikel utama: Krisis
finansial Asia 1997
Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya
didampingi B.J. Habibie.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang
krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan
harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal
dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta
pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta
ribuan mahasiswa yang menduduki
gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh.
Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Era reformasi
Artikel utama: Indonesia:
Era Reformasi
Pemerintahan Habibie
Presiden Habibie segera membentuk sebuah
kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan
dari Dana
Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan
ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada
kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan
pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu
parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto - sebelumnya selalu
menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai
Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai
Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai
presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid
membentuk kabinet pertamanya, Kabinet
Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya
pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses
demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di
samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga
menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur
yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan
Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial
yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan
Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
Pemerintahan Megawati
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus
2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar
mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah
tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam
pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan
negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih
jabatan presiden tak lama kemudian. Kabinet pada masa pemerintahan Megawati
disebut dengan Kabinet Gotong Royong.
Tahun 2002, Masa pemerintahan ini mendapat
pukulan besar ketika Pulau
Sipadan dan Ligitan lepas dari NKRI berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional.
Pemerintahan Yudhoyono
Pada 2004, pemilu
satu hari terbesar di dunia diselenggarakan, dengan Susilo
Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat, kemudian membentuk Kabinet
Indonesia Bersatu. Pemerintah ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai
cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh
lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa
bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara
pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik
berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Sumber
·
(Inggris) Ideals without Heat: Indonesia Raya and the
Struggle for Independence in Malaya, 1920-1948
·
(Inggris) Ricklefs, M.C. 2001. A history
of modern Indonesia since c.1200. Stanford: Stanford University Press. ISBN 0-8047-4480-7
·
(Inggris) Taylor, Jean Gelman. 2003. Indonesia:
Peoples and histories. New Haven: Yale University Press. ISBN 0-300-09709-3
·
(Inggris) Schwarz, Adam. 1994. A Nation in
Waiting: Indonesia's Search for Stability. 2nd Edition. St Leonards, NSW:
Allen & Unwin.
·
(Inggris) Sebagian isi artikel ini berasal
dari Library of Congress.
·
(Indonesia) Sunanto Musyrifah. Sejarah
Peradaban Islam indonesia, 2005, Rajawali Press, hal. 8-9.
·
(Indonesia) Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah,
1998, cet. IV, Mizan, hal 92-93
·
(Indonesia) Hadi Arifin, Malikussaleh: Mutiara dari
Pasai, 2005, PT. Madani Press, hal. Xvi